7. Syarat

3.2K 920 204
                                    

"Atheis. Saya tidak percaya Tuhan."

Aku dikejutkan dengan fakta barusan. Ternyata ini lebih parah dari perkiraanku. Mas Emilio bukan berbeda iman, melainkan tidak percaya Tuhan.

Dia pasti punya alasan. Tapi apakah itu?

"Kenapa?" tanyaku. "Kenapa Mas gak percaya Tuhan?"

"Kenapa saya harus percaya?"

"Karena Dia yang menghidupkan Mas!"

"Alasan itu tidak bisa saya terima sebagai pembuktian."

Aku membelalak. Ini tidak benar. Ilmu dan pengetahuanku tidak cukup tinggi untuk membahas ini dengannya. Aku tidak pandai berdebat. Tapi, jika hanya membicarakannya dari hati ke hati saja, sepertinya aku bisa.

"Bisa kita bicarain soal ini, Mas?"

Dia hanya diam memandangiku. Manik abu-abunya selalu terlihat bercahaya bahkan dalam keremangan sekalipun. Kemudian bibirnya membentuk senyuman, bersama dengan garis matanya yang membentuk lengkungan indah.

Tak kusangka dia mengangguk. Sepertinya dia tidak keberatan dengan pembicaraan sensitif ini. Baiklah, mari cari tahu isi hatinya.

***

Kami duduk pada kursi yang ada di depan toko ku. Terdapat dua cangkir kopi di atas meja yang kubuatkan untuknya dan untukku. Sebenarnya malam ini aku datang ke toko bukan untuk bertugas, hanya memeriksa saja sekalian membeli camilan. Mas Emilio kekeuh ingin mengantarku, dan aku tidak bisa lebih keras menolak keinginannya.

Nabila dan Ardi yang menjaga toko malam ini. Sepertinya Nabila sangat penasaran dengan Mas Emilio sampai-sampai dia modus mengelap kaca dalam toko yang ada tepat di samping Mas Emilio. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ekspresi terpesonanya itu. Ya ya ya, Mas Emilio memang sangat tampan. Aku sendiri tidak bisa menghindari fakta tersebut.

"Saya beneran boleh tanya-tanya?"

"Hm, saya gak keberatan. Kamu boleh tanya apapun, Allisya."

Aku berdehem pelan. Mendengar suara beratnya menyebut namaku selalu membuatku merasa gugup.

"Di keluarga Mas apa gak ada yang percaya sama Tuhan?"

"Ada. Mendiang ibu saya sering datang ke Gereja."

Aku mengangguk-ngangguk. Sepertinya ketidakpercayaannya kepada Tuhan menurun dari ayahnya. Tunggu, apakah hal seperti itu bisa diturunkan?

"Jadi apa alasan Mas gak percaya sama Tuhan?"

"Gak ada. Saya gak punya alasan apapun. Saya cuma gak percaya aja."

Aku menghela napas. Beristighfar berkali-kali dan berdoa supaya tidak terprovokasi oleh pria ini. Karena yang aku tahu dia sangat cerdas. Aku harus menguatkan imanku selama berbicara dengannya.

"Kalau saya kasih bukti-bukti keberadaan Tuhan, apa Mas tetep gak akan percaya?"

Dia mengedikkan bahu. "Memangnya kamu punya bukti apa?"

"Al-Qur'an."

"Oh, kitab suci umat islam, yah?"

Aku mengangguk. Ternyata dia tahu itu. Tapi sepertinya tidak pernah membaca isinya.

"Mas juga salah satu bukti keberadaan Tuhan."

"Caranya?"

"Dengan terciptanya Mas ke dunia, bisa menjadi petunjuk kalau Tuhan itu ada."

"Hmmm... Saya rasa, saya tercipta karena kedua orang tua saya melakukan hubungan. Lalu sel sperma bertemu dengan—"

"Oke, stop!"

Ex-Mafia Husband [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang