12. Kumohon...

3.4K 838 208
                                    

Jangan lupa vote + komen gengs 😗




Aku mencium keningnya sebelum pergi ke apotek. Dia tidak mau ikut, katanya malu keluar karena matanya sembab akibat semalaman menangis. Jadi hanya aku yang pergi.

"Kunci pintunya, jangan bukain buat siapapun."

"Siap, suami."

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Kucium sekali lagi keningnya sebelum menghampiri mobil.

"Jangan lama-lama, yah."

"Iya."

Dia menutup pintu dan menguncinya, lalu melambaikan tangan kepadaku lewat jendela sambil mengucap kata hati-hati yang bisa ku baca lewat gerak bibirnya. Rasanya belum pergi tapi sudah ingin pulang.

Selama ini aku memang tidak pernah setergila-gila ini pada wanita. Apalagi berpikir ingin menikah. Dulu aku pikir, pernikahan bukanlah hal yang penting. Tapi ternyata, pernikahan sangatlah indah. Mungkin aku mengatakan itu karena aku baru saja menikah. Suatu hari pasti akan datang masalah, tapi bukan kah hubungan memang selalu seperti itu? Masalah adalah bumbu penyedap. Jika tidak ada, akan hambar rasanya.

Dan lagi, dengan pernikahan pahalaku bisa bertambah. Bahkan, jika dijalani dengan benar dan sesuai syari'at islam, setiap umat dijanjikan Surga. Menyenangkan istri adalah pahala, dan menyenangkan suami pun adalah pahala.

Padahal tanpa dihadiahi pahala pun aku dengan sangat senang hati membahagiakan Allisya.

Masa-masa kelam itu sudah tertinggal jauh di belakang. Dulu, hampir setiap malam aku bersama dengan wanita yang berbeda. Namun seperti ada yang tak benar, aku selalu merasa kurang. Tapi sekarang, dengan satu wanita dalam ikatan yang halal, rasanya tak mau lepas.

Allisya adalah penyelamatku. Bukan hanya penyelamat nyawaku di dunia, tapi dia juga penyelamatku dari siksa akhirat. Allisya menjadi perantara hidayah untukku, menjadi satu-satunya wanita yang kuinginkan untuk selalu bersamaku sampai habis masaku. Bahkan, bila mungkin kami dipertemukan lagi setelah mati, aku harap kita dapat bertemu kembali di surga-Nya.

Ah, harapanku mungkin terlalu tinggi. Dosaku mungkin lebih banyak dan lebih tinggi dari semua gunung yang ada di bumi. Tapi, bukankah manusia boleh berharap pada Tuhan dan terus berdoa padanya. Katanya, doa adalah kekuatan. Yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Jadi, aku hanya harus menjalani hidupku dengan baik. Terdengar mudah, namun nyatanya pasti sulit.

Setelah dua puluh menit perjalanan, aku sampai di depan apotek. Memarkirkan mobilku lalu masuk ke dalam dan membeli beberapa alat tes kehamilan dengan merk yang berbeda-beda. Aku juga membeli vitamin untuk persediaan.

Setelah transaksi selesai, aku segera keluar. Ingin buru-buru pulang karena mungkin istriku bosan dan ketakutan menunggu sendirian di villa. Tapi saat mencapai parkiran, langkahku memelan. Seseorang berdiri di samping mobilku, kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu memakai setelan jas berwarna biru gelap dan menatapku dengan senyuman puas di wajahnya.

"Sudah kuduga kau tidak akan mati dengan mudah, Emilio."

"Carlos."

Sial. Kenapa dia harus muncul?

***

"Apa yang kau beli?"

"Bukan urusanmu!" ketusku, tatapan tajamku terarah lurus padanya. Kami sekarang sedang duduk pada kursi di sebuah kafe yang tidak jauh dari apotek tadi. Dia bilang ingin bicara padaku. Awalnya aku menolak. Tapi setelah dipikir-pikir, aku juga harus bicara padanya.

Ex-Mafia Husband [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang