7 | As a lilac

224 25 78
                                    


Gelak tawa yang mengudara cukup untuk membisingkan sudut rungu itu harusnya dapat membuyarkan beberapa persen dari fokusnya. Namun, nyatanya Ryu tidak terganggu sama sekali. Ia masih saja meneruskan kegiatannya—membaca buku bersamak coklat tua dengan lembaran yang mulai kusam, dan kusut. Berada di luar padang lapang yang cukup sejuk, di belakang lapas sambil melihat beberapa pidana lainnya yang kini memilih menghabiskan waktu sorenya dengan bermain bola.

Kehidupan di penjara ternyata tidak selalu muluk tentang hal-hal keji dan menyeramkan. Tidak semuanya begitu. Bahkan di keadaan yang teramat membingungkan seperti ini, ketenangan itu masih saja menyinggah. Ryu bahkan masih sibuk membalikkan beberapa lembar halaman buku yang semakin habis dan kembali menemui titik akhir.

Hingga tak menyadari jika seseorang tengah mengamatinya dengan seksama. Pria dengan potongan rambut cepak, dan cukup tinggi—modelnya seperti milik Park Sae Royi. Ryu mendongak guna melihat saat bayangan pria itu mulai datang dan mendekat ke arahnya. "Halo, Jaksa Ryu." sapanya dengan nada kelewat ramah.

Sedangkan Ryu seakan masih terdiam dengan kejadian barusan. Seseorang di depannya ini teramat asing untuknya. Ia sama sekali tidak mengenalinya. Ryu hanya tersenyum canggung, sambil perlahan dahinya berkerut samar. Lalu tak lama kemudian ia mempersilahkan seseorang itu untuk duduk di sisa kursi kayu yang ia tempati.

"Ah maaf, aku ini sangat pelupa. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Ryu hati-hati.

Pria berpostur tinggi itu hanya menyematkan sebelah tangannya pada saku celana sebelum pada akhirnya ikut duduk dan memainkan botol air mineral yang ia bawa. Lalu sekilas menghadap Ryu. "Bukankah kadang hidup terasa begitu tak adil dan menyebalkan begini, Jaksa Ryu?"

"Wah, aku tidak menyangka kau akan berkorban sebanyak dan sejauh ini hanya untuk temanmu. Kau memang benar-benar setia kawan dan juga dermawan." tambahnya sambil terkekeh renyah. Sedangkan Ryu hanya terdiam dan semakin bingung. Apa tujuan pria di sampingnya ini mengatakan semua itu padanya. Padahal jelas Ryu tidak mengenalnya sama sekali.

"Permisi, kau sepertinya tidak punya hak untuk membahas hal itu di sini. Jadi kumohon pergilah."

"Kenapa tidak, Ryu?"

Pria itu kembali melanjutkan tuturannya tanpa menoleh ke arah Ryu. "Ha In Kyu itu hanya permulaan, Ryu. Itu hanya kasus pembuka. Masih ada yang lebih menantang di depan sana. Kau memang Jaksa kelewat bijak yang pernah kutemui, tapi bukankah kau akan semakin jatuh jika kau menggunakan cara seperti ini? ini sudah saatnya kau keluar dari jangkauan awalmu, Ryu. Karena di luar sana sudah semakin berubah. Kau tidak akan bisa bertahan."

"Tolong jangan membicarakan omong kosong. Aku sedang tidak ingin berdebat. Kumohon pergilah, selagi aku masih bersikap baik padamu." Ryu berucap kelewat santai sambil membalik-balik halaman bukunya dengan cepat. Tapi pria di sampingnya ini tetap saja bertutur seolah kembali menegaskan tujuan apa yang ingin ia sampaikan kepada Ryu.

"Itu juga karenamu, kau juga terlibat di dalamnya secara tidak langsung. Jika saja kau tidak mencoba untuk menerobos masuk ke kehidupannya. Maka, ini tidak akan terjadi. Kau menyelamatkan seseorang delapan tahun yang lalu, dan itu adalah kesalahan. Kau tidak seharusnya ikut campur terlalu jauh." ujarnya sebelum pada akhirnya bangkit dari duduknya tanpa menatap Ryu.

Ryu mulai risih mendengar itu, kedua rungunya mendadak berdengung saat ia tahu siapa subjek yang dibicarakan pada konversasi ini. Maka menutup buku itu dengan gerakan cepat seraya mendongak dan menatap lawan bicaranya dengan seksama, membuat seluruh atensinya kini hanya berpusat pada pria bersurai hitam cepak itu. "Baiklah. Jika itu adalah sebuah kesalahan, maka aku akan menerimanya. Jadi, bisakah kau pergi sekarang?" pinta Ryu sekali lagi dengan nada melembut sambil menahan buncahan kesalnya di ambang diam. Ia tetap dalam ketenangannya walaupun kalimat yang terlontar itu cukup satir dan datar.

The lethe ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang