"Aku ikut ke Seoul." Kata Waynne begitu Beryl dan Declan masuk ke rumah sewa mereka di Jindo. Wajah keduanya agak merah, bahkan Declan segera mengempaskan tubuh ke atas sofa, melewati Waynne yang heran dengan prilaku pria itu dari dapur.
"Dia mabuk." Kata Beryl sambil menutup pintu. Ia menarik ingus akibat dinginnya udara di Jindo malam ini, lalu berjalan menuju sofa, membalikkan tubuh Declan agar pria itu bisa tidur dengan nyaman.
"Kau mau apa ke Seoul? Tidak mau istirahat di sini saja?" Tanya Beryl kemudian.
Waynne menggelengkan kepala. "Aku mau bertemu dengan nenekku."
Selama beberapa saat Beryl terdiam, lalu ia membalikkan wajah ke arah Waynne. "Bukannya kau tidak dekat dengan keluargamu di sana?"
"I am. Hanya ingin."
"It's alright. Not my business anyway. Asalkan kau tidak berbohong untuk menemui Jeong--what? Jeong... itulah." Kata Beryl membuat Waynne mendengus.
"Not your business but still forbid me meeting him?"
"Sorry." Ucap Beryl. "Kau tahu? Aku tidak suka auranya. Aku tidak suka dengan pekerjaannya dan aku tidak suka kalau dia membuatmu capek."
"He won't." Kata Waynne sedikit lemas. Perbincangan tentang Jeonghan membuat dadanya sesak. "I, seriously, gonna meet my grandma there. Dan ya, kau tidak perlu khawatir tentang Jeonghan. We already cut the relation."
Beryl memicingkan mata. "Both of you... is that like one night stand?"
Waynne segera menggelengkan kepala. "That stupid! No no!"
Wajah Beryl masih curiga. Ia terus menatap Waynne, berharap gadis itu mengakui kalau apa yang ia pikirkan benar--karena jawaban itu yang paling masuk akal di kepalanya sekarang. Tapi Waynne masih mengelak, ia bahkan menggerakkan kedua tangannya di udara seakan ingin pamitan dengan Beryl.
"Then what?"
"Business. We have a little business to do. Tapi bukan bisnis yang macam-macam!"
"Bisnis?" Beryl masih memicingkan mata.
"Oh! Come on, Beryl! You wanna see me mad? You just pass the line--again!"
"Sorry!" Beryl mengangkat kedua tangannya di udara. "I gotta be a little mad about him. I think, I might like you, Waynne. That's way I acted like this."
Waynne terkesiap. Ia tidak pernah siap dengan pengakuan yang baru saja diutarakan Beryl beberapa detik lalu. Keduanya diam, saling bertatapan. Entah karena pengaruh alkohol atau emosinya tak terkendali sehingga Beryl bisa mengungkapkan perasaannya sekarang.
"Sorry." Kata Beryl. "Doesn't mean to make us awkward."
"N-no... I mean.. okay... it's okay. But... well.."
"I know what you gonna say. Jangan terlalu dipikirkan." Kata Beryl lirih. "Mungkin karena di rumah ini hanya ada kau sebagai perempuan, atau karena aku merasa bertanggungjawab mengurusimu sampai pekerjaan kita selesai."
"It's... it's okay." Kata Waynne kikuk. "Sorry, Beryl. But thanks anyway... kau tidak perlu mengurusiku. I wish what you thought was true. Mungkin memang hanya kondisi saja yang membuat perasaanmu itu muncul."
"Y... yeah."
Lalu hening. Waynne masih diam di dapur, berdiri tegap seperti tentara yang tengah diinterupsi oleh kaptennya. Sedangkan Beryl terdiam di sisi sofa, membelakangi Declan yang tidur lelap. Untung saja teman mereka satu itu sudah tidur. Kalau masih bangun, Waynne dan Beryl tidak bisa membayangkan bagaimana hebohnya pria itu mengetahui perasaan Beryl.
"Well... I gotta sleep." Kata Waynne sambil menunjuk pintu kamarnya.
Beryl mengangguk kikuk. "So do I."
"Alright..." Waynne meremas tangannya, berjalan cepat menuju kamarnya. "Nice dream, Beryl." Ucapnya lalu masuk sambil menutup pintu dengan pelan.
Beryl menggigit bibir bawahnya. Ia menatap pintu kamar Waynne yang sudah tertutup dengan lirih lalu berbisik pelan, "you too."
~~~
Waynne menghela napas gusar. Ia terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Beryl. Rasanya ia ingin bercerita kepada Jeonghan, melaporkan bahwa apa yang pria itu pikirkan benar adanya. Benar kalau Beryl menyukainya. Dulu Waynne tidak pernah kepikiran kalau teman kantornya itu menyukainya. Toh, ia dan Beryl lebih pantas disebut sebagai teman dekat untuk urusan kantor. Keduanya tidak pernah berhubungan lebih dari itu sebelumnya.
Kalau saja Jeonghan masih mengingatnya. Kalau saja ia setuju untuk pergi ke Sungai Han tahun depan.
Entah sudah berapa kali Waynne kepikiran dengan hal itu. Rasanya ingin kembali ke masa lalu, menahan apa yang sudah ia lakukan kepada pria itu. Memang bisa dilakukannya. Tapi Waynne sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak merubah masa lalu. Ia takut ada chaos yang terjadi. Dia bisa membuat dunia tidak stabil nantinya.
Perlahan Waynne pun duduk di pinggir kasur, mengambil ponsel dan mengecek keadaan Jeonghan di Twitter. Impulsif. Ia tidak tahu akan sampai kapan ia mencari berita Jeonghan setelah membuat memori pria itu hilang tentangnya.
Seperti menjilat ludah sendiri, tapi Waynne sudah tidak peduli.
Janette
Honey!
Wouldn't you screaming?
Jeonghan is getting sick!!
Napas Waynne tertahan saat Janette mengirimnya pesan. Tepat sekali sahabatnya itu muncul saat ia ingin mencari tahu apa yang dilakukan Jeonghan hari ini. Dalam pesan itu, Janette mengirimkannya sebuah link yang tanpa dipikirnya lagi untuk ditekan segera.
Seventeen's Jeonghan To Take Temporary Break Due to Health Issue
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory [Complete]
FanfictionSemua orang menginginkan kekuatan, tapi tidak dengan Waynne. Berusaha menutupi kekuatannya, Waynne malah terperangkap dengan seorang pria bernama Yoon Jeonghan di sebuah gang dekat Massey Hall Toronto. Tidak punya cara lain untuk menolong pria itu...