Hamparan canola kuning mulai berjatuhan. Musim gugur datang lebih cepat hingga udara mulia terasa dingin. Matahari tidak terasa hanya sepeti sebelum-sebelumnya. Kabut lebih sering menyapa hingga jubah bulu tebal selalu Tang Xuan Yu pergunakan.
"Masih belum datang, apa mereka tidak jadi berkunjung?" Tang Xuan Yu memeluk tubuh kokoh sang jenderal seraya menelusupkan wajah pada perpotongan leher.
"Terlalu pagi untuk melakukan kunjungan. Mungkin menuggu matahari lebih tinggi agar terasa lebih hangat." Feng Hao Xing mengusap punggung si pemilik pita merah di kepala, merapatkan pelukan seraya menatap beberapa daun magnolia yang menyatu dengan tanah di sekitar taman kolam buatan.
"Semoga Liu Ge tidak membuat ulah. Aku tidak ingin ia membuat semua hal menjadi semakin rumit." Tang Xuan Yu memejamkan mata, menguap beberapa kali. Pemuda itu terlihat mengantuk karena tidak tidur semalaman.
"Beristirahatlah. Aku akan membangunkanmu ketika beliau sudah datang." Membawa tubuh Tang Xuan Yu pada gendongan, melangkahkan bersama senyum menawan hingga netra abu tersebut terlihat memesona, Feng Hao Xing memberikan pelayanan sebaik mungkin pada sosok menawan di pelukan.
"Kenapa kamu begitu baik, Jenderal Feng?" Menguap sekali lagi sambil mencari kenyamanan pada gendongan.
"Karena aku memiliki perasaan dan sebuah kepercayaan, A-Xuan." Menunduk sembari menggeleng lirih, sang jenderal mengutarakan sebuah jawaban pada pemuda nakal yang tengah tertidur pada gendongan.
"Bukankah dia sangat menggemaskan, A-Zhui. Dia mirip sepertimu. Nakal dan sulit untuk dikendalikan. Namun, memiliki kebaikan besar higga mampu membuat beberapa orang di sekitar merasa nyaman." Kesalahan dan Feng Hao Xing sangat sadar. Si pemilik netra abu mencoba menjalani hubungan ketika beberapa masa sulit melupakan satu nama pada ingatan.
Perasaan bukan sebuah uji coba. Bagaimana jika Tang Xuan Yu mengetahui dan merasa menjadi alat uji coba? Bukankah akan lebih menyakitkan sekaligus membuat luka lama menjadi lebih besar? Setidaknya, kejujuran tidak menjadi hal salah apa pun keputusan yang akan adik ketua klan tersebut ambil setelahnya.
Feng Hao Xing merebahkan tubuh si pemilik netra kemerahan pada pembaringan secara perlahan, menyelimuti hingga sebatas leher. Lalu, sang jenderal mendudukkan diri pada tepian pembaringan. Pemilik netra abu tersebut mencoba menghilangkan rasa gelisah, menatap paras menawan si pemuda yang tengah tidur hingga gurat-gurat lelah terlihat lebih jelas.
Beberapa hal tengah Tang Xuan Yu coba hadapi sendiri. Pemuda nakal itu tidak ingin melibatkan sang kakak pada urusan tidak penting. Lagi pula, bukankah selama ini adik sang pemimpin klan sudah banyak merepotkan si pemilik netra ungu? Mungkin, hal itu yang pemuda itu pikirkan hingga berakhir kehilangan kenyamanan pola tidur.
"Aku harus apa? Berada di dekatmu dan tidak mampu mengurangi beban, bukankah aku terlihat tidak berguna? Setidaknya, berikan rasa percayamu sedikit saja. Jangan seperti ini?" Feng Hao Xing menunggu seraya menyandarkan punggung pada kepala ranjang, memejamkan mata untuk sesaat agar kepala lebih nyaman untuk berpikir.
Cinta terasa menyakitkan ketika tidak mendapatkan kepercayaan, bukankah demikian?
******"
"Selamat datang Tuan Muda Tang San. Maaf, tidak memberikan sambutan yang pantas." Feng Hao Xing menunduk seraya memberi hormat, lalu mempersilakan sang tuan memasuki kediaman serupa istana itu sekaligus meminta beberapa pelayan untuk mempersiapkan hidangan penyambut.
Sang pemimpin klan melihat keadaan sekitar. Pemuda manis itu merindukan Xiaongnu sekagus seseorang yang sudah lama tidak ia temui. Pernikahan dilakukan beberapa hari sebelum kunjungan. Tang Xuan Yu menolak kedatangan sang pemimpi klan jika Tang San belum memperoleh sebuah ikatan resmi sebagai pendamping sang pangeran.
Feng Hao Xing melakukan perbincangan ringan pada sosok sang tuan. Menikmati hidangan hangat ketika suhu udara kurang bersahabat. Tang San melihat ke segala arah, mencari sosok nakal yang selalu ia rindu hingga kesulitan untuk memejamkan mata.
"A-Xuan sedikit kurang sehat. Ia melakukan kunjungan ke beberapa distrik di Xiaongnu hingga lupa cara tidur dengan benar." Jenderal Feng seolah tahu apa yang dipikirkan sang tuan. Ia menjelaskan secara perlahan, mengatakan hal apa saja yang sang jenderal ketahui hingga membuat Tang San mengembuskan napas lelah secara berulang.
"Tidak perlu kahwatir, hanya sedikit lelah dan Sebentar lagi ia pasti bangun. Udara dingin membuat tidurnya lebih nyenyak." Senyum kecil menjadi penutup perbincangan tersebut, Feng Hao Xing meminta beberapa pelayan menyiapkan kendi arak berkualitas paling baik. Lalu, meninggalkan aula utama, menuju kamar si pemilik netra kemerahan.
Pangeran Xie mengusap lengan sang pendamping, mencoba menenangkan, mengatakan beberapa patah kata yang mampu menenangkan rasa gundah agar tidak terlalu terasa berat hingga kesulitan untuk menelan ludah sendiri.
"Semua baik-baik saja. A-Xuan bukan pemuda lemah dan kamu lebih tahu dari siapa pun." Seulas senyum dari sang pangeran, telah mengembalikan kepercayaan diri pada sosok sang pemimpin klan. Si pemilik netra ungu menunggu dengan sabar hingga Tang Xuan Yu keluar kamar.
Ia baik-baik saja dan harus seperti itu.
*******
Netra terbuka perlahan, Tang Xuan Yu menyesuaikan penglihatan pada pencahayaan dari lentera besar di sekitar. Malam tengah menyapa dan pemuda nakal itu sudah tidur beberapa jam tanpa sadar. Feng Hao Xing memberikan seulas senyum, lalu membantu sang adik pemimpin klan untuk mendudukkan diri pada tepian pembaringan.
"Tuan Muda Tang San sudah datang, A-Xuan. Beliau menunggumu pada aula tengah." Feng Hao Xing mengusap pipi sekaligus menyingkirkan anak rambut si pemilik pita merah di kepala agar tidak menghalangi penglihatan. Lengkung bulan sabit terlihat jelas, si pemuda nakal menghambur diri pada pelukan sang jenderal seraya melabuhkan ciuman hangat pada pipi.
Keterkejutan tidak lagi menjadi fokus Tang Xuan Yu ketika perbuatan tanpa ada pemberitahuan tengah dilayangkan pada sosok pemuda di hadapan. Si pemilik netra kemerahan justru turun dari pembaringan tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Feng Hao Xing masih memegangi pipi tanpa sadar. Lagi-lagi teringat sosok manis yang selama ini masih menjadi pemilik hati sang jenderal dan rasa bersalah lagi-lagi hadir untuk menyapa.
"Aku harus apa?" Pintu kamar Tang Xuan Yu berhasil Feng Hao Xing lalui. Namun, apa yang pemilik netra abu tersebut lihat adalah hal yang tidak ingin ia saksikan.
"Menjauh dari Xiaongnu, sekarang! Liu Ge tidak memiliki hak apa pun atas hidupku. Bahkan, kematian sekali pun!" Mencengkram leher Liu Wei, Tang Xuan Yu mengabaikan seruan sang kakak meskipun permohonan maaf telah dilontarkan secara berulang.
"Dia bisa mati, A-Xuan. Lepaskan dia. Gege mohon." Tang San sebisa mungkin menenangkan amarah sang adik ketika pendar kemerahan sudah menyelimuti seluruh tubuh si pemuda nakal.
"Aku tidak peduli, San Ge. Aku membencinya sejak dia berani menyentuhku secara paksa! Aku benar-benar membencinya! Tidakkah kalian paham!" Seluruh isi ruangan tiba-tiba menjadi sunyi. Tang San menutup mulut bersama rasa sakit pada hati.
"Dia ... menyentuhmu tanpa persetujuan?" Feng Hao Xing menatap nyalang pada sosok yang tengah menahan sakit ketika leher tercekik.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin of Xiaongnu "Magical Eyes"
RomanceTang San Tang Xuanyu Xie Yun Fanfiction Chara R 18+