best of me

2.7K 270 19
                                    

Adnan dan Kenan masih terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Dokter Bayu yang menerangkan bahwa kanker itu sudah menyebar ke fungsi saraf ditubuh Alvin, sehingga sangat sulit baginya untuk terbangun lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adnan dan Kenan masih terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Dokter Bayu yang menerangkan bahwa kanker itu sudah menyebar ke fungsi saraf ditubuh Alvin, sehingga sangat sulit baginya untuk terbangun lagi. Apalagi jaringan dalam otak Alvin juga sudah mulai dikuasai olehnya. Seakan memang tidak ada harapan lagi bagi Alvin untuk bertahan.

Tapi, Kenan masih bisa tersenyum secerah itu ketika mendengar hal ini. Memang sakit, tapi Kenan masih tetap memegang keyakinannya. Dia masih percaya Alvin akan kembali padanya. Walaupun Kenan tau dia juga tidak bisa berfikir jernih setelah ini.

"Bagaimana dengan pengobatan dinegara lain? Apakah itu bisa membantu?" tanya Adnan.

"Aku harap begitu. Saat ini, aku juga tengah berkonsultasi dengan salah satu dokter di Singapura, aku mendengar banyak keberhasilan yang diraih olehnya. Aku sedang menunggu jawaban dari email yang aku kirimkan padanya. Semoga masih ada harapan untuk Alvin" jawab Bayu dengan penuh kepercayaan.

Kenan tanpa mengucapkan apapun ia berdiri dan membungkuk singkat pada Bayu dan ayahnya. Dia berjalan cepat menuju ruangan Alvin. Entah apa, dia hanya mencoba menuruti apa yang ada dalam hatinya dan apa yang ingin dia lakukan.

Kenan memang tersenyum tapi jauh dalam hatinya, dia sangat hancur. Terancam kehilangan Alvin adalah hal yang menakutkan untuknya.

Setelah melihat kondisi adiknya, ekspresi wajah yang ceria Kenan berubah menjadu ekspresi wajah seorang kakak yang kesal dan tatapan yang penuh kekecewaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melihat kondisi adiknya, ekspresi wajah yang ceria Kenan berubah menjadu ekspresi wajah seorang kakak yang kesal dan tatapan yang penuh kekecewaan. "Lihat apa yang sudah kau lakukan, Vin? Jika saja kau jujur pada kakak sebelum kau seperti ini. Jika saja kau tidak menyimpan rasa sakit itu sendiri, kakak tidak akan menderita seperti sekarang! Kau lihat semua orang sudah kau buat kebingungan seperti sekarang! Apa kau senang? Iya, Vin!"

Kenan menggeleng keras beberapa kali. "Aku tidak peduli dengan keinginanmu untuk bertemu dengan Bunda! Apa kau fikir aku juga tidak merasa begitu?! Vin, Alvin, untuk terakhir kalinya hentikan semua fantasi itu didalam kepalamu! Disini ada aku dan ayah yang sangat ingin kau kembali, Vin. Ayo bangun!!"

Kenan mendekat pada Alvin tapi masih dengan tatapan kesal dan rasa kecewa yang sama. Air mata itu sudah turun sedari tadi membasahi wajah rupawannya. Nafasnya sudah sesekali tercekat karena tangis yang sesunggukan itu.

Kenan mengusap kepala Alvin dan mencoba untuk membangunkan adiknya kembali.

"Alvin, Alvin... Vin, ayo bangun. Ini kakak, Vin. Apa kau mengira aku orang asing? Alvin, huft, baik, baiklah. Kakak tidak akan menangis lagi ketika menemuimu, kakak janji. Tapi kau harus bangun, Vin. Ayolah, kakak tau kau tukang tidur tapi tidak mungkin selama ini, Vin!" suara Kenan sudah mulai habis tapi ia tetap memaksa tenggorokannya untuk membangunkan Alvin.

Kenan juga tidak melepaskan genggaman eratnya pada tangan Alvin. Kenan mengatur nafasnya perlahan dan mencoba untuk menemukan ketenangannya kembali walaupun masih sangat sulit.

"Aku tidak peduli dengan semua pengobatan yang akan kau jalani nanti. Sesakit apapun, aku yakin kita bisa melewatinya bersama. Alvin, kau tidak akan percaya bahwa aku masih bisa tersenyum bahkan setelah mendengar berita dari Dokter Bayu tentang kondisimu saat ini"

Tangan kiri Kenan mengusap kasar wajahnya lalu kembali pada lengan Alvin. Kenan benar-benar ketakutan. Dalam fikirannya, jika ia melepas genggaman itu pasti Alvin tidak akan merasakan kehadirannya.

"Kau bisa bayangkan, ah, tidak! Aku bahkan tidak mau membicarakannya. Saat ini isi kepalaku sangat mengerikan, Vin. Aku memikirkan apa jadinya ketika aku melihatmu untuk terakhir kalinya. Tidak! Alvin, kakak mohon jangan biarkan itu terjadi. Itu terlalu menyakitkan! Alvin, bangun!! Demi kakakmu, bangun! Setidaknya demi dirimu sendiri, kamu harus bangun, Alvin!!"

Kenan lagi-lagi terisak sambil menggenggam tangan Alvin dengan erat. Nafas dan dadanya itu sangat sesak seakan oksigen saja enggan untuk mendekat pada Kenan.

Tangisan dan jeritan Kenan berlangsung selama beberapa menit. Kenan mengangkat kepalanya kembali. Dia menatap kosong wajah Alvin yang pucat. Telinganya yang juga kosong itu masih bisa mendengar alat kesehatan disekitar Alvin yang saling bersautan.

"Kau masih bernafas, Vin" kata Kenan dengan suara yang sudah serak. Kenan menghela nafasnya perlahan dan membuangnya dengan penuh ketenangan. "Dengarkan aku karena aku hanya akan mengucapkannya sekali saja, Vin"

Kenan mendekat pada Alvin dan memperhatikan setiap sisi wajah adiknya yang sudah sangat berbeda. Wajah yang pucat dan penuh kesakitan itu bukanlah wajah Alvin yang Kenan kenali sebelumnya.

"Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bisa rela untuk melepaskanmu pergi, Vin. Tidak akan!" ucap Kenan dengan suara yang dalam tapi penuh dengan keyakinan.

"Untuk itu, jangan pernah memaksa kakak untuk merelakanmu atau membuat seolah-olah kau akan pergi. Karena dimanapun, kakak akan bersamamu. Camkan ini, Vin! Kau tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padaku, kan? Maka kau juga harus berjuang untuk dirimu sendiri"

Kenan kembali meraih tangan Alvin tanpa menjauhkan wajahnya. Dengan berbisik, Kenan melanjutkan kalimatnya.

"Kakak sangat menyayangimu, Vin" jeda Kenan. Sejenak Kenan tersadar, ia sangat jarang berucap seperti ini. "Kakak sangat menyayangimu lebih dari kakak menyayangi diri kakak sendiri"

Kenan memejamkan mata perlahan dan menarik nafas begitu dalam. "Jangan tinggalkan kakakmu, Vin. Tolong... Kakak mohon, Vin. Jangan pergi..."

Kenan merangkul Alvin. Tangisan penuh penderitaan Kenan terdengar disemua sudut ruang rawat Alvin seiring dengan semua alat rumah sakit yang saling bersautan. Tangisan yang terdengar menyakitkan dan rintihan yang penuh ketakutan itu bahkan belum cukup untuk membangunkan Alvin dari tidur panjangnya.













To Be Continued...

BE || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang