BAGIAN SATU

64 13 13
                                    

Holaa gaiseu, hah...
Setelah meyakinkan diri aku akhirnya mempublish cerita yang udah lumayan lama ini, biar ga menuhin draft hehe. Lagian bikin cerita g selesai-selesai, semoga aja cerita kali ini bakal selesai sampe ending. Doain ya eh, biar akunya ga males juga, btw salam kenal aku Ella hehe. Happy reading😄


●●●




Angin berhembus pelan, menerpa apapun yang melewatinya. Sang mentari juga sudah menempatkan diri dengan apik disinggasananya, walaupun sinarnya sedikit tertutup oleh awan-awan biru yang mengelilinginya.

Hiruk pikuk jalanan terdengar memekakan telinga, suara klakson beriringan disepanjang jalan. Siswa siswi berbondong-bondong berjalan riang memasuki gerbang dimana itu adalah tempat mereka menimba ilmu, dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Mereka berkumpul, berbicara dengan topik apapun yang singgah dikepala, dan kemudian tertawa bersama.

Disini, di SMA Garuda Bangsa yang merupakan salah satu sekolah swasta terbaik di ibukota Jakarta. Sekolah bergengsi yang memiliki banyak peraturan di dalamnya. Tak mudah untuk masuk disekolah ini, mereka harus memiliki nilai yang nyaris sempurna agar dapat masuk. Hanya orang-orang berada yang bisa dengan mudah masuk disekolah ini.

Maka dari itu tak banyak murid-murid yang lebih mementingkan belajar-belajar dan belajar dari pada berkumpul dengan teman sebayanya. Mereka tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan yang mereka dapatkan. Dibalik itu tak jarang juga ada murid-murid yang lebih senang bersantai-santai ria ketimbang belajar dengan keras, namun mereka juga tetap belajar jika sudah memasuki waktu ujian.

Kini mereka semua telah mulai memasuki semester dua, dan pasti untuk kelas tingkat akhir sudah mulai mempersiapkan diri untuk ujian kelulusannya.

Entah mengapa kini atensi para murid berpindah kepada dua orang lelaki yang sedang berjalan melawati lorong, dan mengabaikan topik yang tadi mereka biacarakan. Mereka lebih penasaran dengan apa yang mereka lihat. Dua orang tersebut berjalan dengan cepat, dengan orang yang lebih muda mengikuti yang lebih tua, mereka berjalan acuh, mengabaikan tatapan murid-murid lainnya.

Lelaki yang lebih muda itu berjalan mundur didepan yang lebih tua. "Ayolah pak, ijinin saya pindah kelas" pintanya menyatukan kedua telapak tangan.

"Juna-Juna kesambet apa kamu? Sampai minta pindah kelas segala" ujar yang lebih tua, menggelengkan kepalanya.

"Yakali saya kesambet, pak Agung mah bisa aja"

Pak Agung berjalan melewati Juna, ia sudah terbiasa dengan tingkah anak didiknya yang satu ini. Setiap hari selalu ada-ada saja tingkahnya itu. Kalau saja dia bukan anak dari temannya sendiri mungkin Juna sudah dia omelin sejak tadi. "Terserah kamu deh, sudah sana jangan ngikutin bapak terus" usirnya halus

Arjuna berjalan mengimbangi Pak Agung. Untung saja dia memiliki kaki yang tak kalah panjang dari kaki gurunya ini, jika tidak ia pasti sudah berjalan dengan terburu-buru. "Yah pak, saya kan juga pengen membangun masa depan yang cerah. Jadi saya mau pindah kelas, boleh ya pak?" ujarnya memberi alasan.

"Memangnya kamu ini mau pindah ke kelas mana?" Agung menyuarakan rasa penasarannya yang sejak tadi ia pendam.

Arjuna lantas tersenyum senang mendengar pertanyaan pak Agung. "Kelas unggulan lah pak" balas nya cepat, tanpa ragu sedikit pun.

Pak Agung terjenggit kaget dengan jawaban Arjuna. Kelas unggulan katanya? Gila anak itu, bagaimana bisa dia pindah ke kelas unggulan jika nilainya saja banyak yang merah. "Yakin kamu? Ini kelas unggulan loh, jangan bercanda! Lihat nilai mu! Masih banyak yang merah, sudah pengen yang aneh-aneh saja" omelnya

Arjuna mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk pola V.
"Saya gak main-main pak, suer dah. Serius saya eh eh duarius deng!"

Pak Agung mengangkat sebelah alisnya, mempertimbangkan ucapan Arjuna. Ia kembali bertanya untuk memastikan perkataan Arjuna, karna bagaimana pun pindah kelas itu bukanlah perkara yang mudah, banyak hal yang harus diurus saat memindahkan siswanya ke kelas lain. "Beneran?"

Arjuna menganggukan kepalanya. "Iya pak bener"

Pak Agung pun ikut menganggukan kepalanya, terdiam sejenak. "Hm, yaudah kalau begitu. Kamu nanti setelah pelajaran kedua selesai datang ke ruang kepala sekolah!" putusnya, beranjak pergi meninggalkan Arjuna yang masih berdiri tegak dibelakangnya.

Arjuna mengulas senyum tipis, langkah pertamanya sudah berhasil. Tinggal menjalankan langkah selanjutnya. Senang? Tentu Juna merasa senang, bahkan di dalam hatinya ia merasa ingin berteriak kencang. Tapi mana mungkin kan dia berteriak kencang dilorong yang ramai ini? Bisa-bisa dia dikira gila oleh murid lain.

Arjuna melakukan posisi hormat menghadap punggung kepala sekolahnya―pak Agung yang sudah tampak jauh dari pandangannya. "SIAP DELAPAN ENAM! MAKASIH YA PAK AGUNG" ujarnya berteriak.

Juna menilik jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Saat ini sudah pukul tujuh lebih, sebentar lagi guru-guru pasti akan mulai berjalan ke setiap kelas.

Arjuna berbalik, berjalan cepat menuju kelas tercintanya, yang sebentar lagi mungkin? Akan ia tinggalkan. Hah?! Ia menghela napas dalam. Mungkin sebentar lagi sahabat baiknya itu akan merenggek-rengek padanya. Dia tentu harus membagi kabar gembira ini pada sahabatnya bukan? Ya harus! Semoga saja sahabat baiknya itu mengikuti jejak Arjuna yang bersemangat belajar. Lagi pula sebentar lagi mereka akan naik ditingkat akhir, maka dari itu sudah saatnya mereka mulai memikirkan masa depan yang ingin ditempuhnya.

●●●

Thank you for reading gaiseu, see you di next chapter yaaa👋

SWEET RIVAL | Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang