1. yang Kayak Umi

8.7K 647 9
                                    

'Dunia kita berbeda, semesta kita berlawanan namun Allah tahu bahwa sejauh apapun kita bertolak belakang. Tulang punggung akan tetap bertemu dengan tulang rusuknya.'

Abi untuk Angel

~Thierogiara

***

Musik menghentak-hentak di dalam ruangan tersebut, beberapa wanita dengan pakaian minim berjoget ria di dalam sana. Konon katanya mereka yang berada di sana hanya sedang melupakan sedikit masalah dalam hidup.

Seorang DJ yang memandu musik di sana ikut berjoget dengan riangnya, semuanya bersuka cita menikmati malam ini.

Vee yang juga berada di sana hari ini mengangkat tangannya tinggi-tinggi kemudian berteriak menandakan semangatnya semakin membara. Vee berputar-putar di tengah orang-orang menikmati irama yang menghentak-hentak di dalam sana.

Hidup Vee sudah banyak masalah, beruntung tak ada yang melarangnya melakukan ini hingga ia merasa bisa terhibur, Vee selalu merasa lebih bebas dan hidup setiap kali dirinya sedang berada di sana.

Setiap malam akan selalu seperti ini, dunia malam sangat melekat dalam diri Vee, bahkan setiap aktifitasnya seperti sudah menjadi makanan sehari-hari Vee. Rokok, Alcohol, bahkan laki-laki bangsat sangat lekat dengan hidup Vee.

Dunia malam dan Vee seperti satu kesatuam, Vee sendiri selalu merasa nyaman meski mengenakan baju terbuka dan meski harus terus berpura-pura bahagia, bertingkah seolah dirinya baik-baik saja.

Sementara itu di belahan dunia yang berbeda seorang pria sedang membaca buku kisah para nabi dan rasul. Dia sebenarnya sudah khatam beberapa kali membaca buku tersebut, namun untuk mengingatkan dirinya sendiri dan untuk menginspirasinya setiap saat dia memutuskan tetap membacanya setiap kali sudah merasa sedikit lupa.

Fatih meraih air putih yang ada di nakas sebelah ranjangnya, tenggorokannya sedikit kering karena terlalu banyak membaca.

Pria dua puluh sembilan tahun tersebut mengangkat wajahnya kemudian melihat ke jam yang menempel di dinding kamarnya ternyata sudah sangat hampir jam dua belas malam. Fatih kemudian meletakkan bukunya lalu setelah itu berwudhu kemudian pergi tidur. Bukannya apa-apa namun dia harus terbangun di jam dua untuk melaksanakan salat malam.

***

Siang ini Fatih memutuskan makan siang di rumah karena dia baru akan masuk mengajar lagi nanti sore. Pria itu memarkir motor matic kesayangannya di garasi setelah itu melangkah masuk. Tanpa basa-basi dia langsung ke meja makan dan mengambil makan siangnya sendiri.

"Makanya nikah biar ada yang ngelayanin," celetuk Yumna, Fatih hanya menghela napas. Menurutnya urusan jodoh adalah urusan Allah, sangat tidak pantas untuk dibahas dengannya, kalau ingin membahas soal kedatangan jodoh, bahas saja dengan Allah.

Yumna duduk di hadapan Fatih, wanita itu memperhatikan anaknya lamat-lamat, Fatih adalah sebuah bentuk sempurna yang sejak awal kelahirannya membuat Yumna jatuh cinta. Wanita itu mundur menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, setelah itu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Abang itu ganteng, dari segi fisik bagus banget, saleh juga, pekerjaannya sudah bagus, sudah ada tabungan rumah. Tapi kenapa ya belum ada yang mau?" tanya Yumna.

Fatih hanya melirik sekilas kemudian melanjutkan makannya.

"Apa karena Abang yang nggak mau cari?" tanya Yumna.

"Aku belum tertarik sama siapa-siapa Mi," kata Fatih akhirnya. Dia normal, hanya saja memang belum ada sosok wanita yang membuat Fatih yakin untuk melamarnya, belum ada yang sreg lah istilahnya.

"Kalau Umi jodohin?"

Fatih menggeleng, menurutnya seseorang yang akan hidup dengannya harus seseorang yang memang Fatih mau menghabiskan sisa hidup dengannya, bukan seseorang yang secara terpaksa masuk ke dalam hidupnya.

"Umi banyak punya kenalan yang anaknya cantik-cantik loh Fat kenapa sih nggak pernah mau? Coba aja ya?"

Fatih tetap menggeleng, masalahnya ini adalah hidupnya sepertinya dulu umi dan abinya memiliki kehidupan sendiri juga, maka untuk hidupnya Fatih juga ingin memilih sendiri jalan seperti apa yang akan ia tempuh.

Yumna hanya menghela napasnya. Kalau di Zahra mereka bisa memaksa maka di Fatih tidak karena Fatih adalah anak laki-laki dan menurut mereka Fatih pasti sedang memikirkan yang terbaik untuk dirinya sendiri.

"Oh iya, kata ibu-ibu di kompleks kita di sini ada yang tinggal sendirian anak gadis gitu tapi pernah hamil tanpa suami, sekarang anaknya udah lahir." Yumna memulai cerita.

Fatih mengambil minum dan menenggaknya.

Yumna tampak menggeleng. "Ngeri banget emang pergaulan anak zaman sekarang, untung Zahra ketemu Andaru dan sekarang jadi lebih baik," lanjut Yumna.

Fatih masih tetap diam.

"Rumahnya deket banget dari rumah ini Fat, itu rumah yang di samping rumah bu Fatimah." Bu Fatimah adalah tetangga depan rumah mereka, dengan kata lain rumah di sebelah rumah bu Fatimah adalah tetangga mereka juga.

"Mi, mau makan bangkai suadara sendiri?" tanya Fatih dan kontan saja Yumna lansung beristigfar.

"Al hujarat ayat dua belas, Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka buruk (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka buruk itu dosa. Dan jangnlah sebagian kalian mencari-cari keburukan orang dan menggunjingnya satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang. Itu kata Allah bukan kata Fatih."

Yumna sangat lupa bahwa anaknya itu adalah seorang ustadz.

Fatih menghela napas kemudian menatap uminya. "Bisa jadi yang umi katakan itu tidak benar jatuh apa? Fitnah! Sekalipun benar urusannya sama Umi dan Fatih apa? Nggak ada kan?"

"Maafin Umi."

"Kita semua pendosa kok Mi, cuma Allah tutup aib kita," lanjut Fatih.

Dan Yumna seketika merasa gagal menjadi orang tua, bagaimana bisa malah dia yang mendapat pencerahan dari anaknya.

"Baik kita atau dia, hanya Allah yang tahu siapa yang baik, hanya Allah yang bisa menilai ada atau tidaknya iman dalam hati kita." Mau tak mau Fatih menjabarkan panjang lebar sebab pembicaraan hari ini cukup membuatnya kaget.

"Silaturahim itu baik, tapi kalau jatohnya malah menggunjing, ghibah sama saja bohong. Umi boleh kok tetap kumpul sama ibu-ibu kompleks, tapi coba diajak ngaji, diajak mengkaji isi Alquran, usahakan tidak menggunjing orang lain."

Yumna mengangguk, ya akhirnya dia harus menerima ini semua.

"Fatih nggak mau ngajarin Umi karena pasti Umi udah paham, jadi mulai sekarang apapun bentuknya ambil baiknya buang yang buruk-buruk. Ghibah kadang kita nggak sadar, tapi dosanya juga kita nggak sadar udah numpuk."

Fatih bangkit dari duduknya, anak laki-laki Yumna itu mencium pipi ibunya.

"Maafin Fatih, tapi demi Allah Fatih Cuma mau sama-sama sama Umi di surga, Fatih yakin nggak bisa meraih surga jika tanpa Umi karena Umi adalah pintu surga paling lebar untuk Fatih." Fatih menatap sendu uminya, sosok yang harusnya menjadi pintu surga untuknya jangan sampai tidak masuk surga wallahi Fatih tidak rela.

Yumna mengangguk. "Maaf karena Umi gagal jadi ibu yang baik."

Fatih menggeleng. "Kalau bukan terlahir dari rahim Umi, Fatih bukanlah Fatih, Fatih merasa bersyukur terlahir menjadi anak Umi karena artinya Fatih memiliki pintu surga yang tepat, terima kasih udah jadi Uminya Fatih."

Faith kemudian mencium punggung tangan ibunya. "Fatih berangkat kerja lagi ya," pamitnya yang diangguki Yumna.

Fatih lantas berjalan menuju pintu penghubung ruang makan dan garasi.

"Oh iya, Fatih bakal nikah kalau udah nemu yang kayak Umi."

***

Gimana gimana?

Abi untuk AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang