SEMBILAN

845 43 22
                                    

Para pemuda yang semula cukup ramai berjaga di Pos Ronda tersebut mulai beranjak pulang satu persatu seiring malam yang semakin larut.

Kini hanya menyisakan 3 orang pemuda yang masih setia berjaga di pos jaga yang berukuran 3x3 meter persegi tersebut. Wajah ketiganya begitu kusut, terutama pemuda yang duduk ditengah. Wajahnya terlihat sangat murung dan kelelahan karena beratnya beban pikiran yang ditanggungnya.

"Sabar Bas! Kita semua pasti bantu untuk menemukan Fitri." Ujar Joko sahabat terdekat Bastian.

"Iyo Bas. Kami semua pasti akan bantu Wa'ang (Kamu). Sakik sanang Kito tangguang basamo." Timpal Sahrul ikut memyemangati.

Namun bukannya bersemangat, Bastian seakan semakin larut di alam pikirannya sendiri. Bagaimana tidak? Hilangnya Fitri 3 hari yang lalu, membuatnya terpuruk dalam rasa bersalah yang teramat dalam. 

Seandainya, Ia tidak menolak Fitri kala itu, mungkin Fitri tidak akan hilang saat ini.

Seandainya, Ia lebih peka dan mau mengantar Fitri pulang yang tampak syok saat itu, mungkin Ia masih bisa melihat senyuman wanita berwajah cantik tersebut. 

Dengan begitu, mungkin hubungan keluarganya dengan keluarga Fitri tidak akan retak seperti saat ini.

Hilangnya Fitri membuat kedua orang tua Fitri, khususnya Ibunya, sangat menyalahkan dirinya dan tidak terima dengan keadaan hilangnya Fitri. Bahkan Ibunya Fitri sampai mengultimatum, kalau Ia tidak akan pernah memaafkan Bastian jika sampai terjadi sesuatu yang buruk terhadap anak gadisnya.

Itu semua membuat kepala Bastian seakan mau pecah dengan banyaknya beban yang harus dipikulnya, karena sampai detik itu keberadaan Fitri masih juga belum diketahui. Entah dimana gadis cantik itu berada sekarang. Tatapannya seakan kosong dan tanpa semangat, sahabat-sahabatnya pun berulang kali menyemangatinya, agar pria tampan tersebut bisa kembali ceria.

"Andai sajo, Ambo (saya) punyo indera ke enam yo.." Tukas Joko sambil bercanda.

"Halah, paling kalau Ang punyo indera ke enam buat ngintip si Yeni, hahaha.." Ledek Sahrul.

"Hadeeehhh.. si Yeni mah gak butuh indera ke enam buat ngintipnya. Udah segede itu ko badannya.." Ucap Joko sewot.

"Jadi benar, Ang acok ngintip berarti Jo ?" 

"Kampreett.. ndak gitu juga kaliii.." Joko salah tingkah karena salah ucap.

"Hahaha.."

"Indera keenam." Gumam Bastian pelan seakan menemukan solusi dari masalahnya.

Disaat keduanya asik bercanda, tiba-tiba Bastian berdiri dari tempat duduknya. Wajahnya jadi bersemangat kembali dan berbeda dari sebelumnya.

"Eh.."

Joko dan Sahrul terlihat kaget dengan perubahan sikap Bastian yang tiba-tiba itu.

Bastian menepuk pundak kanan Joko, "Terimakasih Jo.. betul kato Ang, Kawan."

"Yo, samo-samo,.."

"Hah, kato yang mano ? Memangnyo Ang mau ngintip Yeni juga Bas ?" Tanya Joko yang belum nyambung.

"Wee semprul, jadi Ang beneran ngintip si Yeni ?" Tanya Sahrul seakan tidak percaya lalu terbahak karena tebakannya benar, membuat Joko yang jadi kelabakan harus menutupi rasa malunya.

Candaan keduanya terhenti begitu Bastian berjalan pergi meninggalkan pos ronda.

"Oi mau kemana Bas ?" Tanya Joko.

"Ambo tau harus mencari Fitri kemana. Tinggal dulu yo, Assalamu'alakum." Pamit Bastian dengan langkah terburu meninggalkan dua sahabatnya yang terlihat kebingungan menatap kepergiannya.

BUNIAN : Woman In WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang