20. Hello Stupid

119 26 102
                                    

Kurasa saat ini semesta sedang mengajakku untuk bermain. Namun, ketika aku menanggapi dirinya, semesta malah bersikap dingin padaku. Seolah menolak semua canda tawaku dalam permainannya.
.
.
.
.
.











Aku masih termenung di tempat setelah mendengar kalimat ambigu dari Kang Yerim. Gadis bermata sipit itu nyaris saja membuatku berteriak dan melempar ponsel ke sembarang arah. Kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang gadis kepada kekasih orang. Karena demi Tuhan, hatiku terasa sesak sekaligus sakit setelahnya.

Diam membisu tanpa berniat untuk berucap mungkin lebih baik daripada aku marah-marah tidak jelas. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian sekeliling rumah sakit hanya karena hal sepele.

Ah tidak. Kalimat itu bukanlah hal sepele bagiku. Justru  untaian kalimat ambigu tersebut menjadi pemicu dinginnya atmosfir di sekelilingku.

Saat ini kami — aku dan Haruto sedang berada di area parkir rumah sakit. Setelah sebelumnya aku pergi meninggalkan ruang rawat Yerim tanpa mengatakan apapun. Kubiarkan Haruto di dalam sana sembari meneriaki namaku.

Aku pergi setelah mendengar ucapan Yerim tadi. Aku marah, kesal juga cemburu.

Baiklah, gadis mana yang rela dan tidak cemburu mendengar gadis lain mengatakan sayang kepada kekasihnya?

Kubiarkan Haruto mengejar diriku yang terus melangkah dan menghiraukan panggilan darinya. Aku benar-benar marah sampai tidak ingin mengatakan apapun padanya. Bahkan sampai saat ini aku juga enggan untuk diantar pulang olehnya. Aku yang bersikukuh menolak ajakan darinya, dan dia yang terus merengek agar aku menerima permintaan maaf nya.

Katakan padaku bahwa apa yang kulakukan ini tidak salah. Katakan padaku jika tindakanku ini bukanlah hal yang egois.

Masih berdiri di sini, kubiarkan pandanganku beradu menatap sorot lampu jalanan yang berpadu dengan gelapnya malam. Setelah kejadian tadi, kuputuskan untuk menghubungi kak Jaewon dan meminta dia agar menjemput diriku di sini. Kak Jaewon sudah mengiyakan, bahkan laki-laki itu sudah dalam perjalanan.

Tadinya aku ingin menghubungi dan mengatakan kepada kak Jaewon jika aku sedang bersama Haruto. Karena percayalah, baik kak Jaewon, ayah ataupun bunda tidak akan khawatir ketika tahu aku sedang bersama Haruto. Mereka sudah mempercayai Haruto sepenuhnya atas diriku.

Namun, tidak untuk malam ini. Aku enggan untuk mengatakan demikian hanya karena satu nama.

Kang Yerim. Nama yang membuatku muak walau hanya mengingat namanya. Aku benci, sumpah.

"Aku anterin kamu pulang." sembari menarik pergelangan tanganku, kedua bola mata indah milik Haruto menatapku lembut. Masih bersikeras agar aku pulang bersamanya.

Kemudian, kutepis secara kasar tangannya, dia terkejut.

"Nggak perlu. Kak Jaewon sebentar lagi sampai."

"Jung Ara, tolong jangan buat aku merasa bersalah. Aku berani sumpah kalo Yerim dan aku nggak ada hubungan apa-apa. Kita cuma teman."

"Teman? Aku capek dengar kata itu dari bibir kamu, Haru."

Terdengar suara helaan napas panjang Haruto. Mengadahkan kepala ke atas langit sambil mengusak rambut hingga berantakan. Sebenarnya aku benci melihat Haruto seperti ini. Aku juga benci berada dalam situasi seperti sekarang.

Tetapi kembali lagi dengan sosok Yerim. Sosok yang begitu kubenci hingga memikirkan cara untuk menghapusnya dari duniaku.

"Tolong percaya sama aku, Ra. Aku benar-benar cuma berteman dengan Yerim, sumpah."

[✓] MONOCHROME (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang