Krist tersenyum lembut, tangannya sudah ia tarik dari berjabat dengan Nat, lelaki yang mengaku sebagai kekasih Plustor. Ia beralih menatap Singto sendu, tidak seharusnya sebuah kebohongan menjadi pilihan untuk menutupi kesedihan serta kekecewaanya atas kenyataan bahwa kekasihnya memiliki kekasih lain.
"Hmmm, maaf mengganggu waktu kencan kalian." Ujar Krist dengan senyuman lembut, ia kembali menatap Singto setelah sekilas menatap Nat dan Plustor bergantian, "Kita ada janji bukan? Ayo kembali sekarang!" Ajaknya pada pemuda yang saat ini tengah menahan air mata.
Singto mengangguk membenarkan, "Ya benar, kita harus kembali sekarang."
Singto dan Krist berjalan pergi meninggalkan tempat setelah berpamitan kepada Plustor serta Nat.
"Dia kekasihku." Lagi - lagi kalimat itu masih terngiang di telinga Krist, sebuah kalimat yang tidak perlu Singto ucapkan meskipun ia ingin menutupi perasaannya tadi.
Di tengah jalan menuju kembali ke rumah, Singto meminta maaf pada Krist, "Maaf..." Ia menghela nafas panjang sebelum kembali berkata, "Tak seharusnya aku menyebutmu kekasihku. Aku bahkan tidak tau kau seorang gay atau bukan." Lanjutnya tanpa menatap Krist, ia tetap melangkah dan membiarkan pemuda yang baru dikenalnya berada di belakang.
"Tak seharusnya kau berbohong." Kata Krist memberikan tanggapan pemuda patah hati yang tengah berjalan didepannya itu.
Singto mengangguk, "Kau benar. Tak seharusnya aku berbohong."
"Kalian belum ada kata berpisah." Ingat Krist.
Singto terkekeh, "Setelah semua yang terjadi, kau masih berpikir seperti itu?" Ia berbalik menatap Krist, dapat terlihat bagaimana kondisi pemuda itu saat ini.
Krist hanya tersenyum lembut, "Maaf jika aku salah bicara."
Singto sedikit terkejut dengan senyuman Krist, baru kali ini ia melihat sosok laki-laki yang memiliki senyum sangat lembut. Sekejap dirinya mematung, mengamati setiap lekuk wajah pemuda di hadapannya itu.
"Kau bisa jatuh cinta jika tetap menatapku..." Goda Krist sebelum kembali tersenyum dan melangkah meninggalkan Singto yang tak bergeming.
"Krist..." Panggil Singto membuat langkah pemuda berkulit putih mulus bak wanita itu berhenti, "Apa kau belum pernah jatuh cinta?" Lanjutnya yang membuat Krist berbalik.
"Menurutmu?" Tanya balik Krist dengan wajah tersenyum lebar.
Kali ini Krist benar-benar berjalan meninggalkan Singto, membuat pemuda yang masih terkesima dengan sebuah senyuman bak malaikat itu berdiri mematung seperti orang terkena sihir.
.
.Malam sudah berlalu begitu saja, pagi yang baru dengan status baru untuk seorang Singto. Ia tengah berdiri mematung di balik air yang mendidih di atas kompor. Krist yang baru saja keluar dari kamarnya menatap curiga punggung Singto.
Ctek!
Krist berdiri di balik punggung Singto, tangan kanannya terulur untuk mematikan kompor, membuat pemuda yang tengah melamun itu terkejut dan berbalik tiba-tiba. Gerakan Singto tentu saja membuat jarak keduanya sangat dekat, terlebih tinggi tubuh mereka yang hampir sejajar.
Singto lagi-lagi terfokuskan pada kedua manik cokelat yang bersinar menurutnya itu.
Krist menatap Singto curiga, apa yang membuat laki-laki ini melamun seperti itu. "Apa kau berniat membakar rumah?" Tanyanya begitu saja.
Singto mengangkat sebelah alis, "Aku tidak."
"Sudah jelas-jelas air mendidih dan kau ada di depannya. Lalu kenapa tidak segera di matikan?"