Sang mentari baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur, kontras dengan suara kokokan ayam yang sontak membuatku terbangun. Rasanya berat untuk beranjak dari kasurku lantaran aku kurang tidur. Berkali-kali aku mencoba untuk tidur, namun berkali-kali pula aku gagal memejamkan mata.
Pagi ini, seperti pagi biasanya. Tidak ada yang istimewa, dan bagiku sama saja seperti hari-hari sebelumnya. Seperti biasa, kegiatan rutinku adalah bersekolah, menggembala, lantas pulang saat senja. Aku tak masalah sebetulnya. Namun melihat anak-anak desa yang bersekolah di kota, membuatku iri dibuatnya.
"Makanya, kamu belajar yang pintar. Agar impianmu bisa bersekolah di kota terwujud."
Itulah kata-kata Bunda yang selalu kuingat setiap hari. Bunda benar, aku harus rajin belajar agar dapat melanjutkan sekolahku di kota.
Tett.. tett.. tett..
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kini kegiatan belajar mengajar telah usai dengan begitu cepatnya. Rutinitasku selanjutnya adalah menggembala sambil membawa buku kecil yang kugunakan untuk mencatat ide yang begitu saja terbesit di otakku. Syukurlah, hari ini lumayan banyak ide yang kudapat.
"Hai," sapa seseorang yang sama sekali tak kukenal sebelumnya.
Perawakannya tinggi, dan ia jelas memiliki paras yang tampan. Mungkin ia selisih beberapa tahun di atasku. Dari penampilannya seperti anak kota, membuatku kembali teringat dengan impianku untuk bersekolah di kota.
"Kamu sendirian?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk menanggapinya, sambil terus menggoreskan pensilku dan menciptakan beberapa rangkaian kata abstrak yang hanya aku seorang dapat mengetahui artinya.
"Kamu sering menggembala di sini?" tanyanya, dan aku kembali mengangguk.
"Apa kamu tidak bersekolah?"
Aku menghentikan aktivitas menulisku, lantas menatap pria itu tepat pada manik netranya.
"Sudah pulang sekolahnya. Kamu sendiri, apa tidak bersekolah?"
Bukannya menjawab pertanyaanku, ia malah tertawa. Kini aku sukses dibuat bingung oleh pria itu.
"Ini akhir tahun, bukan? Sekolah libur pada akhir tahun. Tapi, mengapa sekolahmu tak diliburkan?"
Ia benar. Harusnya sekolah-sekolah diliburkan lantaran sudah memasuki musim liburan akhir tahun. Aku berpikir sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk kulontarkan kepadanya. Setelah menemukan kata-kata yang tepat, aku pun lantas menjawab dengan senyum yang kuperlihatkan kepadanya.
"Sekolahku berbeda dengan sekolah yang lain. Sekolahku akan tetap masuk walaupun sekolah lainnya diliburkan. Namun, tak sedikit siswa yang sengaja memboloskan diri ketika sekolah kami sendiri yang masuk, sedangkan sekolah lainnya libur. Jadi, ya, aku memutuskan untuk selalu hadir di sekolah. Karena impianku, aku ingin dapat bersekolah di kota."
KAMU SEDANG MEMBACA
You and My Dreams
Novela Juvenil‼️PINDAH KE KARYAKARSA‼️ Laksita Embun Pranadipta tidak pernah menyangka jika ia akan dipertemukan dengan sosok Arkan Deo Mahardika--mahasiswa dari kota--yang menyelamatkannya dari sebuah tragedi gila. Lae dijual oleh bundanya kepada sang juragan ka...