Break Heart

1.1K 156 19
                                    

Lily tertidur, setelah tangisan hebat karena terjatuh tadi. Ia meringkuk di dada Zhan, bersama selimut putih beraksen kepala kelinci yang membungkus tubuhnya.

Dengan hati-hati, Xiao Zhan melepas pelukan Lily di lengannya. Ia belum selesai menggunakan pelembab muka, dan merapikan rambutnya.

Perlahan ia turun dari ranjang, tanpa membuat suara dan goncangan. Ia kembali ke depan meja rias. Menyisir rambutnya yang masih setengah basah.

Penasaran, ia menarik laci di sebelahnya. Mengambil ponsel yang tadi ia lempar ke sana. Mengecek panggilan yang sempat ia tolak saking paniknya.

Sedikit lega saat ia membaca jejak laporan panggilan tak terjawab dari nomor suaminya. Ia mencoba menghubungi Yibo kembali. Ia terlalu yakin bahwa suaminya tentu menelpon ingin bertanya, oleh-oleh apa yang anak-anaknya minta.

Terdengar bunyi tut cukup lama, sampai suara seseorang sayup-sayup ia dengar dari seberang. Wang Yibo bersama seseorang, entah siapa.

"Maaf, aku akan telat pulang. Ada urusan yang harus aku selesaikan."

Xiao Zhan tidak begitu mendengar perkataan Yibo. Ia berfokus pada suara orang lain yang samar-samar bertanya pada Yibo, "Apa ada orang lain yang akan menginap di sini, bersama anda?"

Pandangan Zhan mengabur, ponsel di tangannya terlepas jatuh di pahanya. Ia memandang sesuatu yang tidak ada di kamarnya. Semua kosong. Pikiran Zhan berlari mengejar makna dan arti dari apa yang ia dengar. Menciptakan praduganya sendiri.

Apakah Yibo memiliki urusan pribadi, menginap bersama orang lain?

Hati Xiao Zhan bergetar memikirkannya. Matanya kembali menjatuhkan bulir kristal yang jatuh ke paha. Ia menangis dalam diam, menahan segala isakan. Tidak membiarkan si kecil Lily yang tertidur pulas, mendengar ratapan hatinya.

.
.

Somi menatap Zhan dengan mata memohon, sudah 5 tahun ia berada di rumah ini. Pertengkaran kecil kerap ia saksikan, tapi cinta mereka terlalu kuat hanya untuk dipisahkan oleh kesalahan kecil.

Hari ini, luka yang sangat dalam terpancar di mata Xiao Zhan. Ia mendekap Lily dalam gendongannya. Sedangkan Yiyi dalam gendongan satpam, yang langsung menuju mobil mereka.

Dua koper dan satu ransel, diletakkan di bagasi. Somi masih berdiri di belakang Zhan setelah ikut membantu memasukkan barang.

"Tolong jaga rumah, jika Yibo pulang tak perlu katakan apa-apa."

Bibir Somi bergetar, mendengar ucapan majikannya. Ia tak percaya cinta yang begitu dalam di mata mereka yang Somi lihat setiap hari. Akan berakhir seperti hari ini.

"Apa kau tidak akan menunggu Tuan Yibo pulang dulu?" Somi mencegah Zhan yang akan membuka pintu.

Zhan tersenyum. Senyum getir yang berisi perasaan kecewa.

"Cukup sudah. Kami mungkin tidak ditakdirkan bersama."

Xiao Zhan dengan cepat masuk ke mobilnya, mengabaikan mata Somi yang berkaca-kaca. Batin Zhan berkecamuk, ia menoleh ke belakang, pada dua puteri kesayangannya.

"Kita akan kemana, Pa?" si sulung bertanya.

"Ke rumah kakek."

.
.

Yibo kembali ke pondok kecil penuh debu. Ia meminta seseorang membersihkannya, satu jam sebelum pertemuannya dengan seseorang.

Yibo yakin ini pilihan terbaik. Melarikan diri tak akan menyelesaikan permasalahan yang ada. Begitulah kata-kata yang selalu diucapkan Xiao Zhan padanya.

Sebuah gaun merah melambai diterpa angin. Kaki putih jenjang, menyembul dari balik gaun dengan belahan tinggi itu.

Seorang wanita dengan rambut bergelombang, turun dari sebuah taxi. Senyumnya memikat dengan bibir yang dihias lipstik warna burgundy.

Ia mengapit tas putih tanpa aksesoris lain yang menghiasi tubuhnya. Gaun dengan tali coktail di bahu sudah cukup membuat tampilannya memikat.

Ia berjalan cukup mudah, dengan menggunakan sandal semi wedges yang tidak terlalu tinggi.

Matanya menatap sosok Wang Yibo yang berdiri di pintu masuk pondok, sambil memasukkan sebelah tangan ke dalam saku jasnya.

Senyuman itu terbit, saat matanya bertemu pandang dengan mata Yibo. Yibo memutus tatapan itu dengan cepat. Tanpa bicara, dengan gerak tubuhnya ia meminta si wanita segera masuk dan duduk di kursi.

"Katakan apa maumu?"

Yibo tidak suka basa basi. Ia datang bukan untuk beramah tamah, apalagi bernostalgia.
Dia mengajak wanita itu bertemu, sebab ada sesuatu yang belum selesai antara mereka di masa lalu. Bukan tentang perasaan, maupun kenangan. Melainkan sebuah tanggung jawab yang besar.

"Kau tidak ingin berkenalan dengan anakmu?" Wanita itu tersenyum misterius.

"Jangan bicara hal yang tidak ada. Kau bilang sudah menggugurkannya."

Wanita itu tertawa hebat, mendengar ucapan Yibo. Bersama dengan itu, air matanya juga keluar melalui sudut matanya.

"Bodoh sekali. Aku tahu saat itu kau masih terlalu muda untuk mengerti tanggung jawab sebagai pria. Tentu aku berusaha menggugurkanya, aku tidak ingin kebebasanku terenggut karena kehadiran anakmu. Aku membawa janin itu untuk kugugurkan. Tapi ia terlalu kuat jika hanya diracuni dengan obat-obatan. Akhirnya aku menemukan rencana, untuk membalas dendam padamu, beberapa tahun saat aku mendengar kau baru saja menikah."

Tangan Yibo mengepal, rahangnya mengeras. Tapi ia tak ingin meledak saat ini juga.

"Lalu, apa yang kau mau dariku sekarang?"

Wanita itu menyatukan dua tangan di atas pahanya, yang duduk dengan menyilangkan kaki.

"Kembalilah kepadaku. Kembalikan juga semua yang harusnya jadi milikkku. Lalu aku akan tutup mulut dari istri dan dunia yang sedang kau bangun. Kau tidak ingin karirmu hancur, bukan?"

Tawanya menyeringai, membuat kepala Yibo seperti dihujani bom besar yang meledakkan dirinya. Yibo harus menahan segala amarah yang sudah hampir meluap. Ia tak ingin menunjukkan emosi apapun yang akan membuat perempuan itu merasa menang.

.
.

Lily berlari ke dalam pelukan kakeknya. Nyonya Lin melihat ke arah koper yang baru saja diturunkan, dan diseret oleh pelayan mereka ke dalam rumah.

Alisnya terangkat menatap Zhan. Tapi Zhan tak ingin menjawab pertanyaan apapun hari ini. Ia hanya meminta Yiyi masuk ke dalam dan beristirahat di kamar neneknya.

Xiao Zhan sendiri melangkah tergesa ke dalam kamar miliknya. Sebuah kamar kecil yang ia tinggali selama 20 tahun lebih. Banyak hal yang ia simpan di sana, kenangan masa kecil, juga rahasia yang terpendam di dalamnya.

Xiao Zhan mengunci pintu dari dalam. Ia sudah memastikan Lily bermain dengan ayahnya, dan Yiyi tidur di kamar neneknya.

Ia menarik laci dengan pegangan warna perak yang memudar, mengambil kunci yang ia masukkan dalam dompet kecil warna merah.

Ia sudah berpesan pada kedua orang tuanya, jika tiba saatnya ia menikah dan meninggalkan rumah. Jangan pernah menyentuh apapun yang ada di laci dan kotak di lemarinya. Itu adalah harta Xiao Zhan yang berisi rahasia, yang bahkan kedua orang tuanya tidak tahu akan rahasia itu.

Zhan memejamkan mata, bayangan gadis kecil yang duduk di sebelahnya menangis dengan air mata berderai. Menusuk jantung Zhan. Ingatan yang ingin ia lupakan. Namun, sebab sesuatu hari ini ia kembali membuka ingatan itu.

Menyatukan kembali kepingan peristiwa yang menjadikannya seorang penulis hari ini.

Rahasia apakah itu?







Tbc

The Book Hasn't End(tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang