16

60 3 0
                                    

***

Ring ring.

+62 8000 : Temui aku di taman hujan.

"Taman Hujan?"

Mendengar nama yang tidak asing baginya, Athena langsung berlari meninggalkan tempatnya melupakan tasnya. Aiden langsung mengambil tas milik Athena dan mengejar langkahnya.

Athena langsung terburu-buru menuruni anak tangga. Ia bahkan tidak mau menunggu lift yang akan menjemputnya. Ia langsung keluar menuju tangga darurat dan menuruninya dengan langkah yang tak sabar.

Saking tak sabarnya, Athena nyaris terjatuh dari tangga. Jika saja Aiden tidak menarik tangannya ke arah tubuhnya, kemungkinan besar Athena akan jatuh. Tubuh Athena mematung sepersekian detik saat mendapati Aiden sedang memeluknya.

Tatapan Aiden dingin dan tajam.

Athena menelan ludah keringnya.

"Hati-hati, nona," katanya dengan nada datar.

Tak lupa, ia juga mengalungkan tas kecil milik Athena dan menuntunnya menuruni anak tangga. Athena masih membisu. Lidahnya seolah kelu.

"Seberapa pentingnya urusanmu saat ini dibanding keselamatan dirimu sendiri?"

Sambil berjalan, Athena mengikuti langkah Aiden dengan hati-hati.

"Jangan sampai kau mencelakai dirimu sendiri, nona," pesan Aiden dengan hati-hati.

Athena tidak menjawabnya. Ia hanya terus berjalan sampai akhirnya ia masuk ke dalam mobil.

"Taman Hujan," kata Athena singkat.

"Taman Hujan?"

Athena mengangguk,"Cepat."

Percakapan singkat yang diucapkan Athena seolah menggambarkan perasaannya. Dari tatapannya, Aiden menyadari perasaan gusar perempuan itu. Dengan cepat juga, ia melajukan mobil dengan hati-hati.

Sepanjang jalan, Athena hanya meremas ponsel genggamnya.

Pandangannya tak tentu arah. Ia benar-benar terlihat tak tenang.

Sesampainya di tujuan, Athena langsung menghamburkan dirinya ke luar mobil. Langkahnya yang tak tentu arah semakin mengkhawatirkan Aiden.

Laki-laki itu menjaga Athena dengan jarak sedekat mungkin. Jaga-jaga kalau Athena terjatuh.

Langkah keduanya pun terhenti saat kaki Athena mematung. Tatapannya mengarah pada dua sosok orang yang sedang berpelukan.

Ponsel yang ia pegang pun terlepas dari tangannya. Aiden menangkap ponsel Athena dan mengarahkan pandangannya di mana arah mata Athena memandang.

Akhirnya ia mengerti, apa yang membuat Athena gusar.

Kedua mata Athena menyaksikan tunangannya yang sedang berpelukan dengan perempuan lain.

Jelas ini menghancurkannya.

Aiden kembali mengalihkan pandangannya pada Athena yang sedang menahan air matanya. Tangannya mengepal, tersirat rasa kesal yang ia pendam di sana.

"Kita pulang," kata Athena singkat.

Aiden mengikuti langkah Athena, sambil terus memandangi Athena dari belakang.

Tak lama, seorang perempuan datang ke hadapannya. Ia adalah perempuan yang berada dalam pelukan Enggar beberapa saat lalu.

"Hai, Athena," katanya dengan wajah menyeringai. "Mau kemana? Buru-buru pulang?"

Athena tersenyum getir.

"Aku merindukanmu. Mari bicara sebentar."

Athena tertawa kecil,"Tentang apa? Enggar? Dia bukan lagi milikmu."

"Meski dia bukan lagi milikku, tapi ku yakin hatinya tetap padaku."

Athena diam.

"Kau tahu alasan ia menemuiku di sini?"

Perempuan itu berjalan sambil mengelilingi Athena. Ia memerhatikan Athena dengan tatapan sinisnya.

"Ini adalah tempat di mana ia pernah melamarku, Athena."

Athena berdecih,"Lalu?"

"Ia tidak bisa melupakanku."

"So am i," kata Athena ketus. "Setelah kau menabrakku satu tahun lalu, dan kini kau berani menampakkan wajahmu di hadapanku, Jihan?"

Aiden terperanjak.

Jihan.

Nama itu yang selalu ia ingat.

Dengan sigap, Aiden melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan Athena.

Jihan tertawa kecil,"Ternyata kau masih mengingat namaku, Athena?"

"Tentu saja," jawab Athena. "Aku sendiri yang akan membalas semua perbuatanmu padaku, Jihan."

Tiba-tiba, Jihan menepuk tangannya,"Lihat, Athena kita yang malang, kini sudah mulai berani melawan."

Aiden menyentuh pundak Athena, seolah memberi kode pada Athena. Perempuan itu hanya menoleh, mengisyaratkan bahwa ia akan baik-baik saja.

"Kembalikan Enggar."

"Enggar bukan barang yang bisa kau curi sesuka hati. Ia milikku," kata Athena.

"Kau tidak mencintainya, Athena."

Glek.

Athena tertohok dengan ucapan Jihan barusan.

"Memang."

Jawaban jujur Athena mengejutkan Aiden.

"Tapi, aku akan selalu jadi pilihan pertamanya."

Mendengar jawaban Athena barusan, membuat Jihan geram.

"Buat apa dia hidup dengan orang yang tidak mencintainya?"

"Aku akan berusaha. Semampuku."

"Kau tidak akan pernah bisa."

Lagi, Athena tertohok.

"Kau memilih bertahan bersamanya, karena kau tidak memiliki pilihan lain, Athena. Karena, kau sadar kau tidak bisa jatuh cinta. Maka, kau memilih jalan menyedihkan ini tanpa cinta."

Tangan Athena bergetar. Amarahnya benar-benar memuncak sekarang.

"Apa maumu?" tanya Athena.

"Enggar."

Athena diam.

"Athena, kau tidak hanya merebut Enggar dariku. Kau juga yang menghancurkan karirku sehingga aku harus seperti ini. Kini, aku datang untuk merebut semuanya darimu."

Athena masih diam.

Jihan melangkahkan kakinya mendekati Athena. Dengan cepat, Aiden menghalau Jihan dengan tangannya.

"Athena, jika aku tidak bisa mendapatkan Enggar. Maka, kau pun tidak," katanya sambil meninggalkan Athena.

Selepas kepergiannya, Athena tertunduk lemas.

Aiden langsung menahan tubuh Athena untuk tidak terjatuh. Seketika, kepalanya terasa berat. Ia kembali membayangkan kejadian di malam itu. Salah satu malam yang tidak akan ia lupakan seumur hidupnya. Malam mencekam yang nyaris merenggut nyawanya.

Kehadiran Jihan benar-benar menjadi mimpi buruknya.

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang