Bab 4

132 26 15
                                    

Cemburu bisa menghancurkan apa saja. Rasa tidak suka akan lebih mendominasi. Kebencian dari rasa iri membuat hubungan saudara seperti selaput tipis. Inikah keegoisan? Seperti inikah cinta itu? Tidak bisakah hanya sebatas mengagumi dalam diam?

"A-San, apa kamu menyukai pangeran Xie?" Liu Wei menatap netra ungu Tang San yang membola karena kaget dengan pertanyaan omong-kosong dari sang kekasih. Tang San menarik kerah jubah pemuda itu, mencium bibir si pemuda dengan agresif hingga Liu Wei hanya bisa pasrah ketika pemimpin klan tersebut terlihat marah.

"Berhenti bicara tidak jelas atau aku makan bibirmu!" Tang San melepas cengkraman. Ia memeluk tubuh Liu Wei yang bersandar di pohon magnolia. Aroma manis menjadi pengiring senyuman Liu Wei bersamaan raut muka bahagia. Lega, tanya sudah terlontar dan mendapatkan jawaban lebih dari yang Liu Wei kira.

Tang San memejamkan mata dengan erat. Aroma tubuh Liu Wei selalu berhasil membuat sang pemimpin klan lebih tenang. Ketulusan dari sang kekasih dapat ia rasakan sampai ke lubuk hati.

Berjuang sangat lama, memendam sambil berharap, bersembunyi untuk mencintai. Adakah yang lebih sulit dati itu semua? Pemilik netra ungu sering menangis dalam kesendirian. Ia gelisah dan takut ketika rasa sayang mulia berubah menjadi hubungan diam-diam.

Terlalu banyak kesabaran. Tang San hampir menyerah dan jujur dengan hubungan yang ia miliki. Namun, lagi-lagi kemarahan sang adik menjadi pengganjal. Liu Wei sendiri tidak suka jika bertingkah seperti pencuri. Ia sering membawa kabur sang pemimpin klan agar memiliki banyak waktu berdua.

Seperti membawa kabur pasangan orang lain. Padahal, Tang San adalah miliknya, si netra ungu adalah kekasihnya, sang pemimpin klan adalah satu-satunya orang yang mampu menarik perhatian pemuda itu dari urusan-urusan penting di Xiaongnu.

"A-San," Liu Wei melonggarkan pelukan, menaikkan dagu pemuda manis itu seraya menatap netra ungu yang terlihat sendu, "aku lelah bersembunyi. Aku tidak suka melihatmu bersama orang lain. Aku tidak suka kekasihku bersikap seolah-olah aku orang asing. Tidak bisakah kita menikah saja, A-San?"

Tidak tahu harus menjawab apa. Pemuda manis itu memilih menenggelamkan diri dalam ciuman panas. Penyatuan bibir yang memabukkan. Pelukan erat yang menjadi sentuhan. Geraman tertahan dan desahan nikmat membuat serangga kecil berlarian. Keduanya begitu larut tanpa sadar saling menindih di rerumputan.

Napas keduanya terengah ketika bibir tidak lagi menempel. Ada keinginan berbuat lebih, tetapi takut menyakiti. Hasrat menyentuh dan memilik dari Liu Wei sudah di ujung kepala. Tang San paham. Pemuda manis itu mengerti. Ia menyentuh pipi Liu Wei seraya mengucapkan kata persetujuan.

"Tidak apa-apa, lakukan perlahan." Seperti kubah api yang pecah, Liu Wei menguasai tubuh Tang San dalam hitungan detik. Sang pemimpin klan hanya mampu mendesah pasrah seraya menahan suara agar tidak lepas kendali. Liu Wei menciumi setiap jengkal tubuh sang kekasih seraya meninggalkan jejak kepemilikan.

Liu Wei tidak lagi menahan diri. Pemuda itu seperti serigala yang baru mendapatkan mangsa. Sentuhan lembut sekaligus memabukkan perlahan menjadi agresif dan panas. Liu Wei benar-benat lepas kendali hingga membaut air mata Tang San turun perlahan bersamaan rasa sakit yang berubah nikmat seiring tumbukan panas dari milik seorang Liu Wei.

Semoga aku melakukan hal yang benar.
Aku harap tidak ada lagi keraguan dari Liu Ge ketika semua milikku sudah berada di bawah kendalinya.

*******

Malam merajai. Suara binatang malam sudah terdengar. Xiaongnu mulia dipenuhi lentera penerangan di setiap tepian jalan dan emperan rumah-rumah. Petugas jaga terlihat sibuk. Para pelayan mulai menyiapkan hidangan malam untuk para petinggi klan.

"Bibi, apa kakak sedang bepergian?" Tang Xuan Yu duduk di tepian meja, menyambar apel, lalu memberikan gigitan kecil.

"Ketua Klan pergi bersama Tuan Muda Liu sejak tadi siang, Tuan Xuan." Amarah membuat apel terpecah menjadi serpihan kecil. Pendar kemerahan yang menguar dari tubuh, membuat beberapa pelayan memilih menjauh seraya menundukkan kepala.

Tang Xuan Yu mengamuk tidak keruan. Ia menghancurkan apa saja yang ia lihat hingga tidak menyadari bahwa Pangeran Xie sedang memasuki rumah lalu menyambar tubuh Xuan Yu seraya memeluk dengan erat.

"Hei, tenanglah, ada apa ini sebenarnya?" Xuan Yu tidak menjawab. Ia masih mengamuk dan nyaris melukai sang pangeran. Terlampau pedih. Terlalu menyakitkan. Ia mulai membenci dirinya sendiri. Ia ingin sekali menghilang dari dunia ketika semua perhatian orang hanya tertuju kepada sang kakak.

Dalam amarah, Xuan Yu mengatakan segala keluh kesahnya. Pangeran Xie mengibaskan tangan, meminta semua orang untuk meninggalkan ruangan itu. Ia mencoba menenangkan adik pemimpin klan agar tidak sampai melukai tubuhnya sendiri.

Pemuda ceria yang ternyata menyimpan sejuta emosi. Apakah selama ini ia hanya berpura-pura bahagia di depan sang kakak? Sisi mana yang harus pangeran percaya ketika kakak adik sama-sama menyimpan masalah mereka sendiri.

"Bukankah kami ini sama?! Wajah kami sama?! Lalu, kenapa Liu Ge lebih memilih San Ge daripada aku?! Katakan! Kamu juga menyukai A-San Ge, bukan?! Tidak adil! Aku juga butuh seseorang yang menyukaiku seperti Liu Ge menyukai San Ge!"

Tidak ada jawaban. Tidak juga sebuah tanggapan. Pelukan di tubuh Xuan Yu kian erat. Sang pangeran tidak peduli jika pemuda itu semakin marah. Pemilik netra elang hanya berpikir untuk kebaikan orang banyak. Calon penerus tahta Kerajaan Huang harus bertindak cepat jika tidak ingin semua hancur dan menyisakan tangis untuk sang pemimpin klan.

"Xuan Yu, maaf. Aku harus melakukan ini." Tanpa menunggu jawaban, bibir keduanya menempel dengan erat bersama isapan-isapan lembut dari sang pangeran hingga membuat netra adik Tang San terpejam kian erat. Ia terlalu lelah untuk bertanya, terlalu malas untuk mencerna. Namun, rasa nyaman dan hangat, mulai menjalar ke dasar hati hingga membuat amarah Xuan Yu sedikit terkendali.

Air mata meluncur deras. Keduanya sudah larut dalam gigitan gemas dan juga pagutan kasar. Pendar kemerahan tidak lagi tampak. Secara perlahan, amarah Tang Xuan Yu mulai menghilang bersamaan penyatuan bibir yang terlepas.

"Sudah merasa lebih  baik?" Xie Yun menghapus jejak air mata menggunakan jari. Ia mengangkat tubuh pemuda manis itu dalam gendongan, lalu mencati tempat duduk yang masih bisa ia pergunakan.

Pangeran Xie memangku pemuda itu. Ia mengusap rambut panjang dengan hiasan pita merah di kepala sambil tersenyum tulus. Pangeran Xie mengatakan banyak hal. Ia tidak tahu kata-kata yang ia ucapkan akan membantu ataukan tidak. Setidaknya, mencoba lebih baik daripada hanya melihat tanpa ada usaha menenangkan.

"Wajah sama, bukan berarti semua yang diperoleh harus serupa, kan?" Xie Yun menatap netra merah milik pemuda itu yang terlihat indah. Ia sempat terkekeh ketika melihat bibir mengerucut Xuan Yu hingga serupa ikan buntal.

"Pernahkah kamu berpikir bahwa beban di pundak Tang San lebih berat dari yang kamu jalani? Mungkin ia terlihat tenang, ia selalu tersenyum, ia bersikap biasa ketika ada orang yang mengusik." Xie Yun mendudukkan pemuda itu di kursi, lalu ia berjongkok di hadapan Xuan Yu.

"Namun, sekeras apa pun manusia menyembunyikan luka, ia tetap saja butuh seseorang untuk melindungi walaupun harus dengan cara sembunyi-sembunyi."

Aku bisa mengatakan dengan mudah karena aku sendiri sedang mengalami hal yang sama, Xuan Yu.
Aku mencintai Tang San jauh lebih dulu dari Liu Wei dan terus bersembunyi hanya untuk melihat orang yang kucintai bahagia bersama kekasihnya.

TBC.

The Twin of Xiaongnu "Magical Eyes"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang