Ipen Wiken, 27 Februari 2021
Tema: (Sesuai Gambar)
Majas: Simile
Keywords: Gulita Ganda, Cumi Curang, Keluarga Tidak Berencana, Dada Datar, Kurang Kurap
Jumlah kata: 500--2.000
Deadline: 28 Februari 2021, pukul 12.00 WIB.
"Ayo, cepat!" laki-laki berambut pirang itu berseru sambil mengayunkan tangan pertanda mengajak pada dua temannya di belakang.Kali ini, mereka akan memasuki gerbang teleportasi untuk kembali ke markas setelah menyelesaikan misi.
Misi yang diberi oleh sang kapten kurang kurap, eh, kurang kerjaan itu berupa mencari sebuah gelang kekuatan di planet Gurundola, planet yang sepanjang mata memandang hanya terdapat gurun pasir dan kaktus.
Gelang kekuatan yang memancarkan aura hangat itu berpendar merah di dalam saku Karl---laki-laki berambut pirang tadi---menandakan adanya bahaya di sekitar.
Gerbang teleportasi sudah dibuka, satu per satu pemuda itu masuk ke dalam, bersiap tiba di markas saat membuka mata.
Cahaya menyilaukan membuat mereka tak bisa melihat apa-apa, bagaikan terdapat sebuah tabir putih menyilaukan di hadapan.
Sementara itu, pria dengan rambut hitam legam di markas mengerut heran. Kerutan di kening putihnya semakin kentara saat apa yang ditunggunya tak kunjung hadir.
"Eh? Kenapa tidak bergerak?"
***
Entah beberapa lama, Karl akhirnya membuka mata. Setelah gelap gulita ganda, ruang putih tanpa ujung kini menyambutnya. Bagian bawah yang dia pijak hanyalah lantai putih bersih tanpa noda. Bagian samping dan atas, hanya warna putih juga.
Sejauh mata memandang, tak ada pepohonan atau telaga yang terlihat. Hanya putih. Putih bersih, terlihat begitu suci. Satu-satunya yang berwarna tidak putih hanya pakaian Karl dan gelang kekuatan yang pendarnya mulai redup.
Mengerjap beberapa kali, Karl menatap ke arah dua temannya. Nihil. Di mana mereka?
Mendengkus sebal, Karl memilih untuk menyusuri jalan yang terlihat seperti dada datar. Begitu datar tanpa liku, tidak khawatir akan tersandung. Hanya saja, Karl khawatir tak mampu menemukan hal lain selain putih tanpa sisi ini.
Telapak tangannya dia masukkan ke dalam saku, sementara kepalanya dia tutupi dengan hoodie. Entah mengapa, semakin berjalan, tempat ini terasa semakin dingin.
Berkali-kali Karl mengembuskan napas yang menghasilkan kabut putih tipis. Sangat tipis, sampai-sampai hampir samar dengan ruangan ini.
Benar dugaan Karl. Semakin jauh dia berjalan, semakin dingin pula suhu ruangan. Tubuhnya sampai menggigil, seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum es.