Tengah malam Xiao Zhan terbangun, seakan sesuatu menariknya paksa dari mimpi yang sedang ia selami. Mimpi yang aneh, di mana ia tak bisa melihat dengan kedua matanya. Namun, bisa mendengar suara yang berbisik di belakangnya.
"Wang Yibo ...." Suara itu juga menyebutkan nama suaminya.
Xiao Zhan mengusap wajahnya, melirik ke arah nakas, tepat jam dua belas malam. Separuh jiwanya masih belum terkumpul semua. Ia masih harus menggerakkan kepala sebentar, sebelum akhirnya bangun menuju dapur.
Rasa haus setelah mimpi aneh tadi, membuatnya harus bangun mengambil air untuk meredakannya. Sambil membawa ponsel ia turun ke dapur, mengecek ada tidaknya pesan dari sang suami.
Zhan harus mengembuskan napas kasar, ketika aplikasi chat miliknya hanya dipenuhi notifikasi dari grup chap penggemar dan pesan dari Lusi, asistennya. Namun, ada satu pesan dari nomor tak dikenal. Penasaran, Zhan membukanya. Membacanya pelan-pelan.
-Aku senang bisa berjumpa lagi denganmu, kita punya kisah yang belum tuntas dulu. Tapi kurasa sekarang kau sudah memiliki masa depan yang lebih baik.
Xiao Zhan melihat foto profil pengirim pesan, ia menduga itu adalah Li Jiangheng.
Xiao Zhan ragu untuk membalas, ini jam 12 malam. Sangat aneh jika ia terlihat online di saat tengah malam. Namun, ia terlanjur membuka dan membaca pesannya.
Tak ingin ambil pusing, Xiao Zhan menonaktifkan ponselnya. Ia membawa botol air ke atas, menuju kamarnya. Suara Yiyi yang mengigau membuat langkah Zhan terhenti untuk melihat keadaan anak sulungnya.
Pintu dibuka perlahan, Xiao Zhan mengintip dari balik pintu melihat ke arah ranjang yang remang-remang. Wang Yiyi terlelap, sesekali mendengkur halus. Ia pasti kelelahan setelah mengikuti ekstrakurikuler taekwondo di sekolahnya.
Kaki Xiao Zhan berselonjor di atas ranjang, dengan kepala bersandar pada dipan. Bermodalkan cahaya lampu tidur, Xiao Zhan membuka lembaran novel, yang sudah ia tarik dari rak buku di sebelah lemari pakaiannya.
Biasanya sebuah buku dan tulisan bisa mengalihkan pikiran Zhan. Ia akan tenggelam dalam rangkaian kalimat dan pragraf yang menyusun sebuah cerita. Malam ini, cerita-cerita dalam pikirannya menyusun pragrafnya sendiri.
Tidak biasanya ia merasa segelisah ini. Alam bawah sadarnya langsung mengingat Wang Yibo. Suaminya yang sedang berada di luar kota. Kekhawatiran Zhan pada Yibo bukan soal perselingkuhan. Melainkan keselamatan.
Zhan khawatir sesuatu terjadi pada suaminya. Seringnya kecelakaan pesawat disiarkan di berita, membuat Zhan sedikit paranoid.
Karena rasa cemas yang makin menjadi. Xiao Zhan meletakkan bukunya. Mengambil kembali ponsel dan menghidupkannya.
Aplikasi chatting milik Zhan, menandakan Yibo sedang online tengah malam. Sebab rasa ingin tahunya sebagai seorang istri, Zhan bertanya padanya dengan kata yang lumrah diajukan seorang istri.
"Kenapa belum tidur?"
Dua menit Zhan menunggu, pesannya tak juga centang biru.
.
.Wang Yibo menaikkan kakinya, ia mengambil bantal kecil berbentuk kepala kelinci, milik Yiyi yang selalu ada di mobilnya.
Yibo membuka kap mobil otomatis, memperlihatkan langit malam yang dipenuhi bintang. Suara ponsel yang bergetar tak ia hiraukan.
Memikirkan hal yang rumit, kisah-kisah yang sebenarnya tak perlu diungkit adalah kebiasaan Yibo atau penyakit.
Ia pengecut yang bersembunyi di balik topeng dingin dan sikap irit bicara. Ia pria yang tak berani mengakui apapun yang menyangkut perasaan. Ia selalu menghindari masalah dengan diam, mengasingkan diri, membangun tembok tinggi bahkan tak membiarkan istrinya sendiri mengganggunya.
Yibo tidak menyalahkan siapapun atas kesalahan masa lalu. Bukan takdir, bukan pula wanita itu. Dirinyalah yang menjadi penyebabnya. Terlalu naif jika ia menyebut dirinya saat itu masih muda dan lumrah untuk melakukan kekhilafan atas nama usia remaja.
Setidaknya, lebih banyak populasi remaja seusianya saat itu yang bisa bertingkah baik, tidak membangkang, dan tidak menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang.
Jika waktu bisa diulang, Yibo mungkin memilih tak pernah terlahir di bumi. Jika yang tertulis dalam takdirnya, hanyalah perbuatan yang memalukan.
Yibo mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Angin dingin mulai tak memberinya kompromi. Yibo sadar, merenung di alam terbuka bisa menjernihkan pikirannya. Tapi ia lupa, tubuhnya juga butuh ketenangan.
Kap mobil kembali ia tutup, juga menutup segala mimpi buruk yang mulai mendatanginya kembali. Ia akan menghindarinya seperti biasa. Lari dan lari sejauh yang ia bisa.
Meski orang-orang terdekatnya yang jadi korban. Yibo akan terus menghilang hanya untuk mencari ketenangannya sendiri. Bagi orang lain, Yibo egois, sangat egois. Bagi Yibo sendiri, itu adalah cara terbaik untuk menghindari luka baru yang mungkin ia timbulkan pada orang lain, saat dirinya sedang kacau.
Bagaimana menurut kalian?
.
.Xiao Zhan menggeliat, oleh segaris cahaya yang melewati celah jendela. Tangannya menepuk ranjang di sebelahnya. Kosong.
Xiao Zhan menarik napas kasar, dan mengembuskannya dengan suara lemah. Ia tahu Yibo belum pulang, kebiasaannya setiap pagi, membangunkan Yibo dengan pelukan. Membuatnya tak sadar jika Yibo tidak bersamanya semalam.
Xiao Zhan memutar kepalanya, melihat jam digital yang menunjuk angka enam. Ia sedikit kesiangan hari ini. Mimpi semalam membuatnya kelelahan. Hingga pagi pun, bayangan mimpi itu dan suara-suara yang memanggil nama suaminya masih melekat di kepala.
Xiao Zhan beringsut turun, memakai sandal merah berbulu dengan hiasan berbentuk hati. Ia tersenyum melihatnya, teringat bagaimana manjanya Zhan saat meminta Yibo membelikan sandal murah itu di pinggir jalan.
Ia tertarik pada warna dan bentuknya. Juga sengaja memberi kode pada suaminya agar sesekali memberinya kejutan romantis, meski itu bukan barang yang mahal.
Zhan tersadar sepenuhnya dari lamunan, saat si sulung Wang Yiyi mengetuk pintu kamarnya.
"Papa!" panggilnya.
Xiao Zhan bergegas bangkit dari tepi ranjang, setengah berlari menuju pintu.
Wajah Wang Yiyi yang pucat menyambutnya, terlihat kedua mata gadis itu kemerahan, dengan kantong mata di bawahnya. Sepertinya si sulung sedang tak enak badan.
Xiao Zhan kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya di atas nakas persegi. Dengan tergesa menencet nomor ponsel suaminya di sana. Namun, untuk kesekian kali. Xiao Zhan harus menelan kecewa.
Ponsel Wang Yibo dijawab oleh suara perempuan yang ramah.
The number you are calling is not active ....
Xiao Zhan mendesah kecewa. Entah apa yang membuat suaminya lagi-lagi mematikan daya ponselnya?
Menyendiri?
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Book Hasn't End(tamat)
FanfictionXiao Zhan tidak menyangka, jika buku best sellernya akan menjadi kisah suaminya. Wang Yibo dan masa lalunya yang kelam. Bisakah Xiao Zhan menuliskan akhir kisah rumah tangganya bersama Yibo menjadi bahagia?