Delapan

1.2K 80 11
                                    

Aeris menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah bangunan yang di dominasi cat berwarna putih. Aroma obat-obatan seketika menyeruak ke indra penciumannya ketika memasuki kamar wanita yang telah melahirkannya dirawat. Entah kenapa, malam ini Aeris tiba- tiba begitu merindukan sang ibu.

Aeris memutar kenop pintu dengan hati-hati agar tidak membangunkan sang ibu. Pelan dia mendekat, menghampiri wanita paruh baya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dia, Rosa. Ibu kandung Aeris.

Wajah Rosa terlihat begitu pucat, tubuhnya pun semakin hari semakin kurus. Rambutnya banyak yang rontok karena efek kemoterapi yang dia jalani. Wanita kuat itu sekarang terlihat begitu rapuh.

Aeris cepat-cepat menghapus air mata yang jatuh begitu saja membasahi pipinya. Gadis itu tidak tega melihat kondisi sang ibu.

Dulu, saat ada masalah, Rosa adalah orang pertama yang akan mendengar semua keluh kesahnya dan menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Saat sedang bersedih, Rosa akan menjadi orang pertama yang menghiburnya. Namun, sekarang tidak akan ada lagi wanita yang menjadi tempat untuknya bersandar padahal dia sekarang sangat butuh teman untuk bercerita. Rosa yang dulu sangat berbeda dengan Rosa yang sekarang. Wanita itu terlihat begitu rapuh karena masalah yang datang bertubi-tubi menimpa hidupnya.

Lima belas tahun bukan waktu yang sebentar. Rosa begitu sabar menutup aib suaminya yang tega berselingkuh dengan wanita lain. Rosa ingin mempertahankan rumah tangganya karena Aeris waktu itu masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dari ayahnya. Semua rela dia lakukan agar keluarganya kembali harmonis seperti dulu.

Namun, kesabaran wanita itu akhirnya habis ketika mengetahui sang suami ternyata sudah memiliki anak dengan selingkuhannya. Bagai ditikam puluhan sembilu, hati Rosa benar-benar sakit mengetahui kenyataan tersebut. Padahal selama ini dia selalu berusaha memaafkan kesalahan yang sudah dilakukan oleh sang suami, tapi kali ini Rosa tidak bisa memaafkan kesalahan yang dilakukan ayah Aeris lagi.

Dengan berat hati Rosa meminta sang suami memilih dirinya atau si selingkuhan. Namun, jawaban yang diberikan ayah Aeris benar-benar di luar dugaan. Lelaki itu lebih memilih wanita selingkuhannya.

Semua kesabaran dan usaha yang telah Rosa lakukan selama bertahun-tahun untuk mempertahakan rumah tangga hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Hancur. Hidup Rosa benar-benar hancur. Sejak saat itu dia sering sekali menangis dan mengurung diri di kamar, meratapi pernikahannya yang gagal.

"Ibu ...." Aeris menggenggam jemari Rosa yang terasa dingin. Dia benar-benar takut kehilangan Rosa karena dia tidak mempunyai siapa pun lagi di dunia ini kecuali wanita itu.

Segala cara telah coba Aeris lakukan demi kesembuhan Rosa, tapi semakin hari sel kanker itu menang melawan tubuh sang ibu. Rosa pun sepertinya sudah tidak mempunyai semangat lagi untuk sembuh.

"Ibu, semangat, ya? Aeris yakin sekali Ibu pasti sembuh." Aeris menggigit bibir bawah kuat-kuat, berusaha menahan air mata yang mendesak ingin keluar. Aeris tidak ingin menangis di depan sang ibu, tapi butiran bening itu kembali jatuh membasahi pipinya. Aeris benar-benar takut.

Tanpa Aeris sadari, setitik air mata menetes dari sepasang mata Rosa yang terpejam. Dalam hati Rosa mengucapkan beribu kata maaf karena belum bisa menjadi sosok ibu yang baik bagi Aeris.

'Maafkan ibu, Aeris. Maafkan ibu ....'

--oOo--

Aeris langsung pulang setelah menjenguk sang ibu di rumah sakit. Di luar matahari sudah bersinar terik meskipun sekarang masih jam tujuh pagi. Semalam Aeris memutuskan untuk tidur di rumah sakit karena ingin menjaga Rosa.

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang