9. Menghindar

3.2K 709 25
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak ya 😉💚



ㅡ𝐁𝐈𝐌𝐁𝐈𝐍𝐆𝐀𝐍ㅡ



Sudah sekitar dua minggu ini Jenaka memilih tak melakukan bimbingan pada Narendra. Pria itu hanya menemui pembimbing dua untuk revisi beberapa hal. Alasan utamanya cukup jelas, sekarang Jenaka merasa belum siap melihat Narendra lagi, benar, anggap saja ia cupu, tetapi nyatanya memang butuh keberanian besar untuk melihat wajah itu tanpa melibatkan soal perasaannya.

Dan karena Jenaka sudah memutuskan akan menyerah soal apa yang ia rasakan, jadi dirinya butuh waktu untuk terbiasa, satu-satunya cara yang dapat ia lakukan tentu saja menghindar, mencoba tak bertemu dengan Narendra dimanapun, setidaknya sampai ia lupa soal perasaannya.

Di sisi lain, Narendra sudah mulai khawatir karena Jenaka tak kunjung muncul padahal biasanya pria itu yang paling semangat bimbingan dengannya. Secara samar, Narendra cukup sadar kalau Jenaka seperti itu setelah pertemuan terakhir kali dengan Mahen. Awalnya Narendra merasa semuanya memang harus seperti ini, apalagi tak ada hubungan lebih antara keduanya, selain Mahasiswa dan Dosen. Tapi lama kelamaan, Narendra merasa ada yang salah, ada bagian yang kurang dan hal itu seolah membuat lubang besar.

Setelah memikirkan matang-matang, dengan sedikit keberanian yang dirinya miliki, akhirnya ia memilih mencoba menghubungi Jenaka terlebih dahulu. Beberapa pesan yang ia kirimkan tak kunjung mendapatkan jawaban, sampai akhirnya ia memilih menelpon Jenaka. Saat ponselnya berdering selama kurang lebih sepuluh puluh detik, kemudian terputus secara otomatis, ia sadar kalau Jenaka benar-benar menghindarinya.

Keesokan harinya saat ada di kampus, Narendra secara tak sengaja melihat Jenaka tengah berjalan dengan temannya yang ia tahu bernama Chandra. Narendra sudah menyiapkan diri untuk menyapa Jenaka, tetapi pria itu hanya menunduk sekilas sebagai tanda hormat, kemudian pergi begitu saja, entah kenapa hal itu membuatnya merasa sedih.

Sama seperti Jenaka yang juga memikirkan semuanya, Narendra pun memilih begitu. Dirinya melakukan introspeksi diri atas apa yang selama ini ia lakukan bersama dengan Jenaka. Kalau boleh jujur, jelas perlakuan Narendra bukan hanya sebatas Dosen dan Mahasiswa saja. Keduanya bahkan terkadang mengobrol dengan santai tanpa konteks persoalan kampus atau bimbingan.

"Ga bisa kaya gini, kita harus ngobrol." gumamnya pada diri sendiri.

Setelah membuat sebuah keputusan, dan memantapkan perasaannya, Narendra kini kembali mencoba menemui Jenaka, namun kali ini dirinya datang ke Sun&Moon. Ia menatap cafe yang masih cukup sepi saat pagi hari, awalnya memang meja kasir kosong, tapi begitu dirinya masuk, sosok pria berbalut seragam cafe muncul.

"Selamat datang." suara Jenaka terdengar begitu ramah menyapa, pria itu agaknya belum sadar kalau yang datang adalah Narendra.

Begitu pandangan mereka bertemu, senyuman yang Jenaka suguhkan perlahan memudar. Keduanya bertatapan cukup lama sampai akhirnya Jenaka yang terlebih dahulu memutuskan pandangan. Pria itu mengetikkan sesuatu pada layar monitor untuk mulai menulis pesanan.

"Mau pesan apa?" nada bicara terdengar begitu normal, tak seperti biasanya. Hal ini cukup asing untuk Narendra yang terbiasa mendapatkan senyuman manis dari pria itu.

"Kopi aceh satu, minum di sini." butuh beberapa saat sampai ia menjawab.

Setelah selesai melakukan pembayaran, Narendra memilih duduk di tempat biasa, area luar cafe dekat taman. Ia sesekali menatap ke arah dalam, mencoba mengamati Jenaka yang kini tengah berkutat dengan pesanannya. Selang beberapa saat akhirnya Jenaka datang, bersama nampan yang berisi secangkir kopi aceh panas.

BIMBINGAN | EDISI REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang