Aku pulang ke rumah tatkala sang mentari telah beranjak ke atas. Bunda menyambutku dengan tatapan tajam yang sulit kuartikan. Apakah Bunda mengetahui jika aku bertemu dengan Deo tadi?
Tanpa aba-aba, Bunda langsung mencekal tanganku, lantas menariknya hingga aku hampir tersungkur. Dengan kasar, Bunda terus menarik tanganku hingga kami tiba di kamarku. Bahkan Bunda langsung menghempaskanku begitu saja, membuatku terjatuh di lantai yang beralaskan tanah dingin ini.
“Apa yang kamu pikirkan, Lae?! Kamu masih saja berhubungan dengan anak dari kota itu?! Kalau sudah begini, sudah dapat dipastikan kamu tidak Bunda izinkan sekolah di kota!”
Deg.
Mendengar penuturan Bunda benar-benar membuatku begitu terpukul. Apa salah Deo sebenarnya? Mengapa Bunda benar-benar tidak mengizinkan aku berteman dengannya? Bahkan Bunda sampai memberi ancaman untukku hanya karena aku berteman dengan Deo.
“Bunda sangat kecewa, Lae! Bunda kecewa!”
Aku hanya dapat menggelengkan kepalaku pelan. Ingin sekali rasanya aku mengatakan kepada Bunda jika aku juga kecewa dengannya. Namun aku tidak ingin menjadi anak durhaka. Aku hanya bisa memendamnya saja.
“Kamu Bunda kurung di kamar sampai besok pagi! Pagi-pagi sekali kamu sudah harus ikut Bunda pergi!”
Kali ini netraku terbelalak sempurna. Apa yang dikatakan Bunda sama sekali tidak masuk akal. Jika aku sudah tidak diizinkan melanjutkan sekolah ke kota, seharusnya aku juga tidak mendapatkan hukuman berupa kurungan dan harus ikut dengan Bunda besok. Ditambah lagi aku juga tidak tahu mau kemana Bunda membawaku pergi besok.
“T-tapi, Bunda ...” Aku mengusap air mata yang mulai luruh tanpa aba-aba, dan berusaha untuk memperjelas penuturanku. “Bunda mau membawaku kemana?”
Bukannya menjawab, Bunda malah berlalu dan langsung menutup pintuku begitu saja. Bahkan dapat kudengar suara ceklekan pintu yang berarti Bunda mengunciku dari luar. Aku hanya dapat melipat kedua kakiku dan memeluknya erat-erat. Tangisku kian menjadi, seolah tak habis pikir dengan apa yang Bunda lakukan kepadaku.
***
Sepanjang malam, aku hanya dapat menangis dan memikirkan sesosok pria yang beberapa hari ini mengisi hari-hariku. Aku masih mengingat betul ucapannya di padang rumput jika ia akan membantuku. Hari ini ia akan pergi ke rumahku pagi-pagi untuk menemui Bunda. Ia ingin mencoba untuk membujuk Bunda agar berubah pikiran.
Namun sampai sekarang Deo belum menampakkan batang hidungnya, sementara Bunda sudah menitahku untuk cepat-cepat menyelesaikan sarapanku. Bahkan Bunda pun menyuruhku untuk memakai baju yang bagus. Entah apa yang Bunda rencanakan, dan entah kemana aku akan dibawa, yang jelas perasaanku menjadi tidak enak sekarang.
“Cepatlah, Lae! Jangan buat orang menunggu!”
Aku hanya mengangguk dengan lemah dan bergegas menghabiskan makananku. Dapat kulihat jika raut wajah Bunda sekarang menunjukkan raut wajah gelisah namun juga dengan sorot netra yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and My Dreams
Novela Juvenil‼️PINDAH KE KARYAKARSA‼️ Laksita Embun Pranadipta tidak pernah menyangka jika ia akan dipertemukan dengan sosok Arkan Deo Mahardika--mahasiswa dari kota--yang menyelamatkannya dari sebuah tragedi gila. Lae dijual oleh bundanya kepada sang juragan ka...