9. Teman Pertama

44 12 9
                                    

Tidak ada orang yang benar-benar baik, juga tidak ada orang yang benar-benar jahat.
Jika kau menganggapnya baik, maka yang terlihat adalah kebaikannya.
Jika kau menganggapnya jahat, maka yang terlihat adalah kejahatnnya.
Baik tidaknya seseorang tergantung bagaimana orang lain memandangnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


"gak mau dokter." Mendengar jawabanku, dokter Bara langsung menghentikan langkahnya yang hendak pergi dan kembali memandangku. Dokter Bara maju selangkah mendekatiku dan memasang senyumannya ke arahku. Lebih tepatnya senyuman yang dipaksakan.

"dokter bisa mepercayaimu untuk meminum obatmu setelah makan kan?."

"tidak dokter, dokter tidak bisa mempercayakan hal itu pada Dira." Dokter Bara menghembuskan nafas kasarnya dan tetap berusaha mempertahankan senyumannya yang terlihat sangat dipaksakan. Lucu juga haha..

"kamu tidak akan membuang obatnya kan?."

"aah!" aku menjentikan jari ku.
"ide yang bagus dokter." Kali ini dokter Bara langsung mengendurkan senyumannya dan menghela nafas pasrah.

"baiklah, saya akan kembali satu jam lagi dan membawakan obatmu." Dokter Bara langsung pergi dari ruanganku. Hahah.. maaf dokter, aku membuat kesal. Aku kembali memakan makananku perlahan hingga habis.

..@@@..

Benar saja, satu jam kemudian dokter Bara kembali ke ruanganku dengan membawa obatku seperti perkataannya. Mau tidak mau, aku harus meminumnya.

"sedang belajar?" sepertinya dokter Bara tertarik dengan apa yang ku lakukan sekarang.

"yaa.. Dira sedang mengerjakan tugas kelompok. Mungkin mereka sudah mengerjakan sebagiannya kemarin sore." Dokter Bara hanya menganggukan kepalanya sebagai tanda mengerti.

"ooh iya, katanya ada seseorang yang akan datang menjengukmu hari ini. Apa dia belum datang?"

"haa!" aku benar-benar kaget dengan perkataan dokter Bara barusan. Seseorang akan datang menjenguk ku? Siapa?.

"paman Agung yah?" tebakku, karena paman Agung juga terkadang datang menjenguk hanya sekedar membawakan baju ganti atau buku-buku yang ingin aku baca.

"bukan. Orang yang membawamu kesini kemarin."

bukannya yang membawaku ke sini adalah paman Agung? siapa lagi yang membawaku kesini kalau bukan paman Agung.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu. Membuat obrolan kami terhenti. Semua pertanyaan yang membuatku bingung, ada dibalik pintu itu. Saat pintu itu terbuka justru membuatku semakin bingung dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Aku tercekat, tubuhku mematung, kaget untuk yang kedua kalinya. Orang itu adalah orang yang membawaku ke sini? Deva?

"baru datang ternyata. Kalian ngobrol saja, saya permisi dulu." Doker Bara langsung meninggalkan kami.

Aku masih menatapnya tidak percaya. Apa benar-benar dia yang membawaku. Dia berjalan mendekat, menarik kursi dan duduk di samping bangsalku. Tatapan ku tidak berubah.

"aku ganteng banget yah, sampai dilihatin kaya gitu." Mendengar itu, aku langsung mengalihkan pandanganku. Padahal aku sudah tidak mau berurusan dengannya lagi, tapi sekarang dia datang. Haruskah aku mengusirnya? Aku tidak sopan sekali kalau sampai mengusirnya. Lebih baik aku kembali mengerjaka tugas kelompok ini.

"kamu sedang sakit. kenapa malah mengerjakan tugas kelompok kita?"

"kalian pasti sudah mengerjakan sebagian kan? atau kalian sudah selesai mengerjakannya kemarin sore?"

"kami gak jadi ngerjain kemarin sore." Kembali menatapnya. Kenapa tidak jadi, masa gara-gara aku masuk rumah sakit mereka jadi membatalkan mengerjakan tugas. Biasanya mereka tetap mengerjakan tugas walaupun aku sakit.

"aku membatalkannya." Penjelasan Deva yang paham dengan tatapan ku.

"kenapa harus dibatalkan?" protesku, karena ini merupakan tugas yang lumayan sulit.

"karena aku harus mengantar seseorang yang tiba-tiba pingsan ke rumah sakit." aku terdiam. Tak mampu untuk protes lagi dan menundukan pandanganku.

Jadi, benar yang dikatakana oleh dokter Bara. Ternyata Deva benar-benar orang yang membawaku ke rumah sakit.

"makasih.. sudah membawaku ke rumah sakit." biar bagaimana pun, sekesal apapun aku dengan kata-katanya, tapi dia sudah bertanggung jawab dengan membawaku ke rumah sakit.

Tanpa menjawabku, dia tiba-tiba langsung mengambil buku paket sejarah yang ada di pangkuanku, ikut mengerjakan tugas kelompok kami. Tidak ada pembicaraan lagi selain tentang tugas. Saat berdiskusi, aku juga merasa nyaman, Deva bisa di ajak bekerja sama sebagai tim. Kami benar-benar mengerjakannya dengan serius.

Tak terasa sekarang sudah sore. Tapi, tugas kami belum juga selesai. Yaahh.. sesusah itu. Sejauh ini menurutku juga sudah bagus. Deva sudah pulang beberapa menit yang lalu. Aku kembali sendirian, tapi tidak masalah. Kita butuh terbiasa untuk merasa baik-baik saja.

Aku senang, akhirnya ada seseorang yang menjengukku selain orang-orang suruhan orang tua ku. Aku bahkan tersenyum sendiri padahal tidak ada yang lucu. Aku hanya merasa lega, ternyata ada teman sekelas yang menghawatirkanku. Entahlah, apakah Deva hawatir atau tidak, dia tidak menunjukan ekspresi khawatirnya. Yang jelas, aku merasa sedikit terhibur. Deva adalah teman pertama yang datang menjengukku.

..@@@..

Pagi ini, aku dalam perjalanan ke sekolah. Yaa.. aku sudah diizinkan untuk sekolah lagi. Untungnya tidak butuh waktu berhari-hari di Rumah Sakit.

Aku membuka jendela mobil, merasakan angin yang menerpa wajahku lembut. Aku sangat suka suasana pagi, sangat sejuk. Juga tidak banyak polusi udara tentunya.

Saat mobil sudah berada tepat di depan gerbang sekolah, aku masih terdiam di dalam mobil. Ada sesuatu yang membuat ku penasaran.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kira-kira apa yahh yg buat Dira penasaraaannn...
Kalian penasaran juga gaak?🤔🤔

Jgn lupa ninggalin jejak yahh..
Hayooo voment nya mana

TERIMAKASIIHH 💕

I'm Not a PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang