Tidak Ingin Pacaran

123 21 3
                                    


Mobil yang Aldi dan Lia kemudikan berhenti di sebuah perumahan. Aldi sangat mengenal rumah mewah di hadapannya. Sosok Lia bukan baru ia kenali.

"Kenapa kita malah ke sini, Nona?"

"Kenapa? Kak Al keberatan?"

"Apa kedua orangtua kamu sedang ada di rumah?"

"Tidak, hanya ada bik Nunik di dalam, papa dan mama sedang ke luar kota."

"Kita pulang saja kalau begitu!" Aldi hendak kembali masuk ke dalam mobil setelah tadi membuka pintu mobil.

"Kakak kenapa sih? Apa tidak boleh Lia mengajak kakak berkunjung ke rumah Lia? Sampai kapan kakak bisa menerima kehadiran Lia?!"

"Bukan begitu, Lia eh Non_."

"Apa mau Kakak sebenarnya?!" Lia memotong pembicaraan.

Gadis itu berlari masuk ke dalam rumah dengan rasa kesal yang membuncah. Kenapa sulit sekali membuat pria itu mengerti bahwa dia ingin sekali berada di dekat Aldi?

"Pria menyebalkan!" Lia melempar tas kecil yang sedari tadi ia bawa. Melemparnya ke arah sofa di ruang tamu.

Aldi menghembuskan napas kasar sebelum akhirnya laki-laki yang selalu mengutamakan keluarganya di atas segalanya itu masuk menyusul gadis muda yang sedikit telah mengubah hidupnya. Dan Lia wanita pertama yang berhasil menggoyahkan hatinya, meski hubungan keduanya masih menggantung tidak ada kejelasan.

"Kenapa kamu kekanakan, Lia?!" Kali ini Aldi mencoba tidak menyebut panggilan nona pada gadis di hadapannya.

"Kakak yang kekanakan! Sebenarnya selama ini kakak menganggap Lia apa?"

Aldi tak mampu menjawab. Dia juga terlihat bingung.

"Apa Kakak tidak suka Lia?"

"Bukan begitu Lia."

"Sekali lagi Lia katakan ... Lia cinta Kak Al, maukah Kakak jadi pacar Lia?" Lia menatap Aldi yang hanya berjarak satu meter dari tempatnya berdiri.

Aldi dan Lia sedang berada di ruang tamu rumah keluarga Lia yang pada saat itu nampak tidak ada siapapun. Bik Nunik pembantu rumah tangga Lia sepertinya tidak ada di dalam.

"Jangan begini Lia, sudah sering saya tegaskan saya tidak ingin pacaran, tidak ada niat sama sekali untuk melakukan hubungan seperti itu." Aldi mengusap wajahnya kasar. Sejak kecil Aldi ditanamkan ilmu agama oleh kedua orangtuanya. Meskipun tak terlalu banyak, tapi Aldi tau mana yang baik dan tidak.

Bila memang sudah siap lahir batin lebih baik menikah saja daripada membuat dosa zina yang berkepanjangan.
Pesan ayah Aldi di kampung.

"Baiklah, berarti Kakak tidak suka Lia dan selama ini kakak merasa terganggu karena kehadiran Lia." Lia membalikkan badan memunggungi Aldi. Sakit hatinya mendengar kalimat itu dari pria yang begitu ia harapkan kehadirannya.

"Kakak pulang saja! Mulai detik ini Lia tidak akan mengganggu kakak lagi." Lia mengusap sudut matanya yang berair. Lelah juga selama beberapa bulan ini ia menggantungkan cintanya pada laki-laki yang sama sekali tidak menghargainya.

Terenyuh Aldi akan penuturan Lia. Kenapa ia jadi gelisah bila Lia pergi menjauh darinya?

Ayo Aldi apa yang sebenarnya kamu inginkan?!
"Saya hanya tidak ingin kita berada di dalam satu ruangan tanpa kehadiran orang lain, Lia ... kamu perempuan, apa kamu tidak takut terjadi fitnah?" Aldi beralasan.

"Bohong! Bilang saja Kakak benci Lia!"

"Kamu ingin saya jujur?"

"Apa selama ini kakak berbohong? Perlakuan manis kakak selama ini hanya akting?"

"Tidak, siapa bilang?!" Aldi tak terima jika sikapnya selama ini dibilang hanya akting.

"Jadi?"

"Saya tidak ingin pacaran Lia, jikapun memang kita saling menyukai, sebaiknya kita menikah saja, hanya saja masih banyak hal yang sepertinya akan membuat hubungan ini rumit. Saya rasa kamu tidak akan siap."

"Bisa-bisanya Kakak menyimpulkan sendiri? Kakak tidak percaya Lia?"

"Baiklah, beri saya waktu berapa hari lagi. Ini masalah serius, saya juga tidak ingin hubungan ini tidak ada kejelasan."

Lia memutar balik tubuhnya. Meskipun harus ia yang mulai lebih dulu, tapi Lia bahagia Aldi sudah mau menerimanya.

"Apa Kak Al juga suka Lia?"

"Hmmm."

"Serius? Sejak kapan?"

"Entahlah."

"Kak Al tidak akan menarik ucapan Kakak 'kan?"

"Untuk apa?"

"Siapa tau Kakak menyesal sudah memilih Lia."

"Semoga saja tidak."

"Boleh peluk?"

"Tidak Nona eh Lia jangan!" Aldi mundur perlahan.

"Baiklah, Lia akan menjaga jarak tapi Kakak harus secepatnya melamar Lia pada kedua orangtua Lia!"

"Insha Allah." Aldi melihat jam di tangannya. "Sebentar lagi adzan Maghrib, sebaiknya saya pulang saja," kata Aldi.

"Kenapa pulang? Kakak bisa shalat di sini, sekalian ajari Lia shalat." Lia tampak sedikit malu mengutarakan niatnya. Namun ia benar-benar ingin berubah lebih baik. Dan mungkin Aldi adalah jawaban atas keinginannya selama ini.

"Kita ke masjid terdekat saja. Tidak baik berlama-lama di sini, lagipula malam ini giliran saya yang jaga malam," ujar Aldi akhirnya.

"Siap Kak Al," jawab Lia antusias. Kebahagiaan terpancar jelas dari raut wajah Lia saat ini.

Semoga saja papa dan Mama merestui niat baikku dan Kak Al.





My Sweet BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang