25

61 5 0
                                    

***

Setelah menyaksikan kejadian itu, Athena dan Biru kembali ke atap rumah Athena. Tempat kesukaan Athena saat melepas gundah dan tangis. Di sini, ia bisa dengan bebas mengekspresikan perasaannya.

Ia sudah menghabiskan tiga botol alkohol.

Sangat terlihat jelas bahwa ia mulai kehilangan kesadaran. Dengan bekas air mata yang masih menempel di pipi, Biru mengusap pipi perempuan itu dengan lembut. Ia juga menyandarkan kepala Athena pada bahunya. Dan, membiarkan perempuan itu menangisi kisah cintanya.

"Dia adalah orang yang baik. Dia bahkan tidak pernah marah padaku. Dia selalu memperlakukanku spesial. Dia juga berusaha untuk memberiku perhatian kecil yang tidak pernah ku duga. Saat perjodohan kami, dia bahkan tidak menentangnya. Dia juga melihat ke arahku dengan senyuman kala itu. Bahkan, meski kami sudah dijodohkan, dia melamarku dengan caranya sendiri. Aku merasa beruntung kala itu," Athena membuka ceritanya.

Biru diam sambil mendengarkan.

"Saat itu, aku tahu aku tidak punya pilihan. Aku menerimanya. Karena, aku percaya, meski aku tidak mencintainya, asalkan dia mencintaiku, itu sudah cukup untukku," lanjut Athena.

Biru menoleh ke arah Athena.

"Dia juga yang merencanakan semua konsep pernikahan kami. Sampai pemilihan gaun, buket bunga, dan undangan."

Athena menoleh ke arah Biru yang masih menatapnya.

"Meski akhirnya aku tahu, ini adalah konsep pernikahannya dengan mantannya yang tidak tercapai. Dan, dia merealisasikannya padaku."

Athena mengalihkan pandangannya dan beralih memandangi langit yang penuh bintang.

"Aku sudah tahu, bahwa hatinya bukan untukku. Tapi, aku tidak tahu, aku akan sesakit ini meski aku tidak mencintainya sepenuh hatiku."

"Lalu, kenapa kau masih bertahan?"

Athena menghela napasnya.

"Aku tidak punya pilihan. Jadi, aku bertahan."

"Walau kau tidak bahagia?"

Athena terdiam sejenak,"Aku tidak tahu apa arti bahagia, Biru. Karena, sampai saat ini, aku tidak benar-benar pernah merasakan bahagia. Hidupku seolah hampa. Ada yang hilang. Tapi, aku tidak tahu bagaimana mengisinya."

Biru meraih tangan Athena dan menggenggamnya.

Athena menoleh kaget.

"Bisa 'kah aku menjadi pilihanmu untuk pergi? Dan, bisa 'kah aku menjadi bahagiamu?"

"Oh?"

Butuh sepersekian detik untuk mereka saling bertukar pandang. Hingga akhirnya, Biru mendekatkan wajahnya dan memberanikan diri mencium bibir Athena.

Di saat yang bersamaan itu pula, ingatan keduanya seolah bercampur aduk.

Tangis. Tawa. Pengorbanan. Darah. Perpisahan. Kebohongan. Dan, bunga.

Saat potongan-potongan ingatan itu masuk ke dalam pikiran mereka. Keduanya pun langsung melepaskan diri dari masing-masing.

"A-apa itu?" tanya Athena pada Biru.

Biru masih memandang Athena dengan tatapan kosong. Pikirannya kacau. Hatinya tak karuan. Entah mengapa, saat ini ia merasakan sakit yang luar biasa.

Tanpa kata, Biru pun menghilang.

Meninggalkan Athena dalam keheningan.

"Biru?" panggil Athena saat laki-laki itu menghilang.

Athena pun menghela napasnya. Tatapan matanya meredup.

"Bahkan, kau juga meninggalkanku, Biru."

EdelweissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang