13. Jalan Keluar

728 181 108
                                    

Empat dari mereka berenam terjaga hingga pagi. Berbincang ringan, memasukkan helikopter yang melintas tadi, sebagai salah satu dari banyaknya topik pembicaraan.

Ada harapan yang tumbuh, meskipun ragu masih menjadi tuan tetap yang menghuni. Datangnya helikopter yang dapat dianalogikan sebagai hal baik atau buruk, itu yang masih menjadi misteri. Membuat masing-masing dari mereka berenam memilih untuk diam dan menunggu. Tak ingin berharap banyak pada sesuatu yang masih ada di ambang ambigu.

.

Sore harinya, suara ledakan terdengar. Ledakannya cukup keras, namun tidak sekeras ledakan yang pertama kali mereka dengar. Keenamnya spontan pergi ke balkon, menoleh ke arah asal suara, di mana kepulan asap hitam nampak. Kernyitan membingkai kening, masing-masing berandai-andai tentang apa penyebab ledakan keras beberapa saat lalu. Kerutan pada dahi mereka kian dalam, ketika para mahkluk mulai berlari, meninggalkan apartemen untuk menuju arah suara. Saking banyaknya, hingga derap langkahnya mampu membuat lantai yang mereka pijak berguncang.

Keenamnya saling pandang dan menegak liur setelahnya. Untuk saat ini, yang bisa mereka lakukan hanyalah melihat. Mengamati, bagaimana mahkluk mati-tak mati di apartemen seberang berlari mengikuti asal suara. Beberapa ada yang tergelincir dari lantai atas, terhempas, dan jatuh di bawah sebagai tubuh yang tak lagi utuh. Menjijikkan.

Dari sekian banyaknya zombie yang berlari, netra Jungkook menangkap eksistensi Lee Changgu. Lelaki yang ia kenal kini telah menjadi salah satu dari kaum mayat hidup. Anak itu menggigit bibir. Matanya menyayu. Apakah, benar-benar hanya mereka berenam yang berhasil hidup, hingga saat ini?

Tak berselang lama, suara ledakan kembali terdengar dari arah yang sama. Kali ini lebih kuat, diikuti kepulan asap hitam pekat yang mengudara. Keenamnya menutup telinga. Memandang arah asal ledakan dengan bola mata yang bergerak liar, ketakutan.

Di saat itu, suara helikopter terdengar. Si benda terbang itu terbang mendekat, dengan baling-baling besarnya yang melawan angin. Seseorang nampak di pertengahan pintu si pesawat udara yang dibiarkan terbuka. Kertas lebar yang semula tergulung dijatuhkan. Ada tulisan cukup besar di sana, yang bertulis,

Pergi ke atap.

Tidak butuh waktu lama bagi keenamnya untuk bergerak. Kim Taehyung mengulurkan ibu jarinya, memberi pertanda, bahwa sinyal telah sampai dan diproses dengan baik. Senyumannya lebar, dengan mata sipit melengkung berbentuk bulan sabit. Hal bodoh yang menggelikan, pikir Kim Seokjin.

Senjata hasil rakitan sendiri diambil. Ada empat yang terkumpul, termasuk pedang tanpa selongsong milik Namjoon, yang sebelumnya telah diasah tajam. Jaket dipakai, dan mereka membelit lengan dengan kain dari baju-baju. Merekatkannya menggunakan lakban, berharap dengan ini, gigitan dari mahkluk menjijikkan bisa dicegah.

"Ayo keluar." Setelah memastikan keadaan di luar cukup aman, Namjoon membuka pintu. Lima yang lain keluar, menyusul. Dan apa yang mereka lihat ketika pertama kali menginjakkan kaki di luar ruangan, mungkin adalah hal tidak akan pernah terlupa.

Permukaan lantai yang semula bersih, kini hampir sepenuhnya ditutup oleh darah yang mengering. Bau yang berasal dari ceceran organ busuk menyengat hidung, membuat keenamnya serasa ingin memuntahkan isi perut.

Keenamnya berjalan terburu-buru menuju atap apartemen, dengan tetap memperhatikan langkah kaki. Sesekali mereka memejam, menghindari menatap organ-organ ataupun mayat busuk, yang tergeletak begitu saja di sana-sini.

"Sial. Aku mual," Jung Hoseok melirih. Ia mengusap tengkuk yang mulai terasa tidak enak. 

"Tahan," Yoongi menyahut.

Keenamnya terus melangkah menuju atap. Mereka ada di lantai delapan, dan apartemen ini dibangun berlantai sebelas. Ada empat lantai yang harus mereka lewati, dan sayangnya lift tidak bekerja. Terpaksa, mereka harus menaiki puluhan anak tangga untuk sampai.

Sampai di lantai sembilan dan semuanya terlihat baik. Dua ledakan yang terdengar beberapa saat lalu, benar-benar ampuh untuk mengusir para zombie. Buktinya saja, sampai sekarang, mereka tidak melihat satupun dari mahkluk pemakan daging itu. Tempat ini jadi sepi, sebab kehidupan di dalamnya telah terganti oleh kematian. Ada semacam selimut kabut berwarna hitam pekat yang melingkupi. Menjadikan amis bercampur busuk, adalah satu-satunya aroma yang dapat dibau.

Di lantai sepuluh, napas mulai tersendat. Lelah dan pegal mulai terasa, namun tidak menjadi alasan bagi mereka untuk berhenti. Dengan tetap menjaga suasana agar tetap tenang, mereka berenam berjalan ke arah barat, di mana tangga naik ke lantai sebelas berada. 

Sayangnya saja, keenamnya berhenti begitu sampai di tujuan. Saling menegak ludah, dan bertatapan satu sama lain, ketika mereka melihat seorang perempuan tengah menggagahi tubuh mayat di anak tangga paling bawah. Merobek kulit perutnya, menarik keluar ususnya, dan memakannya dengan rakus, memasukkan usus segar pada mulut yang robek hingga ke pipi kiri. Perempuan itu bukan manusia, itu pasti.

Jungkook yang berada di depan mundur tiga langkah. Mendadak ia merasa mual, jemari yang semula menggenggam erat senjata bergetar hebat. Ia ketakutan.

Dan apa yang selanjutnya terjadi tidak akan pernah ia lupakan, ketika mahkluk tadi menengadah. Menatapnya buas dengan seringai yang membuat robekan mulutnya seakan bertambah lebar. Menampakkan gigi penuh darah yang tengah mengunyah usus di dalam sana.

Si mahkluk berdiri, secara singkat mengabaikan total mayat yang ia lubangi perutnya. Ia berlari dengan tangan siap menerkam. Kakinya melangkah semakin cepat dan semakin cepat, mengarah pada Jeon Jungkook, yang berada di baris terdepan, di antara mereka berenam.

Langkah perempuan itu terhenti, sebelum tangannya berhasil meraih bahu. Ia menggeram rendah dan meraung, ketika merasakan sakit pada perutnya yang berlubang. 

Senjata Jungkook terjerat di sana.

Senjata ditusuk lebih dalam, membuat pisaunya mengoyak organ-organ di dalam sana. Terus didorong hingga menembus punggung. Setelahnya, senjata serupa tombak itu ditarik kembali, bersama dengan untaian usus yang ikut keluar. 

Tak menyia-nyiakan kesempatan, keenamnya lantas berlari. Melangkahkan kaki dengan cepat untuk menuju lantai sepuluh. 

Yang harus disayangkan adalah: mahkluk tadi belum mati. 

Namjoon, orang yang berada di paling belakang berhasil ditangkap, didorong, dan masuk ke dalam kungkungan. Darah menetes dari luka di perut yang terbuka, terus menetes membasahi jaket hitam Namjoon.

Tangan berdarah merayap, meraih bahu. Wajah dengan sobekan itu mendekat pada Namjoon. Mulutnya terbuka, bersiap untuk menggigit, dan membawanya dalam dunia baru, di mana makan-memakan sesama adalah lazim.

Secara spontan satu tangannya membancang leher si mahkluk mengerikan, berusaha untuk mempertahankan diri, sementara tangan kirinya meraba lantai, berusaha mengambil pedang miliknya yang terjatuh.

"Arghh!" Namjoon mengerang. Menatap pada telapak tangannya yang menjadi mangsa mulut penuh darah. Perempuan itu dengan ganas menggigitnya. Tenaganya benar-benar kuat, sampai Namjoon kualahan untuk melawan.

Dapat. Pedang ada di tangannya.

Tanpa pikir panjang, ia tusuk kepala di hadapannya, membuat perempuan tadi mati seketika,




 ... sekaligus memotong tangan kanannya, dan berdiri. Berjalan terseok, menahan sakit, dan ikut bergabung dengan lima yang lain.





To Be Continue

Nightmare ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang