• 003/365 •

42 19 15
                                    

"Benci adalah awal dari cinta dan gue menunggu waktu itu tiba."

_______________

Bel masuk pergantian jam baru saja berbunyi. Seorang gadis yang duduk sendirian itu tengah menahan sakit pada perutnya. Siapa lagi jika bukan Lyra Aurelia. Saat istirahat pertama tadi, Lyra belum memakan makanan apa pun.

Tak sengaja matanya melihat ke arah luar kelas. Matanya menangkap segerombolan siswa yang datang dari luar gedung. Sudah dipastikan bahwa kali ini kelas jurusan lain akan menggunakan fasilitas yang ada di gedung jurusan busana.

Mood-nya turun ketika menyadari jika yang datang adalah rombongan kelas Farel.

"Ngapain harus sekarang, sih." Istirahat kali ini, Lyra tidak bisa tenang. Namun, jika nanti ia tidak ke kantin, perutnya akan tambah sakit.

Lyra kembali memfokuskan dirinya pada guru yang tengah menjelaskan. Meskipun sedang lapar, ia tidak boleh mengabaikan gurunya itu. Beberapa saat kemudian, gurunya menyuruh untuk mengerjakan beberapa soal dengan materi yang beliau jelaskan.

Tak terasa, bel istirahat kedua sudah berbunyi. Seketika kelas menjadi cukup ramai. Setelah wanita paruh baya itu keluar dari kelas, saat itu pula satu kelas berhamburan. Lyra memasukkan buku tulis miliknya ke dalam tas. Sebelum keluar kelas, Lyra memikirkan sesuatu. Ia tidak mau bertemu dengan Farel.

Bisa saja sekarang Lyra tidak usah ke kantin dan hanya memakan bekal yang ia bawa dari rumah. Namun, kali ini Lyra tidak membawa minum. Bagaimana jika nanti ia tersedak? Mau minta tolong ke siswi lain yang tengah lewat di depan kelasnya, tapi ia tidak berani. Ah, sudahlah. Ia makan pelan-pelan pasti tidak akan tersedak.

Gadis itu mengeluarkan kotak nasinya yang berwarna biru itu. Ia membuka penutupnya. Siang ini, Lyra membawa bekal nasi serta sayuran yang tadi pagi ia masak. Lyra memakan nasinya dengan keadaan sepi karena memang satu kelas tengah berebut membeli makanan di kantin. Hingga terdengar suara seseorang membuat Lyra langsung saja tersedak.

"Makan tuh pelan-pelan." Orang itu meletakkan sebotol air mineral dingin di hadapan Lyra.

Sedangkan Lyra hanya melihatnya tanpa berniat mengambil. Gadis itu berdehem pelan untuk mengurangi rasa sakit di tenggorokannya.

Orang itu menggeser botol air mineral agar lebih dekat dengan Lyra. "Nggak usah gengsi. Minum aja. Dari pada lo mati gara-gara keselek kan nggak lucu. Entar nih sekolah jadi angker lagi."

Dengan ragu, Lyra mengambil air mineral itu dan meneguknya hingga tenggorokannya tidak lagi sakit.

"Makasih," ujar Lyra tanpa melihat wajah Farel. Ya, orang yang baru saja datang dan memberinya minum adalah Farel.

Farel menarik kursi yang ada di samping Lyra lalu duduk tanpa ijin terlebih dahulu. "Gue tungguin juga di kantin. Eh ternyata lo malah di kelas."

Entah kenapa, Lyra tidak suka jika Farel duduk di sampingnya. Memang kursi itu kosong, tapi ia merasa marah kali ini. Ia menutup kotak nasinya yang masih terisi makanan. Lalu meletakkan di laci mejanya.

"Ngapain lo duduk di situ?"

"Nungguin lo," ujar Farel dengan entengnya.

Lyra mengeluarkan uang sakunya dan meletakkan di hadapan Farel. "Buat ganti air minum yang udah lo kasih. Sekarang pergi lo dari sini."

Farel menatap uang itu beberapa detik. Bukannya mengambil, Farel malah menggeser uang itu ke hadapan Lyra. "Gue ikhlas ngasihnya. Duitnya lo simpen aja."

"Nggak. Gue masih bisa beli minum sendiri." Lyra kembali menggeser uang itu.

"Gue juga tahu lo bisa beli minum sendiri. Jadi, mending uang ini lo simpen." Lagi-lagi uang itu kembali bergeser di hadapan Lyra.

Lyra manatap Farel yang tengah duduk dengan santainya. "Lo mau ngambil nih uang atau gue makin benci sama lo?!"

"Benci ya?" Cowok itu mengubah posisi duduknya menjadi menyamping. Sikunya ia tumpukan pada sandaran kursi. "Setau gue, benci itu awal dari cinta." Farel menghentikan ucapannya beberapa saat.

"Sebenarnya nggak papa sih lo benci gue. Yang rugi juga lo sendiri. Sedangkan endingnya? Untung di gue. Karena bisa aja rasa benci lo berubah jadi cinta. Dengan sangat bahagia, gue akan menerima saat lo minta tanggung jawab buat macarin lo."

Lyra yang mendengarnya hanya terdiam. Bisa-bisanya cowok seperti Farel berpikir sampai di sana. Padahal kan niat awalnya supaya Farel mau mengambil uang itu. Akan tetapi, sepertinya Lyra salah ngomong.

"Nggak jelas."

"Minta dijelasin?" tanya Farel.

Dengan cepat, Lyra menjawab, "Nggak perlu. Makasih. Sekarang lebih baik lo pergi dari sini."

"Bel belum bunyi. Gue keluar kelas kalo bel bunyi."

"Duduk di kursi depan sono. Ngapain di sini." Selalu saja Lyra bersikap judes jika berbicara dengan Farel. "Mau ngapain juga terserah lo. Yang penting pindah sono lo," lanjutnya.

Farel mengedikkan bahunya acuh. Namun, tak urung cowok itu berdiri dari tempat duduknya. Farel melihat Lyra yang tengah melihat ke luar jendela.

"Gue mau ngambil uang itu, asal nanti pulang sekolah pulang bareng gue. Pilih mana?"

Lyra mengalihkan tatapannya ke cowok itu. Tanpa ragu, Lyra langsung saja mengambil uang tersebut. "Ogah. Mending gue ngambil uangnya dari pada harus pulang sama lo. Makasih."

"Kampret." Farel berjalan ke arah kursi guru.

Lyra sedikit lega kali ini. Meskipun makhluk menjengkelkan itu masih berada di kelas ini. Ia kembali memakan nasinya. Setidaknya beberapa suap lagi agar perutnya tidak terlalu perih. Hingga beberapa siswi datang memasuki kelas itu.

"Lo nggak capek apa, Rel?" ujar seorang gadis dengan rambut lurus yang diurai itu. Gadis itu duduk di kursinya yang tepat berada di depan meja guru. Otomatis, kini gadis itu duduk di depan Farel.

Farel yang mendengarnya mengerutkan alisnya, "Capek kenapa?"

"Hmm." Bukannya menjawab, gadis itu malah mengedikkan bahunya acuh. Lyra yang mendengarnya hanya terdiam dan segera menutup bekal nasinya.

Lyra beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kelas tanpa ada siapa pun yang ia sapa. Karena memang gadis itu tidak memiliki teman sama sekali. Boro-boro teman, nama siswi yang satu kelas dengannya saja Lyra tidak sepenuhnya hafal. Entahlah, Lyra tidak terlalu peduli dengan itu.

Lyra memutar kran agar air bisa keluar. Gadis itu mulai membasahi tangannya. Lyra berwudu dengan urutan yang sesuai. Setelah selesai berwudu, gadis itu memasuki musala. Ia cukup tertegun ketika menyadari Farel juga berada di sana. Bukan karena Farel anak jurusan lain, melainkan karena Farel termasuk siswa yang berandalan.

"Sekarang bukan waktu berdebat. Lo boleh nggak suka sama gue, tapi jangan larang gue buat menunaikan perintah-Nya," ujar Farel melihat Lyra yang kini tambah tertegun.

"Dasar, aneh."

***

Halooo
Apa kabar? Semoga tetep sehat ya
Setelah sekian lama kagak up, akhirnya bisa up juga xixi

Salam hangat

naa_
Selasa, 18 Januari 2022

The Secret • (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang