• 004/365 •

35 18 12
                                    

Rasa -

“Gue heran sama lo. Itu hati atau batu sih?”
________________

“Argh, ini gimana ceritanya bisa kayak gini?!”

Lyra Aurelia, gadis dengan otak yang pas-pasan tetapi selalu ingin mencoba hal baru. Kini gadis itu tengah menatap kertas yang berada di depannya. Lyra melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Ia kembali melihat hasil karyanya malam ini.

Sebuah lukisan atau lebih tepatnya gambaran abstrak yang Lyra buat kali ini. Lyra terus saja memperhatikan gambarannya. Seperti ada yang kurang, tetapi ia tidak tahu apa yang kurang dari lukisannya. Ia pun menambahkan sedikit garis tambahan. Setelah merasa puas, Lyra meletakkan kertas itu bersama dengan kertas-kertas lainnya.

Gadis itu mulai memberesi meja belajarnya. Ia akan segera tidur kali ini. Meskipun beberapa jam lagi dirinya harus kembali terbangun untuk melakukan pekerjaan seperti biasanya.

Lyra membaringkan badannya di atas tempat tidur sederhana. Sebelum Lyra benar-benar terlelap, ia menatap atap rumahnya. Mengingat kembali kejadian-kejadian yang seharusnya tidak ia ingat. Kejadian yang selalu saja membuat Lyra ketakutan dan berujung dengan badannya yang tiba-tiba panas.

Ingin sekali rasanya Lyra tidak mengingat semua itu, tetapi setiap kali Lyra sedang sendiri dan tidak ada kegiatan yang ia lakukan, maka semua kenangan itu berputar dengan sendirinya.

Lyra menarik nafasnya pelan serta matanya ia pejamkan. Berharap rasa pusing yang baru saja hadir segera pergi.

“Semoga hari ini lebih baik dari kemarin,” ujarnya setelah gadis itu mengucapkan doa tidur. Tak butuh waktu lama, gadis itu sudah terlelap dengan tidurnya.

***

“Ma, Lyra berangkat dulu,” ujar Lyra setelah menyalami tangan wanita paruh baya yang telah melahirkannya. Namanya Sandrina.

Setelah mendapat jawaban sebuah anggukan kepala dari Sandrina, Lyra berjalan keluar rumah dan menghampiri sepeda yang terletak di samping rumahnya. Ia mulai mengayuh sepeda berwarna biru itu dengan perlahan. Beginilah rutinitas yang selalu Lyra jalani.

Ingin sekali seperti yang lainnya, yang selalu diantar jemput dengan orang tuanya. Namun itu tidak mungkin. Dari pada mengantar jemputnya, lebih baik waktu itu digunakan untuk bekerja. Begitu pikir orang tuanya. Lyra juga pernah merasa ingin sekali berangkat naik motor. Akan tetapi keluarganya tidak cukup mampu untuk membelikannya.

Lyra menggelengkan kepala untuk mengusir segala pikiran buruknya. Tidak seharusnya ia membandingkan dirinya dengan orang lain. Ia bisa sekolah saja sudah Alhamdulillah. Apalagi jurusan yang ia ambil membutuhkan cukup banyak biaya. Untuk praktiknya saja Lyra harus menunggu beberapa hari setelah perintah dari guru karena memang keluarganya tidak cukup mampu.

Gadis dengan rambut dikucir itu menghentikan sepedanya di depan gerbang sebuah gedung. Lyra melihat sekeliling gedung itu. Suasana pagi ini cukup sepi membuat bulu kuduk Lyra seketika berdiri. Meskipun jika dilihat dari raut wajahnya yang terlihat galak serta judes, tetap saja rasa takut itu menetap pada diri Lyra.

Lagi-lagi semua kenangan berputar di kepalanya. Di depan sana, terdapat gedung yang dulunya tempat ia bertemu dengan dia. Dia yang kini entah di mana keberadaannya. Dia yang sudah menciptakan banyak sekali cerita. Namun, dia juga yang menghancurkan segala harapannya.

Lamunannya terhenti ketika ada seseorang yang kini berdiri di depannya. Seorang remaja dengan seragam yang serupa dengan gadis itu. Hanya saja berbeda jenis kelamin. Menampilkan senyum yang terlihat menyebalkan di mata Lyra.

“Ngapain lo di sini?” pertanyaan yang terdengar judes di telinga orang lain. Namun, tidak dengan orang itu. Justru menurutnya, suara Lyra itu sangat lucu hingga membuatnya gemas.

“Nungguin lo,” ujarnya masih dengan senyuman.

“Jijik gue.” Lyra kembali mengayuh sepedanya menjauhi cowok yang bernama lengkap Vega Alfarel Anando itu.

Tidak tinggal diam, Farel mengikuti Lyra dengan mengendarai motornya yang melaju sangat pelan. Niatnya tentu saja supaya Farel bisa menyamakan langkahnya dengan Lyra.

“Lo ngapain tadi di depan gedung kosong itu?”

Gedung yang Lyra amati tadi memang hanya sebuah gedung kosong yang sudah lama sekali tidak digunakan.

“Bukan urusan lo.” Lyra terus saja mengayuh sepedanya dan fokus ke jalan agar tidak terjatuh jika ada lubang.

“Woe, lo nggak capek apa naik sepeda?” tanya Farel mencoba mencari topik pembicaraan. Namun gadis yang ia ikuti itu justru semakin kencang mengayuh sepedanya.

“Mending sepedanya lo titipin aja. Ntar gue boncengin.”

Lyra terus saja mengabaikan ucapan Farel. Gadis itu terus saja mengayuh sepedanya. Sesekali tangan kirinya mengelap keringat yang menetes.

“Bareng gue apa susahnya sih, Ra? Lo nggak bakalan jadi bego kalo bareng gue.”

Farel seketika menghentikan laju motornya karena Lyra juga menghentikan sepedanya. Dengan keringat yang bercucuran serta tatapan mata yang memang tidak bersahabat. Lyra menatap Farel beberapa detik.

“Berhenti gangguin gue! Atau gue bakalan benci sama lo.”

Farel menatap balik gadis itu. “Lo mau benci gue juga nggak masalah. Karena menurut gue, benci adalah awal mula dari cinta dan gue bakalan nunggu sampai rasa itu ada pada diri lo.”

Seketika Lyra mengutuk dirinya sendiri. Sudah tahu kemarin Farel selalu menghubungkan rasa benci dan cinta. Malah sekarang Lyra lagi-lagi memberi ancaman yang sama.

“Serah lo.” Setelah mengatakan itu, Lyra kembali mengayuh sepedanya untuk ia bawa ke halaman sekolah. Memang jarak antara gedung tempat berhentinya tadi tidak jauh dari gedung tempat Lyra bersekolah.

Di sisi lain, Farel memperhatikan Lyra yang semakin menjauh. Ia tidak bisa masuk ke gedung jurusan busana kali ini. Karena memang hari ini, kelasnya tidak ada jadwal. Farel masih memperhatikan Lyra hingga kini gadis itu tidak terlihat lagi. Sebuah senyum tipis terbit di wajah cowok itu.

“Gue nggak bakalan nyerah buat dapetin lo.”

Farel pun melajukan motornya menuju gedung satu, atau lebih tepatnya jurusan otomotif. Hanya butuh waktu tiga menit untuk sampai di gedung satu.

Tanpa Farel sadari, ada seseorang yang memperhatikan Farel dan menunggu Farel pergi dari gedung itu.

"Sampai kapan lo kayak gini. Nggak capek apa ngejar-ngejar orang yang bahkan nggak pernah ngelirik lo?"

***

Hai hai
Selamat bertemu lagi dengan Farel dan Lyra. Aku harap, semoga kalian masih stay ya. Maaf kalo ceritanya mungkin masih berantakan.

Jangan lupa vote and koment. Krisar dari kalian sangat membantu.

Makasih

Salam hangat,

naa
Minggu, 10 April 2022

The Secret • (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang