4. Bertemu lagi.

3.9K 749 26
                                    




ㅡ𝐁𝐈𝐌𝐁𝐈𝐍𝐆𝐀𝐍ㅡ




Pagi-pagi sekali Chandra menggedor pintu kost milik Jenaka, membuat pria itu mau tidak mau terbangun karena gaduh. Chandra dengan tidak tahu malu, menyuruh Jenaka menemaninya ke warnet untuk bermain game. Karena terpaksa, akhirnya Jenaka ikut, dan di sini lah mereka sekarang, duduk bersebelahan di depan layar monitor dengan headphone yang terpasang di kepalanya. Sesekali Chandra mengeluarkan umpatan kesal, dan juga teriakan-teriakan dibarengi dengan ketukan kasar pada keyboard serta mouse.

Sebenarnya Jenaka bingung kenapa temannya itu harus mengajaknya ke warnet, padahal Chandra punya seperangkat alat game lengkap di rumah. Kalau sudah begini, pasti alasan utamanya tentu saja karena ibunda Chandra terus mengomel, makanya ia memilih bermain game di luar, memang beberapa kali Chandra mengeluh karena dimarahi bundanya, bahkan terkadang demi bermain game, ia menginap di tempat Jenaka. Temannya itu adalah definisi tepat untuk orang yang kecanduan game online.

"Maju Jen maju, arah kiri dari jendela!" teriaknya semangat. "Nah kan mampus, lari woy lari." lanjutnya lagi.

"Itu awas sebelah kanan!" gantian Jenaka memperingatkan. 

Mata Chadra makin terfokus ketika sudah mencapai puncaknya. "Okay saat nya mengeluarkan senjata andalan... YESSSS!!!" teriakan kemenangan mengalun pada bilik nomor 12.

Jenaka melepas headphonenya lalu menaruh kembali pada gantungan di samping layar, ia menatap Chandra yang meneguk minuman miliknya, lalu kembali memulai game baru. Mata Jenaka sedikit sakit, jadi ia memilih berhenti, dan membiarkan Chandra terus bermain. Ia memasang kembali kacamata miliknya, lalu menyandarkan punggung pada kursi empuk di warnet.

"Main lagi lah ayo." bujuk Chandra saat melihat Jenaka hanya diam saja.

"Mata gue sakit, lo aja yang lanjut." pria itu menolak.

"Kebanyakan ngerjain skripsi, makanya jadi sakit tu mata." cibir Chandra asal. Berbeda dengan Jenaka yang super ngebut, ternyata Chandra memang malas-malasan.

"Stress ni anak, terus lo pikir kalo main game mata gue ga sakit?" tangannya menoyor bagian belakang kepala Chandra.

Cengiran lebar khas Chandra mengembang. "Ngga akan lah, liat nih mata gue sehat."

"Sehat kalo soal game, kalo disuruh baca buku referensi auto minus 12, burem!" Ia mengambil ponsel untuk memeriksa beberapa hal, saat ini Jenaka sedikit lapar, dan ia melihat beberapa menu makanan.

"Kok lu jadi mirip bunda sih Jen?" mulutnya terus sigap menjawabi Jenaka, tapi matanya masih setia menatap layar monitor.

Jenaka bercanda, "Gue aduin bunda lo ya, lo kabur kesini buat main game."

"Jangan woy, gue udah cape ijin bilang mau nyari buku referensi bareng lo di perpus."

"Gila, kok lo kalo bohong bawa-bawa gue sih?"

"Abisnya bunda gue demen sama anak kaya lo, yang pinter, IPK tinggi, rajin, makannya kalo gue  sebut nama lo, auto dibolehin, diskriminasi emang si bunda."

Jenaka menggelengkan kepalanya, merasa pusing dengan kelakuan bar-bar dari Chandra. Ia menghembuskan nafas kemudian berdiri, lalu berjalan keluar meninggalkan Chandra yang masih betah bermain game. Matanya melirik sekitar, mencari tempat makan yang pas karena sedari tadi ia memang merasa lapar, sayangnya Chandra terus menolak diajak makan dan menyuruh Jenaka ke luar sendiri. Pilihan Jenaka akhirnya jatuh pada nasi kuning Bude Nagita.

BIMBINGAN | EDISI REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang