Prolog

1.5K 127 10
                                    

"HELP!! YAA!"

"HELP!!"

Jantung Waynne berdebar tidak keruan saat mendengar pekikan itu dua kali. Ia mempercepat langkah, menghampiri sumber suara yang terletak di dalam gang saat ia berjalan di jalan Victoria menuju Massey Hall agar bisa bertemu kembali dengan sahabatnya yang tiba-tiba berlari menghilang entah ke mana di Jalan Richmond.

"Sorry, ada apa ini!?" Tanya Waynne dengan suara lantang. Ia mengacak pinggang di belakang sekumpulan perempuan yang tengah memegang kamera berlensa besar di dada mereka. Perempuan-perempuan itu sontak berbalik, menatapnya dari ujung kaki sampai kepala lalu kembali membalikkan badan seakan tidak takut dengan Waynne.

"HEI!" Tegur Waynne kesal. Ia sempat melihat siluet seseorang tengah berdiri di ujung gang, yakin kalau orang itu yang meminta tolong.

"Tolong aku!!" Pekik orang itu dengan Bahasa Korea yang lancar. Benar saja pikirnya. Kini darah Waynne terpompa cepat. Ia tahu, peristiwa rasis di Kanada hampir tidak pernah terjadi, tetapi kali ini ia merasa takut kalau kejadian itu terjadi di hadapannya sekarang.

Tanpa banyak membuang waktu, Waynne meraih ponsel dari saku jeans-nya, menekan sebuah tombol hingga sebuah suara sirine berbunyi. Para perempuan itu segera berbalik, wajah mereka tampak khawatir dan saat itulah Waynne berlari menghampiri pria yang tertahan di ujung gang, meraih tangannya dan mengajaknya berlari keluar dari gang, berlari menjauh dari para perempuan yang tersadar kalau itu hanya jebakan Waynne.

"Lari! Lari!" Seru pria itu menyamakan langkahnya dengan Waynne. Mereka berniat berlari terus ke Massey Hall tapi tiba-tiba pria itu menghentikan langkah, berbelok ke Jalan Queen dan berlari kencang ke arah Gereja Kota. Dan sebelum mereka sampai ke lokasi yang penuh dengan pepohonan itu, lagi-lagi sang pria menghentikan langkah dan berbelok masuk ke dalam Rumah Sakit St. Michael.

Waynne ngos-ngosan. Ia sengaja tidak mengejar Janette--sahabatnya--yang berlari entah ke mana untuk mempertahankan energinya, sekarang ia malah berlari dengan orang yang tidak ia kenal masuk ke dalam rumah sakit khusus anak di tengah Kota.

"Terima kasih." Kata pria itu sambil duduk di tangga. Begitu masuk ke dalam rumah sakit, mereka segera mencari tangga darurat dan berhasil menemukan tangga umum yang terletak di pojok bangunan yang tampaknya jarang digunakan.  

Waynne paham mengapa pria itu bergerak cepat mencari tempat persembunyian. Pasalnya, mereka harus mengamankan diri dari perempuan-perempuan itu. Sekaligus mengamankan diri dari suster dan tatapan ibu-ibu yang tengah membawa anaknya ke rumah sakit.

"y...ya... whatever, sorry, but, why they keep chasing you, hah?" Tanya Waynne sembari berjongkok. Ia memandang pria itu penuh tanya, lalu mengipas-ngipas dirinya menggunakan kipas yang disebut Janette sebagai image picket yang ternyata masih tergenggam pada salah satu tangannya.

"Korean please?"

Waynne membelalakkan mata. Otomatis mengubah bahasa yang digunakannya menjadi Bahasa Korea. Untung saja Ibunya orang Korea Selatan asli dan ketika masih kecil ia sering dipaksa belajar Berbahasa Korea oleh Ibunya. "Kau orang mana, hah? Kenapa mereka mengejarmu!?" Tanyanya tanpa tersendat.

Pria itu mengerutkan dahi. Menunjuk kipas yang digunakan Waynne. "Kau Carat, bukan?"

"Carat? Aku manusia!"

"Carat! Kau..." Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kau pergi nonton konser Seventeen hari ini, kan?"

"Ah.. di Massey Hall?"

"Iya."

Waynne menganggukkan kepala. "Ya. Memangnya apa hubungannya dengan itu?"

"Aku Jeonghan!"

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang