06

4 0 0
                                    

Saat ini Echa dan Felly berada di butik Sunrise. Butik itu milik Felly. Mereka berdua biasanya datang ke sana saat selesai kerja di kantor Raka. Jadi selain menerima gaji, Felly juga seorang yang memberi gaji. Butik ini sudah berdiri hampir tiga tahun. Felly membukanya semasa ia masih duduk di bangku kuliah. Ia memiliki bakat desain dan ia mempelajarinya secara sembunyi-sembunyi. Tak ada keluarganya yang tahu selain Echa dan Bu Marni.

"Tar, ada apa?" tanya Felly yang baru saja duduk di ruangannya.

"Fel, gaun kita yang baru tinggal satu. Lalu ada seorang pelanggan yang menginginkan itu, sedangkan ada pelanggan lain yang sebenarnya sudah memberi kita uang muka dan akan mengambilnya malam ini." Tari memberi penjelasan dengan memperlihatkan berkas pada Felly.

"Jadi?" Felly meletakkan berkas dan menatap Tari yang duduk di depannya.

"Si pelanggan yang menginginkan baju itu menawarkan harga lima kali lipat asal bisa memiliki baju kita."

"Dan lo gasih baju itu ke dia?"

Tari menggeleng. "Karena itu gue manggil lo sama kak Echa ke sini."

"Tar, tanpa kita ke sini harusnya lo tau harus apa. Lo udah lama kan kerja sama kita, bahkan lo dipercaya Felly buat tanggung jawab di butik sepenuhnya," ujar Echa yang duduk di sebelah Tari.

"Kak, orang itu serem. Maksud gue, dia bawa orang. Kek preman kalo lihat covernya. Ngeri, Kak," adu Tari.

"Namanya siapa?" tanya Felly yang kali ini menampilkan ekspresi serius.

"Sashila Atmadja, keluarga menengah."

Felly mengernyitkan dahi mendengar nama itu. "Keluarga itu bukannya hanya memiliki putra ya?"

"Menantu kali, Fel. Kan putra sulung mereka sudah menikah tahun lalu. Keluarga lo dapat undangan kan Waktu itu?" ujar Echa.

"Pernikahan tragedy itu ya? Yang katanya si cewek kang selingkuh itu kan? Baru diputusin calon suaminya gegara ketahuan selingkuh sama putra Atmadja?" Felly mengingat-ingat lagi kejadian yang sempat viral setahun yang lalu.

Tari dan Echa mengangguk. "Korbannya bos kita kalo lo lupa."

Felly menatap Echa. "Gue inget. Lalu, Tar, yang udah ngasih uang muka siapa namanya?"

"Melati Bintara."

"Wih, ini sih masalah keluarga. Kenapa kita jadi ikutan?" Felly Kembali menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

"Jadi kita harus gimana?" Tari menatap Felly dan Echa bergantian.

Belum Felly mengeluarkan suara, Nadia masuk dengan tergesa. Ia menerobos langsung berdiri di depan Felly di samping Echa.

"Fel, di bawah ada Sashila. Gak sendiri, tapi sama tiga oorang serem!" lapor Nadia dengan mimik takut.

Felly hanya menatap Nadia dengan ekspresi biasa. Lain halnya dengan Tari yang langsung berdiri dan berlari ke arah pintu untuk melihat apa yang dilaporkan temannya. Echa menatap felly sebelum mengikuti Tari keluar ruangan.

Dari posisi Tari dan Echa sekarang terlihat seorang Wanita muda dengan dandanan tebal sedang bersitatap angkuh dengan seorang Wanita muda lain yang terlihat lebih kalem. Hanya dengan sekali melihat, Echa maupun Felly yang belum pernah bertemu mereka pun bisa langsung mengenali siapa Sashila dan siapa Melati.

"Tar, turun bawa baju itu. Langsung kasih ke Melati dan ambil uang sisanya. Nadia, temani Tari!" perintah felly saat sudah melihat situasi di bawah sana.

Tari dan Nadia yang memang tidak pernah dan tidak berani menolak perintah Felly langsung saja mengambil baju yang sudah dibungkus rapi. Mereka memantapkan hati untuk turun menghadapi situasi panas yang entah tercipta dari siapa. Felly juga Echa mengawasi mereka dari atas, bersiap jika anak buahnya terlibat masalah.

Sesampainya di hadapan dua orang yang bersitegang, Tari maupun Nadia menampilkan senyum terbaik mereka meski hati bergetar takut.

"Maaf menunggu lama. Kami sudah menyiapkan gaunnya, Kak. Silakan diterima dan diselesaikan transaksi pembayarannya," ujar Tari dengan menyerahkan bungkusan gaun di tangannya.

Melihat Melati menerima bungkusan gaun yang sangat diinginkannya, Sashila geram dan langsung memerintahkan salah satu orangnya untuk merebut bungkusan itu. Melati dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan gaun di tangannya. proses perebutan terjadi beberapa detik hingga Melati jatuh tersungkur saat Sashila dengan sengaja mendorongnya. Tanpa mereka sadari, Felly sudah merekam mereka dari posisinya.

"Gue kan sudah bilang gaun itu gak pantes buat lo. Gaun itu cuma cocok buat gue!" cecar Sashila menatap remeh Melati yang masih duduk di lantai merasakan nyeri di bokongnya.

"Maaf, Kak, tapi Kakak ini sudah membayar uang mukanya," sela Tari.

"Lo gak denger gue bisa bayar gaun ini lima kali lipat dari Harga asalnya." Sashila menatap Tari garang.

"Tetapi desainer kami memerintahkan kami untuk memberikan gaun ini untuk Kak Melati," ujar Nadia.

"Mana desainer lo? Suruh datang ke sini! Dia pasti gak akan nolak gue, apalagi gue berani bayar lebih gaunnya dia." Dengan sombong, Sashila berujar disertai tawa.

Arsen masuk dan langsung membantu istrinya bangun. bersamaan dengan itu, Felly dan Echa juga turun menghampiri mereka. Echa menarik dua anak buahnya untuk mundur, sedangkan felly sudah maju berhadapan dengan Sashila. Arsen yang masih mengenali wajah Felly, langsung saja memberi kabar pada adiknya.

Arsen

Rak, ke Sunrise butik sekarang! Sashila berhadapan sama cewek yang lo taksir.

***

Rizky masih Bersama Raka hingga kini. Mereka berada di rumah Raka. Saat ini kedua pemuda itu duduk di ruang tengah dengan telivisi yang menyala serta kudapan dan teh hangat di meja depan mereka.

"Lo tadi nembak Echa?" Raka membuka obrolan santai mereka.

"Enggak. Gue cuma nanya kejadian yang diucapkan Felly. Gue penasaran, apalagi lihat wajah sedih Echa setelah Felly mengucapkan itu." Rizky menanggapi sembari mengambil cookies dan memakannya.

"Jadi gimana?"

"Gue juga belum jelas. Echa cuma bilang kejadian itu mengubah segalanya. Mengubah Felly dari yang seorang anak sulung yang selalu dihormati dan disanjung banyak orang menjadi felly yang kita kenal slengean."

"Felly anak sulung?" Rizky mengangguk. "gue tadi tanya Felly, dia bilang Echa kakaknya. Usia mereka juga terpaut dua tahun lebih tua Echa."

Rizky mengangkat bahu tanda tak tahu. "Mungkin mereka saudara angkat. Kata Echa setelah kejadian itu, papanya mengusir mereka. Gue juga masih gak jelas. Tadi Echa nagis, jadi gue suruh berhenti cerita. Gue gak tega."

Raka mengangguk paham. Rizky memiliki rasa untuk Echa, pasti tak akan tega melihat seorang yang disukai meneteskan air mata. Mereka berdua sama-sama diam sambil menikmati acara yang berlangsunh di televisi dan memakan kudapan.

Di tengah keseriusan mereka, tiba-tiba ponsel Raka berbunyi menandakan notif sebuah pesan. Raka mengambil ponselnya dan melihat pesan yang ia terima. Beberapa detik selanjutnya wajahnya langsung menegang. Rizky yang penasaran langsung menyahut ponsel Raka dan melihat isi pesan yang dibaca Raka. Setelah membaca pesan yang ternyata dari Arsen, Rizky menatap Raka dengan ekspresi tanya.

"Lo naksir cewek? Siapa?"

"Ayo ke Sunrise, Felly dalam bahaya."

"Felly? Lo naksir Felly?"

Belum mendapat jawaban, Raka sudah menariknya untuk masuk ke dalam mobil. Mau tak mau Rizky melajukan mobilnya dengan tujuan Sunrise butik. Meski penasaran, melihat wajah khawatir sahabatnya ia jadi tak tega.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

tbc.

RAFELWhere stories live. Discover now