Tulisan Kecil

999 131 6
                                    

Detak jantung Wang Yibo meningkat. Ia tidak pernah menyangka kesalahan masa lalunya akan menjadi awal dari kehancurannya.

Wanita itu tertawa lagi, suaranya seperti gesekan pisau ke tangga besi, memekakkan telinga. Matanya menyiratkan kemenangan dari api balas dendam yang menyala. Setelah ia mengatakan kebenaran pada Yibo sebelumnya.

"Bisakah aku melayanimu malam ini? Seperti yang kita lakukan 13 tahun silam?"

Tubuhnya mendekat, jari lentik berkuku panjang dengan kutek berwarna ungu tua. Menarik dasi Yibo, hingga si pemilik dasi mendekat ke arahnya.

"Hanya kita berdua di sini, mengulang kembali masa itu." Senyumnya yang tak lagi muda, menjadi sesuatu yang memuakkan untuk dilihat. Yibo gila sebab pernah jatuh dalam pesonanya.

Kali ini tidak lagi, Yibo mendorong bahu wanita itu dengan telapak tangan. Hingga tubuh si wanita mundur, punggungnya membentur kursi kayu yang kering.

"Aku tak tertarik lagi!" Wajah datar dan senyuman mengejek dari Yibo.

"Tunggu saja, apa yang bisa kulakukan padamu," ancamnya, tak mau kalah. Menatap penuh amarah ke mata Yibo.

Wanita itu berdiri, memasang kembali tali tipis ke pundaknya yang sempat ia buka, untuk menggoda Yibo.

Sebelum menarik pintu dan ke luar, ia menoleh.

"Sampaikan ucapan terima kasihku pada istrimu. Bukunya sangat menginspirasi."

Wanita berbibir sexy, memberikan ciuman jauh pada Yibo sambil mengerlingkan mata.

Yibo menatapnya tajam, jika saja ia memiliki pistol di tangan. Sudah ia lepaskan satu peluru ke dada perempuan itu. Namun, kenyataan yang wanita itu sampaikan. Membuat separuh kekuatan Yibo diambil kembali oleh takdir kehidupan.

Ia ingin menyerah, membiarkan Zhan bahagia dengan hidupnya. Dari pada istrinya itu mengetahui bayang-bayang kelam, dari masa lalu seorang Wang Yibo.

Yibo sendiri akan menyembunyikan diri dari dunia. Terasing dan sendirian merupakan pilihan yang ia lakukan untuk menutup dirinya dari kerasnya kehidupan.

.
.

Lembaran buku usang dengan huruf-huruf kecil yang serabutan dibuka satu-satu. Tinta yang luntur dimakan usia belasan tahun, tak menyurutkan keinginan Xiao Zhan untuk membacanya.

Terlalu kecil dan polos seorang Xiao Zhan, saat menulis dalam buku tipis tentang kisah seseorang. Teman sebangkunya di sekolah dasar.

Gadis cilik berkuncir kuda menyukai pemuda yang lebih tua darinya. Sifat Zhan yang ramah dan terbuka, membuat gadis itu menceritakan perasaannya.

Ia satu-satunya yang mengetahui bahwa Zhan kecil sangat menyukai tulisan, dan ingin belajar menulis. Cerita pertama yang Zhan tulis membuat pamannya tertawa. Ia menganggap fantasi Zhan berlebihan, dibanding anak seusianya.

Xiao Zhan juga tak mengerti, kenapa ia menulis sesuatu yang bukanlah rasio dari seorang bocah kelas 6 sekolah dasar, berusia 12 tahun. Saat dengan lancarnya jemari Zhan menulis kisah cinta lintas agama, antara biarawati dengan seorang pria hindu kaum brahma.

Anehnya lagi, ketika membaca cerita itu. Zhan sama dengan pamannya, ini seperti hal yang mustahil dipikirkan oleh anak seusianya. Namun, dengan dengan santainya Zhan menulis cerita itu. Seakan sesuatu membimbing alam bawah sadarnya.

Xiao Zhan kecil menyukai ilmu filosofi sejak dini. Ia mengingat betul paham religius yang mengatakan 'Takdir manusia adalah skenario Tuhan yang ditulis sejak kita berada dalam kandungan. Setelahnya kita hanya melakoni apa yang sudah ditetapkan Tuhan.'

Itu sebabnya kadang sebuah peristiwa yang akan terjadi bisa dilihat oleh orang-orang yang memiliki kemampuan spesial. Kadang Tuhan juga menunjukkan sesuatu melalaui pertanda yang tidak kita sadari.

Pagi itu, Zhan kecil menerima permintaan gadis cilik, teman sebangkunya. Untuk menulis kisah cinta pertamanya pada seorang pemuda yang usianya dua tahun di atasnya.

Karena gadis itu satu-satunya yang percaya dengan tulisan Zhan, dan orang pertama yang mau membaca tulisan Zhan tanpa tertawa. Meski tak mengerti isi dari cerita si biarawati dan pria brahma. Gadis itu tetap mengatakan cerita itu menarik. Maka Zhan dengan senang hati, menyanggupi untuk menulis kisahnya.

Zhan kecil mengikuti imajinasinya bukan logika atau berdasar dari cerita yang ia dengar. Jemari itu mulai menggoreskan tinta di atas kertas buram bergaris hitam. Lembar demi lembar diselesaikan, hingga tiba di bagian akhir cerita. Xiao Zhan menuliskan sesuatu yang ia sadari itu fatal, begitu ia selesai menuliskannya.

Keesokan pagi, dengan wajah cerah penuh rona bahagia. Dengan perasaan tak sabar, gadis itu menagih cerita yang dibuat Zhan untuknya.

Dengan ragu, Xiao Zhan menyodorkan buku tipis itu ke hadapan si gadis yang tak berhenti tersenyum. Terbayang kisah yang manis, antara dua remaja yang sedang jatuh cinta. Bunga-bunga asmara bermekaran, debaran jantung mengiringi pertemuan.

Lembar pertama dan kedua, kisahnya begitu manis. Gadis itu tersenyum pada rangkaian kalimat yang ditulis Zhan. Hingga saat tangannya menyentuh halaman terakhir. Mata gadis itu berair, senyumnya hilang. Wajah cerianya menjadi muram.

Ia menoleh pada Zhan yang diam memperhatikannya.
"Akhirnya menyedihkan, tapi hatiku tersentuh," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Xiao Zhan mengira gadis itu akan berteriak tak terima. Tidak Zhan duga, ternyata teman sebangkunya itu memuji karya Zhan meski endingnya menyesakkan.

Hari pun berlalu, si gadis menyimpan buku sebagai bagaian dari koleksinya. Zhan sudah melupakan tulisannya, ia memiliki kesibukan sendiri untuk menghadapi ujian akhir. Belajar dan belajar, tanpa memiliki waktu untuk menulis lagi.

Zhan tiba lebih awal, kelas agaknya masih sepi. Ia membuka lembar buku pelajaran dan membacanya ulang. Seseorang menepuk punggungnya, yang membuat sedikit kaget, lalu menoleh ke arah belakang.

Gadis dengan linangan air mata, hingga hampir sesegukan. Xiao Zhan yang tak mengerti apa yang terjadi. Hanya bisa menggeser tubuhnya agar si gadis bisa duduk di sampingnya.

Dengan suara terbata gadis itu menceritakan alasan dari balik tangisannya. Cerita yang Zhan buat sama persis dengan apa yang terjadi dengan pemuda yang gadis itu sukai.

Pemuda itu meninggal akibat kecelakaan, tepat saat ia akan berangkat ke sekolahnya di kota. Ia tidak tertolong dan berakhir dalam peti mati di kamar jenazah. Namanya tinggal tulisan di batu nisan.

Gadis itu menangis lagi, ingusnya menyusul air mata yang turun. Ia menyesali kesempatannya yang hilang, sebab belum sempat menyatakan perasaan sayang. Gadis sekecil itu sudah mengerti rasanya kehilangan. Hingga pelajaran berlangsung, suara sesegukannya masih terdengar.

Xiao Zhan menutup mata sesaat, setelah kelas hening. Hanya terdengar suara goresan pensil di atas kertas putih. Xiao Zhan kembali pada saat ia menulis. Ia tidak merencanakan akhir yang nestapa, ia hanya mengikuti jemarinya yang menggiringnya menulis kematian.

Apakah ini takdir? Atau suatu kebetulan? Kenapa detail kejadian sama persis dengan rangkaian cerita yang ia tulis?

Sejak saat itu, Xiao Zhan takut untuk menulis lagi. Bayangan kematian dan tangisan pedih kehilangan dari wajah gadis kecil itu. Membuat Zhan trauma untuk menulis ending yang sedih menyayat hati.

Ia tak menyangka, hari ini ia dihadapkan kembali pada tulisan yang sedang menyerangnya sendiri. Ini bukan pertama kali, saat remaja dua hal terjadi sebab tulisannya. Tapi logika seorang remaja yang sudah tumbuh berkembang tak semudah itu percaya. Zhan meyakinkan diri bahwa itu hanya kebetulan semata.

Hari ini, apakah semua ini hanya kebetulan atau prasangka buruk seorang Xiao Zhan? Bagaimana Zhan bisa mengetahui jika ini sebuah ilusi bukan reality?

Tunggu kelanjutannya.




Tbc











https://www.wattpad.com/story/307036292?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=story_info&wp_page=story_details_button&wp_uname=Ladybozhan&wp_originator=fShtSoSfBvX2XBDFKEzXM1p7FBTKlkhUIO7fHf7vA7B9zgJWULd%2F4XQYpCFj5gJYt0MhrRP8%2BKdCDdI6pmJEAuoSorJNnWsobDpNb%2FBZAIa6ljxdc30sVvdX2mf%2F7Vos

The Book Hasn't End(tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang