12

439 76 8
                                    

Pulau Jindo memang tidak besar tapi Waynne merasa lelah juga berkeliling bertemu dengan penanggungjawab festival tahun ini, bertemu dengan Walikota Jindo dan melihat penari yang akan tampil di festival kelak. Bukan hanya bertemu, ia dan rekan-rekannya juga langsung merekam wawancara dengan orang-orang tersebut. Lelah bagi Waynne sebagai kameramen yang harus membawa kamera selama syuting berlangsung. Berbeda dengan Declan yang cukup membawa diri dan kamera DSLR.

"Waynne! Besok bangun lebih pagi, ya!" Beryl menyahut dari luar kamar. Waynne yang tengah berbaring segera duduk di kasur, perlahan berdiri dan keluar dari kamar untuk menemui Beryl yang tengah mengetik sesuatu pada laptopnya.

"Besok?"

Beryl mengangguk. "Aku baru dapat info dari Kim kalau besok pagi kapal akan mengambil abalon di tambaknya."

"Pagi buta?"

"Iya."

"Declan sudah tahu?"

"Akan ku bangunkan dengan paksa." Jawab Beryl membuat Waynne tertawa. Ia bisa membayangkan betapa hectic-nya kamar Declan dan Beryl esok pagi.

"Oke then. Aku tidur duluan ya, Ber."

"Sure. Have a tight sleep. Ingat batrai kamera dan memori. Pastikan aman. Siapkan alat pelindung kamera juga." Kata Beryl mengingatkan yang segera dilaksanakan oleh Waynne begitu ia kembali ke kamar.

Sejujurnya Waynne ingin memulai aksinya malam ini. Apalagi Seventeen sudah memulai turnya kembali ke Asia Tenggara. Waynne tahu karena ia mengecek jadwal Seventeen sejak beberapa hari yang lalu. Sayangnya, ia harus tidur lebih cepat. Besok ia harus menyiapkan diri untuk memegang kamera di atas kapal.

~~~

Jeonghan menyeringai menatap layar ponselnya. Ia sebenarnya lelah setelah perhelatan konser kemarin bersama anak Seventeen lainnya di Stadium Negara Malaysia. Tapi ia teringat akan seorang perempuan yang beberapa hari terakhir ini tidak mengganggunya. Perempuan yang nomornya ditatap Jeonghan daritadi. Siapa lagi kalau bukan Waynne?

Bukan Jeonghan namanya kalau tidak punya ribuan ide. Ia tahu nomornya diblok Waynne tapi nomor Malaysia yang ia beli saat baru tiba tidak diketahui gadis itu jadi dengan tidak tahu malunya ia menelpon Waynne malam itu juga.

"Hm? Who's there?"

Suara serak memenuhi telinga Jeonghan. Pria itu menahan tawa. Untung saja kali ini ia mendapatkan kamar sendiri, jadi tidak perlu sembunyi-sembunyi berbicara dengan Waynne yang sepertinya tengah tertidur.

"Mau menyusulku, nggak? Aku ada di Malaysia."

"Hah?"

"Aku bawa diary-ku, nih."

"Jeonghan?" Nada suara Waynne agak meninggi, ia terdengar terkejut dan pada detik berikutnya gadis itu bersumpah serapah dengan suara super kecil. "Yaa! Sialan! Kau pakai nomor siapa!?"

"Nomorku-lah!"

"Hah?"

"Aku lagi di Malaysia."

"Ah... masuk akal."

"Mau menyusulku, tidak?"

"Gila."

"Kau, kan, bisa bert--"

Sambungan telepon tiba-tiba mati. Entah mengapa hal itu membuat Jeonghan tertawa, ia membayangkan wajah kesal Waynne yang mungkin tengah membanting ponsel dan memblokir nomornya kembali. Tapi tawa itu sirna begitu ponselnya berbunyi. Telepon dari nomor yang mengejutkan.

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang