09. Who Are You

180 37 165
                                    

Sembari meneguk cokelat panas di gelas, menatap indahnya langit malam terasa begitu nikmat. Membiarkan angin malam berhembus pelan tanpa berniat untuk menghindar. Dingin, tetapi terasa sangat nyaman. Dobby rasa kalimat Sweet home benar adanya.

"Kemarin Haruto nggak masuk tanpa keterangan. Aku kira dia bolos dengan Lee Felix, tetapi anak berdarah Australia itu ternyata ada di kelas."

Saat ini kedua manik indah Yedam menatap Dobby dengan sebelah alis terangkat. Memperhatikan wajah imut Dobby yang baru saja berdiri di samping dirinya. Dobby masih sama seperti dulu, tetap menjadi anak yang pendiam dan sangat sopan. Wajah yang imut dengan pipi tembam sedikit mengukir senyum di wajah Yedam.

Kemudian, Yedam melirik ke arah minuman kaleng yang sempat diberikan Dobby padanya. Malam ini Yedam tidak ingin minuman hangat, dia butuh minuman dingin untuk meredam suasana hatinya yang sedang kacau. Menata kembali pikiran jernih yang sempat hilang beberapa saat.

Sembari menatap minunan kaleng dalam genggaman, Yedam mengalihkan pandangannya lagi ke arah jalan raya. Kota Seoul terlihat sangat indah dan cantik ketika malam menyapa. Kelap-kelip cahaya lampu yang menyinari membuat Yedam ingin terbang guna mengelilingi dunia yang terasa asing baginya.

Ngomong-ngomong, saat ini Yedam sedang berkunjung ke rumah Dobby. Berdiri di balkon kamar Dobby yang menghadap langsung ke arah jalan raya mampu membuat pikiran Yedam kembali tenang.

Nyaman dan damai, Yedam suka.

"Dia pergi ke mana?"

Dobby mendecak sebal, melirik Yedam yang meneguk minuman kaleng pemberiannya. "Kalo aku tau kemana dia pergi, mungkin sudah kukatakan sedari tadi."

Yedam terkekeh pelan, "bukannya kamu dekat dengan  Haruto? Kamu sahabatnya. Kamu lebih dekat dengannya Dibandingkan denganku." tutur Yedam.

"Tapi bukan berarti aku harus tau semua tentangnya, 'kan? Aku juga punya kesibukan sendiri, bukan hanya untuk memata-matai Haruto."

Sekali lagi Yedam terkekeh. Membuang kaleng minuman ke dalam kotak sampah yang ada di sudut kamar. Yedam melangkah dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk milik Dobby. Bola matanya berputar menatap sudut kamar Dobby yang penuh seni, terlihat rapih dan berwarna.

Entah mengapa Langit-langit kamar Dobby terasa berbeda dari langit-langit kamarnya. Langit-langit kamar Dobby terlihat begitu indah meskipun tidak ada apapun disana. Tidak ada bintang dan bulan yang menghiasi seperti langit kamarnya. Banyak polaroid yang tergantung menghiasi hampir sekeliling sudut kamar Dobby.

Monokrom dan terasa sepi, sedangkan kamar Dobby penuh warna dan cerita di balik banyaknya foto.

Langkah kaki Dobby terdengar mendekat, tetapi Yedam enggan untuk bergerak. Dia rindu tidur di atas kasur milik Dobby. Pemuda berwajah imut yang selama ini menjadi sahabat Yedam sejak masih kanak-kanak. Hanya saja usia mereka yang terpaut 1 tahun membuat Dobby terkadang merasa canggung. Karena bagaimanapun, Yedam tetaplah berstatus kakak untuknya.

"Yedam, aku kasihan dengan Ara. Sumpah, perempuan baik seperti Ara nggak cocok bersanding dengan Haruto. Lagipula kenapa Ara terima aja perlakuan Haruto? Ara jadi bodoh karena cinta"

"Haruto yang bodoh, bukan Ara." lirih Yedam, lalu tersenyum tipis.

Dobby membuang napas kasar, kemudian menghempaskan tubuh di samping Yedam. Dalam hening yang menyapa, kedua bola mata Dobby berputar menatap langit-langit kamar miliknya. Hanya sekadar melirik atau menghitung detik yang telah berlalu pergi.

Namun, suara hembusan napas Yedam mengalihkan atensinya. Napas yang sengaja dihembuskan dalam sekali hentakan, tetapi terdengar begitu berat. Kepalanya tertoleh menatap wajah Yedam yang lebam.

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang