Wiken 8# Takhayul

6 2 0
                                    

Ipen Wiken, 8 Mei 2021

Tema: Takhayul
Majas: Repetisi
Keywords:
• Tuyul berambut
• Ini hantu, bukan batu
• Setan kayang
• Mati ditimpa timba
• Pembual

Deadline, 9 Mei 2021, pukul 12.00. Cerita harus sesuai dengan gambar.

Seorang gadis berambut ikal hitam itu tampak duduk di atas kuda, memandang hamparan rumput yang tampak segar memanjakan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seorang gadis berambut ikal hitam itu tampak duduk di atas kuda, memandang hamparan rumput yang tampak segar memanjakan mata.

Dia sudah mengembara selama bertahun-tahun, tetapi baru kali ini dia mendengar kasak kusuk orang di warung desa sebelah yang mengatakan di desa ini ada tuyul berambut yang siap mengabulkan segala permintaan.

Sebagai pengembara yang memiliki rasa ingin tahu sangat besar, Ay ingin membuktikan kebenarannya, mencari sendiri tuyul berambut yang dimaksud orang-orang itu. Jika benar, mungkin dia bisa meminta sesuatu. Jika hanya takhayul, setidaknya dia memiliki pengalaman. Tidak merugikan, bukan?

Mereka bilang, tuyul berambut itu merupakan penunggu sumur tua yang berada di tengah padang rumput. Sumur dekat warung sana.

Rumornya, itu adalah anak kecil yang bermain-main di sekitar sumur beberapa tahun lalu. Seorang anak laki-laki yang ditinggal bergosip bersama tetangga oleh ibunya itu mengira sumur tersebut adalah gua untuk mencari harta karun seperti yang teman-temannya ceritakan. Padahal sumur itu tak lebih dari sumur tua kering tak terpakai.

Karena terlalu antusias untuk mencari harta karun, anak itu masuk secara diam-diam, berniat memberi kejutan pada ibunya jika dia mendapat harta karun nanti. Benar sekali! Dia benar-benar memberi kejutan.

Ibunya sangat terkejut saat mendengar teriakan anaknya masuk ke dalam sumur. Anak kecil itu berpegangan pada tali timba yang rapuh termakan usia. Tepat setelah sang ibu memegang tali timba satunya, tali itu putus. Sepertinya anak itu jatuh ke dalam dan mati tertimpa timba di sana. Terbukti dari suaranya yang mendadak hilang setelah bunyi 'bruk' yang cukup keras.

Kurang lebih begitu yang Ay dengar.

Gadis itu memerintah kudanya untuk kembali berjalan menuju warung di depan sana, berharap mendapat kebenaran tentang kisah yang orang-orang di sana ceritakan.

Tiba di warung, terlihat jelas warung itu sepi. Hanya ada dua orang bapak-bapak yang duduk dengan kopi di depannya. Mereka tampak asyik berbincang.

Melangkah masuk ke dalam warung, sesekali Ay duduk di kursi panjang dekat pintu. Gadis berbaju navy selutut dengan ikat pinggang yang mengikat bajunya itu memesan minuman dingin mengingat cuaca terik luar biasa.

"Bu, apa benar di sumur ini ada tuyul berambut yang bisa mengabulkan permintaan?" saat si pemilik warung mengantarkan pesanannya, Ay bertanya.

Wanita tua bertubuh gempal yang beberapa rambutnya memutih itu menggaruk kepala sambil berpikir. Detik berikutnya, dia menjentikkan jari. "Oh, orang-orang sini nyebutnya setan kayang. Saya kira mana ada tuyul berambut. Kamu orang baru, ya? Setan satu ini memang sakti, Nak, bisa mengabulkan permintaan, tapi harus kasih persembahan berupa makanan gitu dan harus baca mantra yang tertulis di sisi sumur itu. Lagi, permintaan nggak langsung dikabulkan, masih jangka panjang dan harus banyak usaha juga, setan kayang cuma bantu memudahkan."

Mengapa terdengar semakin aneh saja? Ay seketika menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. Gadis itu mengucap terima kasih, menghabiskan pesanannya, dan berlalu pergi, berniat kembali malam nanti.

***


Ay yang tengah berjalan-jalan saat menjelang malam di padang rumput langsung mengernyit saat melihat beberapa ibu-ibu membawa persembahan berupa makanan, seperti nasi, buah-buahan, ayam bakar, dan lain sebagainya ke sumur. Gadis itu langsung menjalankan kembali kudanya, mencari posisi terdekat, barangkali bisa mendengar apa yang mereka lakukan.

Gadis itu memilih duduk di kursi depan warung---tempatnya singgah tadi---yang sudah tutup. Dia dapat mendengar dengan jelas apa yang tiga ibu-ibu itu rapalkan secara bersamaan.

"Wahai sang setan kayang, penunggu sumur tersayang. Ini aku, orang yang ingin meminta sebuah permintaan, membawakan kamu persembahan. Kami percaya kamu ini hantu, bukan batu. Hantu yang sakti dalam mengabulkan permintaan."

Sejenak ketiganya diam, mungkin mengucapkan sesuatu di dalam hati. Setelahnya, mereka kembali berucap, "Kami izin undur diri, harap-harap kabulkan permintaan kami tadi."

Setelahnya, mereka bertiga pergi, sementara Ay masih tampak diam, memikirkan apa yang baru saja dilihatnya. Itu ... mantra?

Beberapa lama kemudian, di kejauhan sana, tampak beberapa laki-laki remaja, berjalan mengendap-endap. Merasa gelagat mereka mencurigakan, Ay langsung bersembunyi, mengajak kudanya untuk mencari tempat persembunyian, di dekat warung.

Beruntung atap warung ini sedikit rendah. Dari jarak jauh, tak akan tampak jika ada manusia yang tengah duduk di sana, terlebih dengan keadaan yang mulai menggelap seperti sekarang.

Dari tempat persembunyian, Ay dapat melihat empat laki-laki remaja itu membawa persembahan ibu-ibu tadi sambil berucap, "Percaya aja. Mana ada setan kayang ngabulin permintaan. Kerjaannya aja kayang terus, mana mikir soal ngabulin permintaan."

Mereka berlalu pergi, sementara Ay hanya mendengkus kesal di tempat persembunyiaannya. Ternyata setan kayang itu tidak ada. Hanya takhayul semata, tidak sakti seperti yang mereka bicarakan. Dasar para pembual!

Lihat saja, Ay akan langsung pergi dari desa ini sekarang juga. Lihat saja!


PseuCom

Ipen WikenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang