Biasanya, ketika Ryu memiliki waktu senggang maka ia akan memilih untuk mengayuh sepedanya hingga ke sungai Han dan tak lupa membawa satu hingga dua buku untuk menyempurnakan kegiatannya. Tapi, ketika semburat jingga yang niskala membinar begitu adiwarna berganti dengan beribu kerlip bintang yang bersinar malam ini. Ryu masih stagnan pada posisinya.Mendudukkan diri di sofa minimalis, sisi kanan perapiannya dengan segelas coklat hangat di nakas samping. Memilih untuk menyibukkan dirinya di antara beberapa rak kayu tinggi yang sudah penuh dengan bermacam buku yang selalu di belikan ayahnya dulu, semasa sekolah. Niatnya memang ingin menyibukkan diri dan seakan ingin menghilangkan sebuah gelenyar yang tak ingin ia pikirkan lebih lanjut. Namun lagi dan lagi, benang sang takdir memang sudah mengisyaratkan dirinya untuk ikut terjerumus ke dalam.
Ia kembali mengingat perjumpaannya dengan Yunhee. Sejak pagi tadi, atau lebih tepatnya setelah wanita Bae bertutur untuk pamit lebih dulu untuk menangani beberapa urusan. Atau mungkin, setelah pelukan kelewat mendadak tapi sukses membuat akal Ryu seakan melayang begitu saja, benar-benar membuat fokusnya hilang seketika. Hanya ada satu nama sekarang, yang menetap di otaknya. Bae Yunhee. Gadis yang pernah ia selamatkan, delapan tahun yang lalu.
..
.
Ryu hanya mendesah kesal, dengan helaan napas yang kian terdengar cekang. Sudah melebihi malam, bahkan dersik yang terdengar bergemerisak hingga menggoyangkan beberapa dedaunan di pohon yang cukup rimbun dan hijau itu sukses masuk hingga ke serat-serat kain yang Ryu pakai. Dingin dan ngilunya sampai ke tulang. Ini lebih dari kacau, mungkin sudah benar-benar membuat Ryu kesal dengan dirinya sendiri. Wah sungguh, dirinya mungkin saat ini benar-benar pantas untuk mendapatkan sebuah julukan yaitu Mr. Destroyer.
Tidak tahu pastinya bagaimana, yang pasti setelah Ryu keluar dari perpustakaan kampusnya ia memiliki inisiatif untuk memperbaiki rantai sepeda kesayangannya. Karena tadi pagi sudah diajak berkebut-kebut dan dikayuh dengan cepat, karena Ryu hampir saja terlambat di kuliah paginya. Efek membaca buku yang menarik, sampai tidak merasakan bagaimana malam sudah menunaikan tugasnya dengan baik.
Niatnya memang memperbaiki, tapi bagaimana jadinya jika rantai itu malah semakin tidak beraturan bentuknya. Sudah di otak-atik kesana kemari tapi tidak kunjung terpasang. Maka tidak ada pilihan lain, selain menuntunnya hingga ke rumah sewa, yang ia tempati di Seoul seorang diri. Di perjalanan saat ia melewati trotoar khusus jalur pesepeda, di ujung kiri jembatan sungai Hangang, netranya membulat kaget saat melihat bagaimana seorang gadis, dengan surai yang sudah tergerai kacau, mata sembab, dan juga wajah frustrasi yang sudah tidak bisa berpikir apapun—selain mengakhiri hidup. Jua baju yang sudah berlumuran dengan darah.
Pukul sebelas malam, meskipun tidak dapat di pungkiri bahkan kota metropolitan seperti halnya Seoul tidak akan pernah tidur dari huru-hara keramaian, tapi Ryu dapat bersaksi bahwa malam itu begitu menyepi, redup, dan juga sunyi bukan main. Mendadak merinding saat merasakan hawa sekitar, Ryu pusing bukan kepalang. Ia dihadapkan pada situasi yang teramat sulit. Niatnya ingin melewatinya saja seolah tak peduli, toh bisa saja gadis itu mabuk atau apalah. Ryu tidak ingin mengambil pusing sebenarnya, tapi entah kenapa saat surai yang sebelumnya menutupi wajah kecil itu terderu oleh angin, dan wajah gadis itu tampak terlihat semakin jelas ia jadi berpikir dua kali untuk menjalankan niat awalnya, yaitu mengabaikan.
Dia mahasiswa jurusan hukum semester enam. Gadis yang selalu memilih menyendiri di kursi tua belakang taman kampus. Gadis yang selalu menampilkan wajah dingin dan datarnya. Ryu hapal betul sepasang amber yang kini memerah sembab itu. Karena memang diam-diam ia selalu mengamati dari kejauhan. Dia memang menarik. Tapi saat itu Ryu belum memahami, jika dirinya telah menaruh banyak perhatian yang tak seharusnya di berikan oleh orang asing yang baru pertama bertemu. Gadis itu tak lain dan tak salah adalah Bae Yunhee.
KAMU SEDANG MEMBACA
The lethe ✔️
FanfictionSeteguh dan sekuat apa keyakinan itu berpijak di antara kerasnya batu, suatu saat pasti juga akan jatuh, atau mungkin tergelincir dan meragu. Kembali lagi, semuanya tidak ada yang pasti dan bertahan lama. Dunia punya porosnya sendiri, untuk selalu b...