Bab 13

60 10 3
                                    

Cinta juga memiliki musim. Terkadang kita tersorot cerahnya keindahan, terkadang terguyur derasnya kesedihan.

*
*
*

Bertahan dan mencoba melupakan, Tang Xuan Yu melepas cengkeraman, menetralkan kekuatan, mundur perlahan hingga punggung membentur dada bidang si pemilik netra abu yang tengah memberikan tatapan nyalang pada pemuda tidak tahu malu dan hampir mati tersebut.

Rasa sakit seolah enggan meninggalkan kehidupan adik pemimpin Xiaongnu. Si pemilik netra kemerahan memutar tubuh, mencengkeram kerah jubah sang jenderal, menyembunyikan wajah yang terasa panas sekaligus mengabaikan keadaan sekitar.

Tang San terasa terhimpit bebatuan. Sang pemimpin Xiaongnu berdiri mematung. Ia merasa terluka meskipun bukan si pemilik netra ungu yang tersiksa.

Senyum ceria, tawa tanpa lelah, memberikan warna tersendiri ketika berhadapan dengan penduduk Xiaongnu, Tang Xuan Yu memilih bungkam. Ia tidak satu kali pun mengutarakan rasa sakit, gelisah, ataupun rasa pilu ketika dihadapkan pada kisah pahit bersama sebuah keterpaksaan.

"Kenapa tidak melawan, A-Xuan! Kamu tidak selemah itu, bukan?! Apa yang membuatmu diam?!" Tang San tidak mampu lagi menahan amarah. Sang pemimpin Xiaongnu mendekat pada sosok adik yang tengah memeluk erat tubuh kokoh si pemilik netra abu. Menarik kasar, membuat dua wajah saling berhadapan, seolah tengah berbicara melalui tatapan mata hingga tangis menjadi pengiring dua kakak beradik yang telah lama berjauhan, Tang San memeluk erat seraya menangis tidak karuan.

"Aku tidak memiliki pilihan ketika Liu Ge berbuat curang." Tang Xuan Yu menangis tersedu. Si pemilik netra kemerahan melepas pelukan, mengusap air mata secara perlahan. Ia memiliki kesulitan untuk berpikir dengan benar. Rasa takut selalu mengiringi. Meskipun Liu Wei memutuskan untuk menghindar dan menjauh untuk sementara, bukan berarti rasa takut akan sepenuhnya lenyap.

Pemuda nakal itu tidak mampu berbuat banyak. Ramuan lumut gairah sering kali membuat Tubuh Tang Xuan Yu bereaksi tanpa pemuda itu pinta.

Menjauh dan terkadang melukai diri sendiri, adik pemimpin klan tidak ingin melibatkan siapa pun. Ia menahan dan menekan rasa panas dengan kekuatan yang ia miliki walaupun hanya bersifat sementara.

"Kenapa tidak menemuiku, A-Xuan?" Mengusap pipi Tang Xuan Yu, menghilangkan jejak-jejak air mata yang tertinggal dengan jemari, menyatukan kedua dahi bersama kesedihan, Feng Hao Xing menciumi seluruh wajah adik pemimpin Xiaongnu bersama kebencian besar ketika keberadaan sang jenderal tidak memiliki pengaruh yang berarti.

"Bagaimana mungkin aku melakukan hal seperti itu ketika hatimu dipenuhi dengan satu nama, Jenderal Feng?" Kedua bahu pemuda periang itu bergetar, tawa bersama tangis tengah mengiringi, Tang Xuan Yu melepas pelukan hingga dua tubuh berjauhan.

"Aku pernah mencintai Liu Ge hingga tidak mampu melihat yang lain. Lalu, aku mengalah. Ketika perasaanku telah berlabuh pada Pangeran Xie, San Ge melakukan hal serupa. Ya, aku memilih mengasingkan diri." Menggelengkan kepala seraya menertawai diri sendiri, Tang Xuan Yu tidak satu kali pun mendapatkan keinginan yang berada di depan mata ketika mengalah adalah hal yang saat itu ia pikirkan.

"Sekarang, ketika aku mencoba menjalani hidup dengan sang jenderal, aku tidak memiliki tempat untuk singgah hingga kesulitan untuk menerobos masuk." Menatap sosok menawan yang tengah memejamkan mata, adik sang pemimpin klan mengepalkan jemari hingga telapak tangan mengeluarkan darah.

"Ia menganggapku orang lain, pemuda lain, kekasih yang selalu ia simpan di sanubari. Aku harus apa selain pasrah. Hidupku tidak pernah ada satu orang pun yang menginginkan, bukan?" Lagi-lagi tertawa tanpa minat, Tang Xuan Yu memutar tubuh, dan menatap sosok terkapar pada lantai yang tengah mencoba meminta maaf.

"Kata maaf tidak akan mengembalikan milikku yang paling berharga, Liu Ge. Aku hanya sampah yang tidak bernilai." Duduk pada permukaan lantai kayu, Tang Xuan Yu menekuk lutut, lalu menyembunyikan wajah seraya menyatukan dua lengan, pemuda itu terlihat menekan rasa takut ketika semua rasa tengah ia utarakan.

Tidak ada yang tersisa, tidak ada yang mampu ia bawa, tidak ada satu hal pun yang dapat ia raih ketika cinta serupa rasa semu. Mencintai tanpa syarat, memilih bersama keinginan untuk mengikat, menentukan pilihan meskipun berakhir kekosongan ketika tidak ada rasa yang tersisa.

Tang Xuan Yu terlelap bersama rasa lelah ketika beberapa masa menyimpan luka dan tidak mampu mengutarakan. Kini, semua beban seolah lenyap. Pemuda nakal tersebut mampu tersenyum untuk pertama kali setelah beberapa waktu berada pada rasa tidak nyaman.

"A-Xuan! Hei, bangun!" Kehilangan kesadaran meskipun bibir telah membentuk lengkung bulan sabit, Tang Xuan Yu bergeming, tubuh pemuda itu terkulai lemas pada lantai hingga membuat seluruh penghuni rumah utama klan merasa ketakutan.

"Panggil tabib, sekarang!" Membawa tubuh lemah si pemuda periang pada gendongan, Feng Hao Xing menyegerakan langkah bersama rasa takut ketika dihadapkan pada tubuh lemah si pemuda. Bayangan kehilangan tiba-tiba kembali menyapa. Serupa dejavu, sang jenderal memasuki kamar adik pemimpin klan, mencoba membangunkan tubuh lemah Tang Xuan Yu agar segera membuka mata.

"Jangan membuat kesimpulan sendiri sebelum bertanya langsung, Tang Xuan Yu!" Feng Hao Xing mengusap wajah kasar. Sang jendral kehilangan kesabaran. Rasa takut telah menguasai, si pemilik netra abu menunggu tabib secara tidak sabar.

"Aku memiliki kekuatan yang mampu menyembuhkan, Jenderal Feng. Tenanglah. Adikku tidak selemah yang kamu kira." Tang San mendekat pada tepian pembaringan. Mati-matian menahan tangis tengah pemuda manis itu lakukan. Ia memusatkan kekuatan pada telapak tangan, memejamkan mata sejenak, lalu menggenggam jemari Tang Xuan Yu seraya menyalurkan kekuatan.

Satu darah dan selamanya akan seperti itu. Aku tidak mampu melihatmu menderita, begitu juga sebaliknya. Ketika kamu terluka, maka aku merasakan sakit yang sama.

*******

"Berjanjilah untuk selalu menjaga A-Xuan. Ia begitu rapuh dan selalu bersembunyi pada kekuatan yang ia miliki. Ketika kamu melihat tawa pada bibir, cobalah untuk melihat ke dalam mata. Kamu akan tahu seperti apa perasaan yang ia miliki untuk orang-orang di sekelilingnya." Meninggalkan rumah utama klan, Liu Wei menuju rumah pengasingan, keputusan yang tepat dan ia ambil secara matang.

Cinta besar serupa lautan lahar ketika dimiliki sosok tidak kenal ampun. Harga diri dan kehormatan tengah diabaikan, tanpa mau peduli sang korban merasa sakit ataukah tidak. Berdiri pada pijakan serupa tepian jurang. Manusia selalu lupa diri dan memaksakan kehendak, tidak mau tahu porsi dan ukuran yang selayaknya.

Namun, ketika dihadapkan pada ketakutan sebuah kehilangan, maka menyerah dan berpasrah adalah selimut duka hingga logika harus ditarik paksa, mau menerima dan merelakan ketika hati tidak lagi bisa dimiliki.

"Aku tidak tahu jika mencintai seseorang selalu sesakit ini. Aku hanya berharap, saudara sesumpahku tidak mendapatkan hal yang sama." Tersenyum seraya berpamitan, Liu Wei melangkah secara mantab, meninggalkan jejak-jejak masa lalu agar mampu ditutup lembaran masa depan hingga enggan menoleh ataupun menyapa.

Beberapa hati mampu terjalin dengan ikatan. Ketika kesepakatan mengahasilkan sebuah senyum tanpa paksaan, maka perasaan akan segera terjawab dengan sebuah ketulusan bersama ujung yang tidak tergambarkan.

******

"A-Ran, Yang Mulia Raja Xie meminta untuk bertemu. Ia ingin membicarakan perjodohan yang sudah pernah kita sepakati ketika meminta bantuan atas peperangan."

TBC.

The Twin of Xiaongnu "Magical Eyes"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang