regret

3.1K 326 7
                                    

Kenan dan Alvin saat mereka berumur 17 tahun.

Saat itu Kenan selalu menjadi yang terbaik di sekolah. Dengan nilai dan prestasi yang ia miliki, Kenan menjadi salah satu anak yang sangat populer apalagi sikapnya yang memang ramah dan juga periang. Banyak yang ingin menjadi teman dan dekat dengannya.

Sangat bertolak belakang dengan Alvin yang memiliki nilai pas-pasan namun selalu bisa diandalkan dalam olahraga dan kesenian. Kedua tangannya mungkin memang tidak diperuntukan untuk menulis.

Hingga pada suatu hari yang sangat penting Kenan mendapatkan penghargaan sebagai siswa yang paling membanggakan di sekolah dan secara resmi menjadi siswa terbaik selama tiga tahun berturut-turut.

Kenan melambaikan tangan pada Alvin yang sedang menatapnya penuh haru namun masih dalam ketenangan. Sangat berbeda dengan ayahnya yang sudah sangat antusias dan dipenuhi dengan rasa bangga atas prestasi putranya. Seingat Alvin, ayahnya tidak pernah tersenyum dengan wajah yang sangat berseri ketika ia mengabarkan bahwa ia menjadj juara paling muda dalam sebuah kompetisi melukis.

Kenan dengan piala, medali, dan beberapa buket bunga itu datang dan mengajak Adnan serta Alvin untuk berfoto bersama.

Selalu sempurna, itulah Kenan. Selalu dibalik layar, itulah Alvin. Dibalik kesuksesan Kenan selalu ada campur tangan Alvin yang mendukung dan menyayanginya tapi itu semua tidak pernah terlihat.

Hari sudah beranjak malam. Alvin dengan langkah ragu menghampiri ayahnya yang sedang menjelaskan beberapa hal kepada Kenan tentang bisnis dan juga saham. Alvin mencoba menepis keraguan hatinya, ia bicara pada ayahnya sendiri, mengapa harus takut?

"Yah.." panggil Alvin dengan penuh kelembutan.

"Ada apa, Vin?" jawab Adnan dengan nada yang sangat datar.

"Alvin berniat untuk memulai bisnis. Alvin belajar memasak belakangan ini. Dan, Alvin juga bekerja disebuah cafe. Alvin belajar banyak dari sana--"

"Jadi, selama ini nilaimu menurun karena kau bekerja dan memikirkan hal yang tidak perlu seperti ini?" sanggah Adnan dengan cepat yang membuat Alvin kehilangan kesempatan untuk mengutarakan niatnya.

Kenan yang sedang duduk tenang itu mulai terusik. Dia tidak terima dengan kata-kata ayahnya.

"Alvin tetap belajar, Yah. Dia juga sering membantuku!" bantah Kenan yang langsung mendapat sebuah larangan dari Alvin. Gelengan halus Alvin membuat Kenan juga sangat jengah dengan situasi seperti ini.

"Maafkan Alvin, Yah. Alvin janji akan belajar lebih keras" janji Alvin untuk orang yang ia sayangi, ayahnya.

"Alvin, kau tidak perlu bekerja dan mempelajari bisnis itu. Kau akan mengalami kesulitan jika kau memulai bisnis yang sangat berbeda dari bisnis keluargamu" nasehat Adnan.

"Ya, aku mengerti, Ayah" jawab Alvin lagi dengan menunduk.

"Sekarang kita pergi ke kamarmu. Ayah ingin melihat bagaimana kau belajar selama ini" kata Adnan.

Alvin dan Adnan kini berada dikamar Alvin. Putranya itu tengah memaksa otaknya untuk berfikir keras dengan puluhan soal dibuku paket yang diberikan ayahnya. Benar-benar tanpa ampun, Alvin harus menyelesaikan 100 soal dalam waktu 3 jam dengan nilai yang harus sempurna.

Sampai pada titik dimana Alvin menyerah. Adnan memijat pangkal hidungnya. Dia tidak habis fikir, mengapa bungsunya mudah menyerah dan sangat berbeda dengan si sulung.

"Kau harus belajar lebih keras lagi, Vin. Ayah tidak bisa melihatmu terus seperti ini", bayangkan bagaimana perasaan Alvin ketika mendengar ayahnya yang begitu kecewa padanya.

BE || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang