Bertepatan dengan hari libur, saat Xiao Zhan membawa Yiyi ke sebuah klinik yang sedang tutup. Ia sedikit kerepotan dengan Lily yang berada di gendongannya.
Dalam situasi sperti ini, ia benar-benar membutuhkan kehadiran Wang Yibo. Dari semalam hingga pagi tadi, Yibo dan ponselnya tak bisa dihubungi. Ini bukan pertama kali, suaminya mengabaikan Zhan.
Kadang demi kesibukan, demi pekerjaan, demi hobinya, dan yang paling sering demi perasaan Yibo sendiri, yang menganggap mengasingkan diri adalah solusi dari semua permasalahan yang ada.
Tapi tidak dalam situasi seperti ini, di saat puteri mereka sakit. Klinik tutup, supir yang sedang libur, dan baby sitter yang pamit menemani mertuanya yang sakit.
Satu-satunya nama yang terlintas dalam pikiran Xiao Zhan adalah Zhao Lusi, aistennya. Sebenarnya Zhan sendiri tak yakin, sepagi ini Lusi akan bangun dan datang ke tempatnya secepat mungkin.
Jika hari libur, Lusi hanya akan menghabiskan waktunya untuk tidur, hingga siang hari. Bangun untuk makan, kemudian mendekam di kamar hingga hari berikutnya.
Xiao Zhan tak putus asa, ia mencoba sebagai usaha terakhirnya untuk menghubungi sang suami.
Tidak dapat dipercaya, waktu yang menunjukkan jam 8 pagi sama sekali bukan pertanda Yibo sudah bangun dan mengaktifkan ponselnya.
Xiao Zhan menghembuskan napas kasar, menggerutu dalam hati. Tentang bagaima egoisnya seorang Wang Yibo. Ia menenangkan diri tanpa peduli apa yang terjadi di belakangnya. Jika begini, meski Zhan mati pun, Yibo tak akan tahu kabarnya.
Kesabaran Zhan mulai habis, saat Yiyi kini mulai muntah-muntah di trotoar. Xiao Zhan menahan rasa kecewa yang hampir membuat wajahnya banjir air mata. Namun, di depan kedua buah hatinya ia tak boleh lemah.
Pesan yang Zhan kirim dari Lusi, masih belum terbaca. Dengan perasaan yang kacau, Zhan membimbing kedua puterinya masuk ke mobil.
Ia mencari daftar nama dalam kontaknya. Sebuah harapan muncul, saat ia melihat nama seorang dokter yang menjadi salah satu fans-nya. Pembeli setia karya-karya yang dihasilkan Xiao Zhan.
Dengan satu tarikan napas panjang, dan harapan yang ia panjatkan. Xiao Zhan memencet nomor itu. Berdoa dalam hati, berharap sang dokter sedang senggang.
.
.Sudah lama sepuntung rokok tidak terselip di bibir tipis Wang Yibo. Sudah lama pula, ia tidak mengalami insomnia seperti hari ini, hingga tidak merasakan yang namanya tidur hingga pagi.
Yibo melihat matahari sudah seperempat naik. Tempat duduknya mulai panas. Ia beringsut menggeser tubuhnya ke kursi samping kemudi, menghindari silaunya matahari.
Yibo membuang puntung rokoknya ke sisi jalan, sebelum akhirnya memutuskan kembali ke hotel untuk berkemas. Ia harus check out sebelum jam 12 siang.
Kendaraannya melaju sedikit lamban. Yibo mengemudi dengan mata fokus ke jalan. Namun, pikiran berlalu lalang. Satu peristiwa lama, sudah cukup membuat hidup Yibo yang tenang bagaikan danau, membentuk riak besar seakan sebuah pesawat jatuh ke atasnya.
Yibo memasuki kamarnya sedikit tergesa, ia seperti terpanggil akan sesuatu. Dengan sedikit waktu yang tersisa, ia berusaha memanfaatkannya.
Pulang saat sore dan sampai saat larut malam, sudah hal biasa bagi istrinya. Ia tentu tak akan mempermasalahkan itu. Yibo juga tak perlu mengabarkan jika ia pulang sedikit telat hari ini. Ia tahu Xiao Zhan akan mengerti. Zhan selalu begitu, memaklumi.
Setelah merendam tubuhnya sebentar di bak mandi. Yibo melihat wajahnya di cermin kamar mandi, lebih lama dari biasanya.
Ia teringat wajah yang sama, 13 tahun yang lalu. Wajah tampan yang tidak bisa ditolak pesonanya oleh banyak wanita. Wajah menawan dengan stamina yang kuat di ranjang.
Mungkin Tuhan telah mengambil beberapa kenikmatan dan kebanggaan yang dulu pernah dimiliki Yibo. Ia mudah lelah saat berhubungan badan dengan istrinya, mereka bahkan jarang melakukannya dengan alasan Yibo yang selalu kelelahan setiap pulang kerja.
Yibo sempat frustasi di awal pernikahan. Ia tahu Zhan menginginkan sex yang panas di atas ranjang. Tapi stamina Yibo tidak bisa mengimbangi. Ia terkapar tak sampai satu jam. Membuat Zhan kecewa pada awalnya.
Terbekatilah seorang Wang Yibo yang memiliki istri dengan porsi kesabaran yang sangat besar, juga stok sikap memaklumi yang tak ada habisnya.
Kedua sifat yang Xiao Zhan miliki itu, membuat mereka selalu terhindar dari pertengkaran hebat. Sebab Zhan selalu mengalah dan berusaha mengerti, meski di awal ia yang meledak-ledak sampai ingin menginjak panci.
Teringat akan istrinya, gerakan tangan Yibo yang sudah memasukkan beberapa pakaian ke dalam kopernya, terhenti. Yibo merindukan Xiao Zhan. Sebagaimana pagi merindukan matahari, dan malam yang merindukan bintang.
Karena sifatnya yang tertutup, Yibo jarang menyampaikan perasaannya. Ia yakin Xiao Zhan bisa memahami, meski tak bisa membaca isi hati dan pikirannya.
Senyuman Xiao Zhan kembali berkelebat. Senyuman yang selalu membuat hati Yibo tenang. Senyuman yang sudah menaklukkan hati Yibo di saat pandangan pertama mereka berjumpa.
Yibo mengabaikan sebentar koper terbuka yang masih belum terisi semua pakaian yang Yibo bawa.
Ia menarik kursi di depan kaca, duduk sebentar untuk menghidupkan ponselnya. Ia ingin mengabari istrinya itu, tentang kepulangannya sebentar lagi.
Wajah Xiao Zhan dengan bibir merekah, menjadi wallpaper Yibo. Ia mengecup sebentar foto yang terpampang di ponselnya. Itulah rindu yang sebenarnya. Membuat Yibo hampir seperti orang gila.
Setelah itu, tangannya mulai menghidupkan data, agar pesan atau panggilan ke ponselnya bisa masuk.
Begitu banyak notifikasi yang datang bersamaan, dari rekan kerja, pihak kampus, istrinya dan satu nomor baru yang membuat jantung Yibo tiba-tiba bagai ditarik dari porosnya.
Nomor yang menampilkan gambar pemiliknya yang cantik, sama seperti 12 tahun yang lalu. Yibo mengabaikan semua pesan bahkan dari Xiao Zhan.
Jarinya bergetar, saat membuka pesan dari perempuan yang pernah ia kenal. Ia mulai merasakan hawa panas menjalari tubuhnya, dan detakan yang semakin hebat di jantungnya. Saat matanya menatap layar, dengan mulut tak terkatup rapat.
-Yibo, bagaimana kabarmu? Apa kau tak ingin bertemu anak kita?-
Tbc.
Yakin pasti, cerita ini berakhir heppi. Tidak percaya? Coba saja pesan pdf-nya dan nikmati membaca tanpa jeda dengan pdf judul lain sebagai bonusnya.
Tak ada iklan, tak ada kata menunggu. Kamu cukup duduk dan membaca plus extra part-nya yang panas membara.
Cukup hubungi nomor di bawah ini
081357926122
KAMU SEDANG MEMBACA
The Book Hasn't End(tamat)
Fiksi PenggemarXiao Zhan tidak menyangka, jika buku best sellernya akan menjadi kisah suaminya. Wang Yibo dan masa lalunya yang kelam. Bisakah Xiao Zhan menuliskan akhir kisah rumah tangganya bersama Yibo menjadi bahagia?