Aku terlahir untuk Xiaongnu dan akan tetap seperti itu. Sebesar apa pun sebuah perasaan, aku tidak mampu meninggalkan tanah kelahiran.
*
*
*"Jadi, ini Xiaongnu?" Feng Hao Xing memutuskan untuk mengantarkan si pemuda periang pada tempat yang Tang Xuan Yu kehendaki. Mengikuti keinginan, mengabulkan segala bentuk permohonan, berusaha mengerti dari sisi yang berbeda ketika si pemilik pita merah sering kali mengalah dalam segala hal, Feng Hao Xing tidak main-main dengan perasaan yang ia miliki.
"Satu-satunya tempat yang menjadikan kami sebagai seorang pimpinan tanpa melakukan sebuah perlawanan." Tang Xuan Yu berjalan lebih dulu, menautkan dua tangan di belakang tubuh, menyelisik setiap sudut desa sekaligus menghirup dalam-dalam aroma magnolia yang mulia berguguran.
"Ayahku seorang petinggi kerajaan, tetapi beliau memilih meninggalkan lingkar istana." Si pemuda periang memutar arah seraya berjalan mundur, memutar-mutar seruling bersama senyum menawan yang membuat Feng Hao Xing harus mati-matian menahan diri.
"Lalu? Bagaimana dengan Nyonya Tang?" Sang jenderal menunggu jawab, mengikuti setiap gerak-gerik si pemuda manis ketika bertahan pada posisi yang sama, seolah memiliki mata di bagian belakang kepala.
"Aku tidak memiliki ibu, Jenderal Feng." Tang Xuan Yu terkekeh, menghentikan langkah, menarik lengan sang jenderal hingga dua pemuda itu berjalan beriringan.
"Raja Bai menikahi Tuan Muda Liu. Permaisuri kerajaan Bai adalah seorang pria, dan beliau memiliki anugerah mengandung. Dalam arti kami berdua, aku dan juga kakakku. Itu pun karena sebuah keharusan agar Xiaongnu memiliki penerus."
Rasa tidak percaya sekaligus terheran-heran, terlihat jelas pada wajah si empu netra abu. Sang jenderal menghela napas, mengangguk beberapa kali, memahami maksud semua ucapan Tang Xuan Yu meskipun masih terasa sulit.
"Aku tidak memintamu untuk percaya, Jenderal Feng. Itulah alasan kenapa warna mata kami berdua lain dari penduduk sekitar." Tang Xuan Yu menapak anak tangga, satu demi satu hingga pintu utama menjadi penyambut bersama sosok pemuda yang tidak ingin ia temui.
Tsk! Aku masih tidak percaya. Bagaimana mungkin aku bisa tergila-gila dengan manusia licik sepertimu, Ge!
Tang Xuan Yu meneruskan langkah, mengabaikan Liu Wei bersama tatapan membunuh yang dilayangkan pada si pemuda periang. Feng Hao Xing tidak ingin ikut campur. Selama tidak menyakiti si pemilik netra kemerahan, maka sang jenderal tidak satu kali pun menganggap keberadaan sang pengawal adalah sebuah ancaman.
"A-Xuan! Seperti inikah sifat seorang pemimpin Xiaongnu?!" Liu Wei memutar tubuh, menatap punggung sempit si pemilik pita merah di kepala yang tengah mengehentikan langkah secara tiba-tiba.
"Lalu, aku harus apa, Liu Ge? Menjadi licik dan tidak jujur sepertimu?" Tersenyum miring, menoleh sekaligus mengejek, Tang Xuan Yu menggeleng beberapa kali ketika melihat tingkah Liu Wei yang selalu ingin menggurui sekaligus mengendalikan kehidupan pemuda itu secara paksa. Lebih tepatnya, dua bersaudara.
Muak! Satu kata dan mewakili banyak hal yang mengusik hati dan juga pemikiran. Ketika simpati menjadi benci, maka tidak ada jalan keluar selain menghadapi bersama ketidaksukaan.
Si pemuda periang mengabaikan seruan lantang seorang pengawal pada adik sang pemimpin klan. Tang Xuan Yu membawa Feng Hao Xing memasuki kamar, tidak ingin peduli pada seseorang yang selalu memanfaatkan kebaikan sang kakak hingga membuat jarak dua pemuda menjadi saling merindu.
Menutup pintu secara kasar, mengunci sekaligus meredam suara-suara yang tengah Liu Wei lontarkan agar tidak memasuki kamar pemuda manis itu. Kini, hanya amarah yang tercipta bersama rasa benci hingga rasa-rasanya ingin memaki tidak ada henti.
Hening menguasai seluruh isi kamar. Feng Hao Xing mengusap punggung sempit si pemilik pita merah di kepala yang tengah meringkuk pada pembaringan. Sifat kekanakan yang terlihat jelas ketika si pemuda periang tengah dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Memangnya apa lagi selain mengamuk dan mengutuk? Tang Xuan Yu tidak ingin Liu Wei merusak kebahagiaan sang pemimpin klan meskipun membawa sejuta cinta untuk membawa kembali pada tanah kelahiran.
"Tidak bisakah kalian berdua bicara baik-baik? Tidak akan ada penyelesaian jika salah satu di antara kalian tidak berusaha keras untuk mengubah situasi." Mengusap punggung secara perlahan, membujuk sekaligus memberikan solusi entah mampu menyelesaikan masalah ataukah tidak, Feng Hao Xing tidak nyaman berada pada hubungan rumit yang terlihat begitu sulit untuk didekati.
"Lihat ke sini dan jangan memunggungiku, A-Xuan. Aku tidak suka." Feng Hao Xing mengubah posisi tidur Tang Xuan Yu secara paksa, membuat dua wajah saling berhadapan bersama netra sembab yang terlihat sayu sekaligus sendu.
Aku tidak memiliki sesuatu yang berharga ataupun semacamnya. Aku hanya memiliki rasa. Satu rasa pada seorang pemuda yang aku anggap layak untuk menempatkan hati dan hidupku hingga ajal membawa pergi.
*******
Beberapa hari berlalu dan mampu menyingkirkan duka. Tang San tersenyum sepanjang waktu ketika pernikahan sudah di depan mata. Si pemilik netra ungu enggan beranjak dari pelukan sang pangeran walaupun hari sudah beranjak siang.
"Hei, aku harus menghadiri pertemuan kerajaan, A-San. Sebentar saja dan akan segera kembali. Jika mau, kamu boleh ikut. Bagaimana, heum?" Mengusap kepala sang pemimpin klan, memukul seraya menyalurkan kehangatan, Pangeran Xie berusaha meminta pengertian dari seorang pemuda yang tengah berlalu manja.
Rasa bahagia mulai mengelilingi. Penantian telah terbalas rasa menerima tanpa memaksa. Xie Yun menginginkan hari esok datang lebih cepat agar gelar pendamping sang pangeran segera Tang San perolehan.
Detik membawa rasa pada satu titik indah hingga lupa ada hati yang menangis di tempat yang berbeda. Tang Xuan Yu sering berselisih paham hingga sering kali berujung perkelahian. Namun, satu hal yang membuat si pemilik pita merah di kepala tidak satu kali pun merasa takut, kehadiran Feng Hao Xing tengah memberi kekuatan di tengah rasa putus asa.
Liu Wei begitu keras hati. Ia memaksa menjadikan Xuan Yu sebagai pendamping ketika sang pemimpin klan memilih untuk meninggalkan Xiaongnu dan menetap pada lingkar istana.
Ambisi telah membutakan mata seorang sahabat hingga lupa cara berlaku pantas agar tidak merusak sebuah hubungan. Feng Hao Xing mengembuskan napas lelah. Ia ingin membawa lari si pemilik senyum manis dari tempat yang sangat menyakitkan agar segera lepas dari penderitaan sebuah paksaan.
Seandainya saja Tang Xuan Yu memiliki nasib serupa dengan sang pemimpin klan, mungkin si pemilik pita merah di kepala tidak akan mengalami kesulitan hingga lupa cara tertawa.
Satu pihak tidak ingat cara tersenyum. Namun, di sisi lain, tawa dan rasa bahagia telah menjadi penyerta pada setiap embusan napas, setiap mata berkedip, dan setiap pelukan hangat.
"Yang Mulia Pangeran," Tang San menengadah, menatap sang kekasih yang tengah memainkan anak rambut kepunyaan sang pemimpin klan, "aku merindukan A-Xuan. Bisakah kita berkunjung sebelum acara pernikahan?" Sebuah persetujuan telah diberikan bersama rasa haru dan keinginan untuk bertemu pada sosok nakal yang sering kali berbuat onar.
"Lalu," Tang San terlihat ragu-ragu untuk mengungkapkan keinginan yang lain, "bolehkah aku bertemu Liu Ge untuk terakhir kali?"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin of Xiaongnu "Magical Eyes"
RomanceTang San Tang Xuanyu Xie Yun Fanfiction Chara R 18+