04

13 1 0
                                    

Kini Raka sudah mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar pada sandaran sofa. Di depannya ada Arsen yang masih memperhatikannya. Di sebelah kanannya ada Dokter Rendy yang juga ikut memperhatikan Raka.

"Jadi siapa dia?" tanya Arsen.

"Karyawan, Kak. Namanya Fellycia dari divisi marketing," jawab Raka masih lemas.

"Karyawan lo baik banget ya," komentar Rendy.

Rendy adalah teman kuliah Arsen yang sekarang sudah menjadi dokter. Ia juga menjabat sebagai dokter pribadi keluarga Bintara. Karena itu, ia sudah sangat paham keadaan keluarga Bintara. Begitu juga kisah kelam Raka.

"Bukan cuma baik, tapi perhatian banget sepertinya," lanjut Arsen.

"Tadi gue hampir pingsan saat dia di sini. Itu cuma sebuah tampilan orang yang berperikemanusiaan bukan hal lain seperti yang kalian pikirkan." Raka berusaha membela diri sambil sedikit memijat pangkal hidungnya.

Arsen dan Rendy tersenyum melihat tingkah Raka yang terlihat mengelak dari perasaannya.

"Dia cantik ya, Rak?"

Setelah saling kode dengan pandangan mata, Arsen dan Rendy sepakat memancing Raka.

"Cantik, tapi sering bikin emosi naik." Raka menjawab sekenanya.

"Kenapa bisa bikin emosi?"

"Gimana gak bikin emosi, apapun ucapan yang keluar dari bibir tipisnya itu selalu menjurus kearah sindiran atau penghinaan."

"Maksudnya gimana?"

"Dia itu beda dari karyawan lain. Kalo karyawan lain natap gue langsung itu gak berani atau paling langsung menunduk."

"Kalo dia?"

"Dia kalo ketemu gue selalu menatap gue langsung. Mata cokelatnya itu selalu memberi tatapan yang sulit diartikan. Belum lagi bibir pink-nya itu. Selalu berucap kalo gue bos kutub yang super dingin, gue kang PHP, gue bego, dan lainnya. Udah kalo deket dia pasti bisa langsung emosi. Kalo gue gak ingat ini area kantor sudah habis bibir itu gue ...."

Ucapan Raka berhenti saat ia sadar dengan ucapannya sendiri. Dalam hati ia merutuki dirinya yang dengan mudah terpancing pertanyaan kakak juga sahabatnya.

"Lo apa, Rak?" selidik Arsen yang kini sudah menatap Raka dengan tatapan menggoda dan menahan tawa.

Melihat Raka yang semakin salah tingkah membuat Rendy sudah tidak tahan lagi untuk meledakkan tawanya.

"Ternyata bener, Ar, adik lo udah tertarik sama cewek tadi," ujar Rendy disela tawanya.

"Gue juga yakin gitu sih, Ren. Apalagi saat lihat adegan sebelum kita masuk tadi."

"Adegan apa, Kak?" Kini ganti Raka yang memperhatikan kakaknya dengan alis berkerut.

"Sudahlah. Intinya gue seneng lo udah bisa ngomong panjang lebar untuk menceritakan seseorang. Apalagi yang lo ceritakan itu seorang cewek cantik yang berhasil mengetuk pintu hati lo."

"Ck. Apaan sih, Kak!"

Arsen hampir membuka suara lagi sebelum sebuah ponsel di atas meja di depan mereka berdering. Semua menatap ponsel itu dengan pandangan bingung. Ponsel asing itu bukan milik salah satu dari mereka, lalu milik siapa?

RAFELWhere stories live. Discover now