Gopek Tiga (Valentine)

2.8K 214 5
                                    

Laluna berlari kecil dibarengi dengan sahabat cowok sejak SMPnya yang juga berlari di sebelahnya. Keringat mengucur di dahi cowok itu, Bimo mengelapnya dengan handuk kecil yang ia bawa di saku celana trainingnya. Sementara Laluna, cewek itu ngos-ngosan dengan pasokan udara yang seakan ditarik menjauhinya, tak membiarkannya untuk menghirup barang sedikit pun. Akhirnya ia pun berhenti untuk mengatur napasnya yang tak stabil. Huh, pasti gara-gara jarang jogging lagi nih.

Bimo berhenti ketika melihat Luna berhenti, jaraknya dengan Luna memang tak jauh, namun cewek itu berada di belakangnya dengan gestur seakan kelelahan. Menopang kedua tangan pada lulut dengan dada naik turun. Dengan mengernyit kecil, Bimo berbalik ke belakang menghampiri Luna.

“Lo capek?”

Luna mengangguk sambil berkerut hidung.

“Nggak pernah olahraga sih,” cetus Bimo.

“Udah jarang doang Bim, bukannya nggak pernah.” Luna bangkit berdiri sambil mengelap keringatnya yang jatuh melewati pipi.

Bimo yang melihat itu tersenyum kecil, ia menyodorkan handuk kecilnya. Hal itu malah dibalas pelototan oleh Luna. “Ih, ogah banget. Bekas keringet lo!” serunya menolak, tangannya juga ikut bergerak untuk menolak.

Bimo tertawa. “Ayok,” ajak Bimo.

Luna manyun. “Capek!”

Bimo mendecak. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling taman hingga menemukan warung kecil di pinggir jalan. Menyenggol pelan lengan Luna, dagunya menggedik ke arah sana. Luna mengernyit melihat itu, lalu ia menolehkan kepala ke arah yang sama hingga cengirannya hinggap. Tanpa basa-basi, cewek itu menarik Bimo ke arah warung kecil tersebut.

Luna duduk di salah satu kursi dari tiga kursi warna warni yang ada. Bimo mengambil sebotol isotonik dari warung dan menunjukkannya pada Luna. Kali aja dia mau.

Tapi nyatanya cewek itu menggeleng sambil nyengir. “Mineral water, please?”

Akhirnya, Bimo mengambil sebotol isotonik dan sebotol air mineral. Cowok itu bergerak untuk duduk di sebelah Luna sambil menyodorkan air mineral tadi.

“Thanks,” cengiran tercetak di bibir Luna ketika menerimanya, sedetik kemudian tutup botol terlepas dan cewek itu meminumnya tanpa ampun hingga tersisa setengah dari muatan botol. “Gila seger,” serunya. Ia menoleh pada Bimo yang meminum isotoniknya. “Valentine-an sama siapa Bim?”

Bima menaikkan alisnya. Ia menyudahi aksi minum dan terkekeh pelan. “Nggak tau. lo?”

“Nggak tau juga.” Luna cemberut sambil menerawang ke jalanan. Otaknya kembali terpikir dengan event sekolahnya yang selalu diadakan tiap tahun, yang sejenis dengan prom namun kali ini bisa diikuti segala angkatan, nggak Cuma angkatan terakhir. Dan Luna nggak tahu harus datang dengan siapa, nggak ada yang ngajakin sih…

Mau nggak mau, paling sama Bimo.

“Gue pengen ada pangeran yang ngajak gue buat valentine-an, Bim. Bayangin ketika dia bilang itu, ‘Luna, mau nggak valentine-an sama gue?’ yang  pastinya dengan nada bicara sekaligus gayanya yang romantis. Gue pengen di romantisin sama cowok kayak cewek-cewek lainnya. bayangin ketika cowok itu nyium tangan gue buat ngajak dansa di tengah-tengah ruangan,” ucapnya penuh khayal. “Oh my God! Bayangin Bim, bayangin!”

“Gue pengen nerima banyak mawar dari dia, sebuket, setangkai, apapun itu pasti gue terima. Gue pengen nerima coklat dari dia tanpa dia peduli gue bakal gendut ataupun jerawatan karena coklat yang dia kasih….” Senyumnya memudar seketika. “Tapi kapan ya…?”

Sebuah tawa terdengar setelah kalimat tanya tadi muncul. “Ngayal mulu.” Bimo melemparinya dengan handuk penuh keringat.

“Najis ih, Bimo. Handuk lo itu bau tau nggak sih!” ditepisnya handuk tersebut dengan wajah bete. Luna kesal. “Nggak ngertiin gue deh. ”

Bimo terkekeh dan bangkit. “Tar kalo jatoh kan kasian lo-nya.” Ia memanggil-manggil si penjaga warung dan memberikan selembar uang sepuluh ribu rupiah.

“Ya doain kek, aminin. Lo nggak kasian temen lo ini jomblo terus?” kesal Luna.

Bimo tertawa lagi. “Biasa aja, lo ini yang jomblo.”

“Nggak ada kembaliannya, dek. Mau ambil apa? Adek ada lima ratus di saya.”

Kalimat tadi membuat Bimo mendesah. Luna bisa melihat dari duduknya, namun ketika itu Bimo langsung mengajaknya untuk kembali jogging.

“Ayok.”

“Pulang aja yuk?” pinta Luna.

Bimo tersenyum mengejek. “Iya deh, pulang.” Ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, dan memberikannya pada Luna. “Tuh, kembalian buat lo,” katanya, dan langsung melangkah lebih dulu menjauhinya.

Luna mengernyit menggenggam tiga benda bundar yang tipis. Cewek itu mengangkat pemberian Bimo tinggi-tinggi di depan matanya. Benda bundar tipis itu dilapisi bungkus berwarna berwarna emas tanpa label merek. Luna tersenyum simpul ketika mengetahui benda tersebut. Coklat koin, yang kalo beli gopek dapet tiga.

“Gue pengen nerima coklat dari dia tanpa dia peduli gue bakal gendut ataupun jerawatan karena coklat yang dia kasih.”

-o-

tjie bgt bikin special valentine meskipun valentinenya besok wgwg

sori ya yg minggu ke1 ke2 itu gak dilanjut bcs males bgt sumpah gatau kenapa hehe

one more pageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang