8

1K 125 4
                                    

Singto sudah berada di kediaman Krist yang lain. Seorang pelayan dan lima orang penjaga menemani dirinya setiap hari. Sudah hampir satu minggu sejak ia di jemput paksa oleh Krist, namun Singto belum menemukan kenyamanan.

Krist tidak membiarkan Singto keluar dari lingkungan rumah walau hanya seinchi.

Di setiap sore hingga larut malam, ia akan disana untuk menemani Singto.

Singto merasa jika dirinya seolah simpanan Krist yang harus disembunyikan. Namun ia belum ada keberanian memprotes sikap pemuda itu, dengan banyak penjaga disekitarnya ia takut jika Krist akan melakukan kekerasan pada dirinya. Jadi, sebisa mungkin Singto terlihat seolah baik-baik saja.

Disisi lain, Krist tengah berada di rumah sang kakek pagi itu.

"Kau sudah besar, sudah tak sepantasnya kau bimbang karena cinta. Kehidupanmu sudah digariskan untuk memiliki seorang istri dan putra laki-laki sebagai penerus. Jika bukan dari keturunanmu, lalu dari siapa?" Suaranya tetap jelas dan juga berwibawa, begitulah kharisma dari seorang kakek Krist.

"Tapi, saya mencintainya."

"Dia tidak bisa memberimu keturunan, tidak bisa memberikan penerus untuk klan kita yang hampir punah. Bagaimana nasib para anggota jika kau tetap mempertahankan lelaki itu." Ujar kakek seolah bertanya, "Para anggota sesepuh pasti akan menunjuk kandidat lain sebagai penerus jika kau tetap bersikukuh dengan keputusan salahmu."

Krist menghela nafasnya, "Aku akan tetap bersama wanita itu tanpa melepas orang yang aku cintai."

"Sudahkah kau bertanya kesediannya untuk berada di sampingmu yang telah beristri?" Tanya kakek membuat Krist tertegun.
.
.

"Minggir, aku mau masuk!" Teriak seorang wanita yang sudah tak asing lagi bari para penjaga rumah Krist dimana Singto tinggal.

"Tuan, nona Yuki ada disini." Bisik Kaneki pada panggilan yang terhubung dengan Krist.

"Aku ingin masuk sekarang!" Teriaknya lagi yang membuat kegaduhan.

Singto yang berada didalam rumah tentu mendengar kegaduhan. Rasa penasaran membuat ia memberanikan diri membuka pintu utama.

Suara pintu utama yang terbuka menarik perhatian semua orang yang ada disana.

Tentu Yuki  sendiri sudah tidak asing lagi baginya, Singto memberikan isyarat jika wanita itu boleh masuk.

"Aku tidak menyangka jika seorang lelaki yang tinggal disini." Ujar Yuki ketus, Singto hanya diam mendengarkan.

"Sudah satu minggu terakhir suamiku pulang tidak tepat waktu, membuat aku curiga." Yuki melirik ke arah Singto yang berdiri tak jauh darinya, "Aku pikir dia punya simpanan, jadi aku menyuruh orang untuk mengawasi. Siapa sangga ia benar-benar mempunyai orang lain yang disembunyikan disini." Lanjutnya dengan nada meninggi.

Singto melipat kedua tangannya didepan dada, "Sebenarnya aku juga ingin pulang. Tetapi seseorang melarang ku pergi, bahkan menyuruh beberapa orang untuk berjaga disini."

"Aku bisa menyiapkan pesawat untuk  kau kembali ke Thailand jika memang ingin." Yuki tentu terdengar bahagia, ternyata tidak terlalu repot untuk mengusir sebuah hama, begitulah yang ada dipikirannya.

"Tidak perlu, aku bisa mengurusnya sendiri. Lagipula, jika kau memang mampu memuaskan Krist, dia tidak akan menahanku." Ujar Singto yang membuat Yuki kesal.

Yuki melangkah maju dan berniat menampar Singto, tetapi seseorang dari balik tubuhnya menahan lengan itu hingga tak sampai pada pipi Singto.

"Tidak ada yang bisa menyentuh Singto, walau seujung jari." Tegas Krist membuat Yuki membeku.

Yakuza? (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang