Jika kalian sudah pernah membaca book ini mungkin baiknya kalian baca ulang karena aku sudah merubah beberapa hal termasuk membenahi kepenulisan. Aku sangat bersemangat menampilkan sisi baru dari cerita Bimbingan pada kalian. Kalau tertarik jangan l...
Suara kucuran air dalam kamar mandi kini sudah berhenti, pintu terbuka dan menampilkan sosok Jenaka dengan kaos hitam polos serta celana pendek dan juga rambut basah yang ia keringkan dengan handuk. Ia memilih duduk di karpet lalu mengecek ponsel nya yang kini sedang mengisi daya.
Jenaka menghembuskan nafas panjang, lalu meregangkan tubuhnya, sejujurnya setelah berada di kost, ia malah menjadi bosan. Harusnya tadi Jenaka tidak menolak ajakan Hendra untuk makan bersama, matanya melirik pada ponsel yang menunjukan pukul 10 malam, kemudian sebuah ide gila muncul dalam otaknya.
Beberapa kali ia mengetuk-ngetukan jari pada meja kecil dihadapannya, sembari berfikir apakah harus melakukan idenya atau tidak, otak dan hatinya seperti sedang berselisih pendapat. Kemudia entah dapat dorongan dari mana, jarinya menelusuri ponsel miliknya mencari sebuah nama kemudian menekan sesuatu sampai menampilkan tanda memanggil.
Matanya bergerak gelisah, ia sebenarnya cukup pesimis setelah 2 menit berdering namun tak ada reaksi apapun, hampir saja ibu jarinya menekan tonbol berwarna merah sebelum sebuah tampilan layar yang berubah membuatnya kaget, tak berselang lama ia tersenyum senang. Wajah Pak Narendra yang tersenyum seolah menyapa malamnya, ia tak menyangka vidcallnya dijawab.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Selamat malam Pak." sapanya dengan semangat. Ia masih belum menyangka kalau Narendra benar-benar menjawab panggilan darinya. Pemandangan wajah sang dosen di hadapannya, kini membuat jantung Jenaka makin berdebar.
"Selamat malam juga Jenaka." suara Narendra menggema lewat speaker ponsel.
"Saya ganggu ya Pak?"
"Ngga kok, saya baru saja selesai kerja jadi sekarang santai." Narendra terlihat tengah membereskan beberapa kertas, menyusun kertas itu menjai satu, kemudian meletakannya di meja.
"Wah lembur pak?"
"Iya ngurus nilai angkatan kamu."
"Oh pantesan sampe malem."
"Iya nih, anyway ada apa? mau bimbingan?"
"Kalo saya ga pengen bimbingan masih boleh ga nelfon bapak?"
"Hah? ada-ada saja kamu."
Narendra tertawa pelan menanggapi pertanyaan Jenaka yang kini juga tertawa membuat matanya tinggal tersisa satu garis. "Seriusan Pak, saya bukan mau bimbingan, cuma pengen telfon Pak Naren aja."