49

334 53 6
                                    

Wanda dan Waynne duduk berdampingan, keduanya sama-sama menatap pada satu benda di atas meja. Benda berbentuk persegi panjang berwarna cokelat. Diary Jeonghan. Beberapa menit yang lalu Wanda menelpon Waynne, menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan diary itu sehingga Waynne segera berteleportasi ke Toronto setelah sebelumnya izin pulang lebih cepat ke Beryl.

"Memangnya kemarin saat kau telusuri memorinya, kau tidak melihat ingatan ini?" Tanya Waynne serius.

Kepala Wanda bergerak ke kiri dan ke kanan. "Tidak. Spektrum ingatannya complicated sekali."

"Apa karena aku dan dia sudah merubah masa lalu?" Tanya Waynne membuat Wanda bergeming. Keduanya diam selama beberapa saat.

"Ingatan kalian terlalu banyak?"

"Iya." Jawab Waynne cepat. "Aku dan Jeonghan sempat pusing dengan memori yang tercipta setelah kami ke Jogja."

"Efek kupu-kupu?"

Waynne mengangguk. "Kau sudah menghapus semua ingatannya, kan?"

"Sudah..." Kata Wanda ragu. "Sepertinya?"

Napas keduanya terhela berat dan secara refleks keduanya sama-sama menghempaskan diri ke punggung sofa. Lagi-lagi hanya ada keheningan karena Waynne dan Wanda punya pikirannya masing-masing soal hal ini.

"Kalau Jeonghan masih mengingatmu bagaimana?"

Pertanyaan yang terucap dari bibir Wanda juga terlintas di benak Waynne. Gadis itu lalu mengetuk-ngetukkan jari di atas sofa, "Aku tidak tahu, Wanda."

"Kau mau coba buka link yang dia kasih?"

"Apakah aman?"

"Setelah kau baca sendiri diary-nya, menurutmu, bagaimana?"

Waynne diam selama beberapa saat. Ada keinginan besar yang mendorongnya untuk mengetik link yang dikasih Jeonghan pada website ponselnya. Tapi link itu belum juga ia akses karena rasa ragu yang muncul. Banyak pertanyaan menggantung di benaknya, bagaimana kalau Jeonghan masih mengingatnya? Bagaimana kalau Wanda tidak bisa menghapus ingatan Jeonghan Bagaimana kalau--

"Aku coba, ya?"

"Kau yakin?"

Kedua mata Waynne mengarah tajam ke Wanda. Ia sudah duduk tegap di atas sofa.

"Oke oke... ayo dicoba."

Lalu Waynne mengakses link itu dan tanpa perlu menunggu, layar ponselnya menunjukkan sebuah permintaan akses ke email Jeonghan.

"Jeonghan akan tahu." Kata Waynne menunjukkannya pada Wanda yang segera mengernyitkan dahi.

"Dia memang licik, ya."

"Banyak akal." Kata Waynne sambil tertawa kecil. Ia tidak kesal, malah terkesan dengan Jeonghan yang tidak pernah kehabisan ide.

"Jadi, mau kau apakan?"

"Aku tidak mau terjebak akal bulusnya, Wanda. Tentu saja tidak akan ku buka."

Wanda mengangkat kedua jempolnya ke udara. "As usual, you are one and only Waynne Maktsen!"

Waynne menyeringai, menaruh ponselnya di atas meja dan kembali bersandar. Wanda melirik Kakaknya yang tampak gusar, gadis itu tidak berhenti mengetuk-ngetukkan jari di atas paha. Kebiasaan yang Wanda harap bisa berubah secepatnya karena ia tak suka dengan pergerakan itu.

"Kau tidak ke rumah hari ini?" Tanya Waynne kemudian.

"Tidak." Jawab Wanda cepat sambil menggelengkan kepala. "Uang ke Lévis sudah terpakai untuk ke Toronto saat kau meninggalkanku dengan Waylon di sana."

Memory [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang