52 [Epilog]

753 76 29
                                    

Udara Seoul sangat dingin di awal tahun dan Waynne tidak berhenti merapatkan jaket begitu keluar dari sebuah restoran keluarga tempat ia bersama Ibu, Wanda bertemu nenek dan keluarga besarnya di sana. Wanda sendiri mengekorinya di belakang, menengadah ke atas, memperhatikan gedung-gedung tinggi menjulang di sekitar mereka.

"Woah... dingin sekali." Kata Wanda sambil menggosokkan kedua tangannya.

"Kenapa kau ikut aku keluar?" Tanya Waynne, mengernyitkan dahi.

Wanda tersenyum tiga jari. "Aku mau ikut."

"Memangnya aku mau ke mana?"

"Menemuinya, kan?"

Hening. Waynne mengunci rapat mulutnya sambil memasukkan kedua tangan dalam jaket tebal yang ia kenakan. Lalu ia berjalan menjauhi restoran, Wanda ikut di belakangnya, berjalan cukup riang.

"Ah... Senangnyaa kau bisa berhubungan dengannya lagi."

"Kau jangan menyusahkannya dengan aktivitas fangirl-mu, ya!"

"Siapa bilang!?" Wanda berseru, berjalan mendahului Kakaknya kemudian menjulurkan lidah dan tertawa gemas. "Aku memanfaatkannya seperti dia memanfaatkanmu."

"Yaa! Kau ini!"

"Dia tidak masalah, kok. Katanya biar aku jadi Carat."

"Carat?" Waynne bertanya retoris tapi sedetik kemudian ia menjentikkan jari. "Oh iya... aku ingat."

Wanda mengedikkan bahu. Ia melipir, menggaet lengan Kakaknya erat. "Terima kasih sudah mau berlibur bersama kami. Aku harap kau tidak kesal lagi kepadaku, Waylon, Mom dan Ayah."

Secara tidak sadar Waynne menyunggingkan senyum. Ia menghela napas pelan lalu melepas genggaman Wanda perlahan. "Aku memang sedang liburan, kok. Teman-temanku asyik tuh... ke Hongdae, Myeondong... Incheon. Aku tidak tertarik, makanya memilih kalian."

"Ish... jujur sedikit kenapa, sih??" Kesal Wanda sambil mendengus.

Waynne tertawa. "Iya. Terima kasih Wanda. Sekarang, kau kembali ke restoran, temani Ibu, Oke? Aku pergi sebentar."

Wanda ingin protes tapi Waynne mempercepat langkahnya berbelok ke dalam gang sepi yang buntu di sela-sela gedung di sekitar mereka. Saat Wanda mengecek keadaan gang, Kakaknya sudah menghilang. Ia menghela napas. Agak kesal sebenarnya tapi mau bagaimana pun juga ia tidak boleh menginterupsi kebersamaan Kakaknya dengan pria itu. Yoon Jeonghan.

~~~

"Aku sudah menunggu daritadi." Kata Jeonghan, sama sekali tidak berbalik seakan tahu orang di belakangnya adalah Waynne. Ia bersidekap, mengetukkan jari di atas lengannya. "Kau tahu tidak sekarang suhunya berapa derajat?"

"Kau tidak akan kedinginan." Kata Waynne melangkah maju dan berdiri di samping Jeonghan. Ia menyeringai lalu memegang jaket pria itu. "Kau baru turun dari mobilmu, kan? Jaketmu masih agak hangat."

Jeonghan tidak bisa berbohong jadi ia diam, menahan senyum.

"Iya, kan?" Tanya Waynne melongokkan kepala agar bisa melihat Jeonghan lebih jelas.

Pada akhirnya Jeonghan tersenyum. Ia melingkarkan tangannya pada lengan Waynne dan membawa gadis itu untuk duduk di pinggiran Sungai Han. "Bagaimana berlibur dengan Ibumu dan Wanda?"

"Meh." Jawab Waynne cepat. "Orang Korea itu suka berkomentar pada hal-hal yang tidak penting. Apalagi nenekku, dia terus bertanya kapan aku nikah... kapan aku berhenti bekerja menjadi penjelajah... heran."

"Tidak semua. Mungkin karena kau bertemu dengan yang tua-tua."

"Ya... aku juga tidak dekat dengan sepupuku di sini."

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang