47

323 58 15
                                    

Waynne dan Jeonghan duduk diam memandang televisi yang mati di apartemen Waynne di Toronto. Keduanya tengah menunggu Wanda yang sedang diperjalanan pulang dari kampusnya. Tepat setelah Jeonghan puas melihat matahari terbit, keduanya segera berteleportasi ke kamar pria itu untuk mengambil diary lalu ke Toronto untuk bertemu Wanda--satu-satunya orang yang bisa menghapus memori Jeonghan soal kekuatan Waynne.

Beberapa kali Waynne menguap, ia masih mengantuk dan tidak sabar untuk pulang ke Jindo untuk menikmati hari liburnya. Lebih tidak sabar untuk melihat hari setelah tanggal 25 Desember. Hari dimana ia bisa menghabiskan waktu sendirian untuk memikirkan banyak hal. Sedangkan Jeonghan duduk santai, diam, seperti sibuk dengan isi kepalanya sendiri.

"Kau serius rela melepasku?" Tanya Jeonghan tiba-tiba. Masih mempertanyakan keputusan Waynne. Entah sudah berapa kali Jeonghan menanyakan pertanyaan yang sama.

 Entah sudah berapa kali Jeonghan menanyakan pertanyaan yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waynne mendecakkan lidah. "Semuanya tidak akan berubah, Jeonghan."

"Kau tidak punya hati."

Enggan Waynne membalas karena apa pun yang ia katakan sebenarnya berbeda dengan isi hatinya. Ia tidak bisa terus berbohong dan ia tahu Jeonghan pun paham apa yang ia rasakan. Pria itu hanya ingin memastikan dan berusaha untuk memanipulasinya lagi. Tapi kali ini Waynne tidak mau kecolongan.

"Kau tahu? Aku sebenarnya ke Sungai Han untuk menciptakan memori indah bersamamu, tapi lihat? Kau merusaknya dengan mood-mu yang buruk."

Waynne memutar kedua bola matanya. "Jeonghan, aku tidak akan merubah apa pun kali ini. Aku tidak mau menahanmu lagi. Aku tidak mau merusak rencanaku lagi. Sudah cukup kita saling mengenal hari ini."

"Tapi aku tahu sebenarnya kau tidak mau ini terjadi, kan?"

Mulut Waynne terkatup. Ia tidak mau menjawab pertanyaan itu.

"Waynne." Jeonghan memegang lengannya, memaksa gadis itu untuk balas menatap matanya tapi Waynne enggan. Ia bisa luluh melihat Jeonghan.

"Baga--"

"Hei. Sorry I kinda late."

Pintu apartemen terbuka, Wanda masuk dengan buru-buru, memberikan kesempatan bagi Waynne untuk menarik tangannya dari genggaman Jeonghan dan berdiri tegap, menghampiri Wanda yang masuk ke kamarnya untuk menaruh tas. Jantungnya sudah berdegup tidak keruan, entah karena genggaman Jeonghan atau karena Wanda sudah datang--menandakan sebentar lagi ia akan kehilangan Jeonghan untuk selamanya.

"Kalian serius mau melakukannya sekarang?" Tanya Wanda berlari kecil ke dapur. Waynne mengikutinya seperti domba dan ia cukup kikuk berprilaku seperti itu demi menjauh dari Jeonghan.

"Iya." Jawab Waynne mantap sedangkan Jeonghan hanya bisa bersidekap di sofa, tidak menampakkan ekspresi apa pun di wajahnya.

"Kak Jeonghan, siap?"

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang