Bunda, Elang

1.1K 181 5
                                    

Dan kenyataan itu, sedikit membuat gue terluka. Pelukan hangat bunda dan ayah
-Elang Devon Ravandra

P

elajaran terakhir sudah selesai, bel pulang sudah berdering lima menit yang lalu. Diparkiran sedang banyak murid untuk pulang dengan kendaraan masing-masing, atau menunggu jemputan.

"Elang," sapa seseorang, membuatnya menoleh dan menaikan kedua halisnya seolah mengatakan 'apa'.

"Nebeng?" tanya Elang, yang segera diangguki oleh Embun.

"Tadinya mau nebeng ke Argan tapi_"

"Naik!" Perintahnya, tanpa mendengar ucapan, Embun.

Embun segera menaik, kemotor Elang. Dan Elang segera melajukan motornya.

"Eumm.. gu-"

"Didepan ada supermarket, sabar" ucap Elang, karena Elang tau pasti Embun minta dibelikan youghert, itulah kebiasaan Embun saat nebeng.

"Makasih Elang," ucap Embun dengan senyum tipisnya yang hanya diangguki oleh Elang.

Saat sudah sampai Elang segera memarkirkannya dan masuk ke supermarket, tanpa bertanya dulu mau berapa pada Embun.

"Mandiri banget" ujar Embun, terkekeh sendiri.

Sepuluh menit Embun menunggu, akhirnya Elang sudah datang membawa sebuah keresek yang isinya youghert.

"Nih,"

"Makasih, waw belinya sepuluh. Bagus" ucap Embun dengan senyumnya.

"Lebay! Ga pantes" ujar Elang, Embun tidak merespon, ia langsung menenguk youghert yang diberikan Elang.

Lima menit, Embun sudah menghabiskan sembilan botol. Ini doyan apa kehausan? Batin Elang.

"Yah.. tinggal satu" ujar Embun dengan nada lesu.

"Nanti lagi belinya, gue mau bawa lo kesuatu tempat, cepet naik!" perintah Elang, Embun segera beranjak dari duduknya.

"Kemana?" tanya Embun.

"Gak usah banyak tanya! Naik cepet," perintah Elang, Embun hanya menurut saja.

Tidak ada percakapan sama sekali, tapi otak Embun terus saja berpikir keras. Kemana Elang akan membawanya?

"Ayo turun," ujar Elang, Embun segera turun dari motor Elang.

"Gue mau kenalin, lo ke bunda sama ayah" ucap Elang, yang sedikit membuat Embun terharu.

Elang segera menggenggam tangan Embun, menuntunnya untuk mengikuti langkah Elang. Sebelum kemakam, Elang membeli air dan bunga.

"Assalamualaikum Bunda, Elang bawa seseorang" ucap Elang, saat sudah sampai dirumah terkahir ayah dan bundanya. Elanv segera berjongkok, yang diikuti oleh Embun.

Embun menatap Elang dengan tatapan yang sulit diartikan, ia membantu Elang untuk membersihkan makam bunda dan ayahnya.

"Bunda, ayah kenalin dia Embun. Anak paling antagonis disekolah" ucap Elang, dengan senyum tipisnya.

"Hallo bunda, ayah. Kenalin aku Embun," ujar Embun yang sedikit bergetar.

"Bunda sama ayah pasti seneng,"

"Bun, ayah Elang kangen banget sama kalian" ujar Elang, membuat Embun segera menoleh dan mengeluarkan butiran air mata.

"Bunda sama ayah kangen Elang gak?" tanya Elang.

"Bunda sama ayah pasti kangen sama lo Lang. Doain mereka biar tenang disana, jangan sedih karena lo gak sendiri. Ada gue juga yang merindukan sosok orang tua" ucap Embun, membuat Elang menoleh dan menatapnya.

"Dan kenyataan itu, sedikit membuat gue terluka. Pelukan hangat bunda dan ayah" ucap Elang, membuat Embun sedikit bergetar.

"Bunda, dia sebenarnya baik. Tapi sikap antagonisnya yang membuat dia terlihat menyeramkan" ucap Elang yang sedikit terkekeh.

"Apa maksud Lo! Gue menyeramkan!" tanya Embun, yang sedikit menaikan nada bicaranya.

"Bun, yah lihat ini sikap aslinya. Galak" ucap Elang, membuat Embun terdiam dan menggerutu kesal.

Elang segera beranjak dari jongkoknya " udah yu, pulang udah sore" ucap Elang, yang diangguki oleh Embun.

Saat dalam perjalanan Elang ataupun Embun tidak membuka suaranya, Elang memas es! batin Embun sebal.

"Lang," ucap Embun, membuka suaranya, Elang hanya menoleh sekilas seolah bertanya 'apa'.

"Lo gak capek, jadi es?" tanya Embun gaur.

"Apasi," jawab Elang dingin.

"Lo jangan dingin-dingin lah, susah cairinnya" ucap Embun lagi, bantuin dong gaes?

Tidak ada respon dari Elang, membuat Embun menggerutu dalam hati saking sebalnya.

Tidak terasa Elang dan Embun sudah sampai dirumah Embun.

"Seperti biasa, jangan nebeng! Gue ada bimbingan sekarang" ucap Embun, Elang seolah-olah tidak peduli dengan ucapan Embun.

"Gue-" belum sempat Embun menjawab, Elang sudah melajukan motornya tanpa mendengar ucapan Elang.

"Burung Elang! Nyebelin lo!" teriak Embun, dia sangat kesal sekarang.

"Eh, Embun udah pulang" tanya Elice yang sedikit membuat Embun terkaget.

"Eh, ibu hhe. Iya Bu, baru aja sampe" ucap Embun, dan segera Salim.

"Siapa tadi? Pacar?" tanya Elice.

"Doain aja Bu" ucapnya sedikit terkekeh.

"Astagfirullah, boong bu. Dia temen Embun" elak Embun, setelah sadar apa yang dia katakan.

"Haha, tidak apa-apa Embun. Itu normal untuk seusia kamu," ucap Elice sedikit terkekeh, membuat Embun menggaruk kepala tak gatal.

"Yaudah Bu, aku masuk dulu. Kalo waktunya pembimbingan ibu bisa panggil Embun diatas" ucap Embun, yang diangguki oleh Elice.

Embun segera masuk kedalam rumah, ada sedikit rasa tenang dihari Elice saat melihat putrinya itu bahagia dengan hal kecil seperti ini.

"Semoga laki-laki itu, bisa membahagiakan kamu dan menjaga kamu nak. Dia mengantikan posisi ayah, yang sama sekali tidak memperlakukanmu seperti anaknya" ucap Elice, sedikit bergetar.

"Putri bunda udah besar ya.."

TBC
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Luka_10

Embun (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang