11. Ragu dan Putus Asa

697 186 67
                                    

Namjoon, sebenarnya ada marga yang seharusnya terselip pada namanya. Namun lelaki itu memilih untuk tidak lagi peduli. Memutuskan untuk membuang jati dirinya, membakar identitasnya, dan pergi. Melepas embel-embel marga yang seharusnya ada di belakang nama. 

"Namamu, aku yakin ada marga di belakangnya."

"Tidak. Aku sudah membuangnya."

Begitu ucapnya, ketika Yoongi bertanya pada malam itu, di mana keduanya berada pada jadwal jaga yang sama. 

Saat itu Yoongi hanya mengangguk. Tidak mau mengusik hal yang sama sekali tidak ada sangkut paut dengan dirinya lebih dalam. Lelaki Min itu memutuskan untuk diam. Menyeruput kopi sembari sesekali melirik pada rekan-rekannya yang telah lelap tertidur.

Namun tanpa disangka, Namjoon berucap, "Ayahku mati, empat tahun lalu, di tanganku." yang membuatnya berhenti menyesap cairan hitam pahit.

Matanya melirik sepintas pada si lelaki tanpa marga, yang tengah menatap ke depan dengan tatapan kosong. Ini pertama kalinya Yoongi melihat sorot lain dari mata elang Namjoon.

Memilih untuk menjadi pendengar, Yoongi kembali menyesap kopinya sembari memasang telinga.

"Ibu dibunuh olehnya. Lelaki tua itu munafik." 

" ... jadi kubunuh ia malam itu juga, dan pergi tanpa menyandang marga darinya."

Cerita sekilas dari Namjoon, yang membuat Min Yoongi sedikit bersimpati.

"Luka di pelipis ini, kudapat dari kakek ketika berlatih pedang bersamanya. Beliau orang yang amat disegani oleh orang lain, termasuk diriku, namun tidak dengan ayah. Bajingan tua itu membunuh kakek, satu-satunya orang yang bisa kupercaya setelah kematian ibu."

Malam itu juga, adalah pertama kalinya bagi Yoongi mendengar tawa Namjoon. Tawa yang terdengar menyedihkan. Menyimpan banyak dendam juga geram dalam tiap melodi nadanya.

.

Sejak kematian Jimin, Jung Hoseok tidak pernah lagi pergi ke balkon. Tidak berani, jika bahkan hanya untuk menatap ke bawah, di mana para mahluk menyeramkan berkumpul. Seakan mengharap adanya "makanan" yang akan jatuh dari lantai atas. 

Hoseok bukan orang yang pemberani. Ia penakut, terlampau, malahan. Ia pengecut, dan Hoseok mengakuinya. Berada dalam situasi seperti ini, adalah hal yang tidak pernah Hoseok bisa bayangkan. Hal yang ia tahu hanya ada di dalam video game seperti yang pernah ia mainkan dulu.

Kematian Jimin sedikit banyak memberinya bayangan, tentang apa yang kemungkinan bisa terjadi padanya. Hal yang sama, mungkin?

Ini gila, tapi terpikir olehnya. Bagaimana jika pada akhirnya, mereka akan mati satu-persatu. Terinfeksi dan saling serang, menjadi kanibal bertubuh busuk juga menjijikkan. 

Gila, namun mungkin saja terjadi, di saat di mana kematian yang seharusnya hanya menjadi nasib, kini berubah menjadi pilihan.

.

02.00

"Hei, Jin."

Kim Seokjin menoleh, begitu namanya disebut. Menatap Taehyung dengan tatapan bertanya, dan menurunkan kakinya dari kursi, mempersilakan Taehyung untuk duduk di kursi di depannya.

"Park Jimin sudah mati, dan menurutmu, bagaimana jika kita adalah yang selanjutnya?" Pertanyaan terlontar, disusul hening. Kim Taehyung yang semula berucap, kini terdiam. Menatap lurus pada manik ragu lelaki di depannya.

"Itu tidak mungkin--"

"Itu mungkin." Suara dari belakang membuat keduanya menoleh. Menatap pada Jung Hoseok yang sedang berjalan mendekat.

"Itu mungkin. Ingat saja, sudah hari ke berapa kita terjebak, tanpa tanda adanya jalan ke depan. Pemerintah sudah abai, rupanya," lelaki itu berucap. Ia menghela napas kasar.

"Aku tidak mau mati, tapi jika mati adalah satu-satunya pilihan, mau bagaimana lagi," Jung Hoseok melirih. Pikirannya yang semula dipenuhi dengan harapan tentang hidup, seakan-akan melebur begitu saja. Hilang ditelan rasa takut juga putus asa, yang semakin bertumbuh besar setiap waktunya.

Menyadari kenyataan, ia memilih untuk berhenti. Tak lagi ingin berharap pada sesuatu yang mungkin, tidak akan pernah terjadi.

"Pada akhirnya kita hanya akan mati, entah bagaimana caranya." 

Ketiganya diam, dilanda hening canggung yang membuat mereka kembali berpikir.

Menjadi salah satu dari kawanan mahkluk menjijikkan itu sama sekali bukan pilihan yang ingin mereka ambil. Mungkin mereka tidak akan mati setelah terinfeksi. Mereka akan hidup, walaupun sebagai mahkluk busuk menjijikkan pemakan daging. 

Harapan tentang hidup yang semula didambakan, kini memudar. Hal yang semula menjadi tujuan mereka rupanya mulai kabur. Nampak buram, membibit ragu juga rasa putus asa di dalam diri masing-masing.

Jung Hoseok menghela napas. Lelaki itu berdiri, hendak kembali ke ruang tengah untuk menyambung tidur, saat Taehyung berseru,

"Lihat! Ada helikopter!"

Ia spontan berbalik. Mendongak ke atas, menatap helikopter yang terbang mengudara. Tidak lama, hanya dalam hitungan detik hingga helikopter tadi terbang menjauh, sampai tak lagi terlihat di mata.

Setitik binar nampak di matanya, walau tak berbohong, jika masih ada ragu yang mengganjal.

Tentang helikopter tadi ... itu artinya, mereka akan selamat,


... atau justru merupakan pertanda, bahwa mati adalah satu-satunya pilihan yang dapat diambil?




To Be Continue

Nightmare ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang