Wiken 5# Trauma

19 3 5
                                        

Ipen Wiken, 6 Maret 2021

Tema: Trauma

Majas: Ironi

Keywords: Tulus Bulus, Ndelik Kaku, Kabur Dapur, Capcipcup Huha, Tebal Bibir

Jumlah kata: 500--2.000

Deadline: 7 Maret 2021, pukul 12.00 WIB. 

Gadis berambut pendek itu menjatuhkan diri di atas lantai kayu yang terasa begitu sejuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis berambut pendek itu menjatuhkan diri di atas lantai kayu yang terasa begitu sejuk. Keringat perlahan menetes dari kening, terus ke pipi, hingga terjatuh ke lantai.

Hari ini dia sangat kelelahan setelah menjalani hari-hari biasa, seperti bersekolah, membantu membereskan panti asuhan, dan lain sebagainya.

Merebahkan diri dengan berbantalkan tas sekolah, mata bulat indahnya tertutup, sementara bibir mungil merah muda itu sedikit terbuka, berusaha mengatur napas yang terengah-engah.

Lonceng angin yang tergantung di pintu berbunyi, menandakan ada embusan angin sejuk yang menerpa daerah panti yang dipenuhi pepohonan hijau.

Setiap hari ada saja hal baru yang dilihat, seperti sekarang ini. Selama dua tahun berada di panti ini, Ayana---gadis berambut pendek itu---baru pertama kali melihat cerahnya wajah anak-anak kecil bermain gelembung sabun, membuatnya merasa berada dalam sebuah akuarium.

Seiring dengan pejaman matanya, perlahan napasnya mulai teratur. Ikan-ikan kecil mengelilingi di sisinya, sedikit menyentuh kulit Ayana membuat gadis itu sedikit geli.

"Kau sudah pulang, Ayana?"

Suara lembut tulus bulus itu membuat Ayana mendongak, menatap seorang wanita muda yang mungkin baru kabur dapur karena tidak ingin membantu pengasuh panti memasak.

Sejak dua tahun terakhir ini juga, hanya gadis bernama Gaen ini yang menjadi temannya.

Ayana yang masih baru dengan suasana ramai, ditambah kemampuan komunikasi yang buruk membuatnya terlihat seperti gadis penyendiri.

Bukan tanpa alasan dia berada di sini. Sejak insiden kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya dua tahun lalu, dia harus tinggal di tempat ramai ini.

Berbagi kamar tidur, berbagi porsi makan, dan lain sebagainya harus dibagi rata.

Ayana enggan tinggal di rumahnya karena terlalu banyak menyimpan kenangan mengenai kedua orang tuanya---terlebih rumah itu sudah dijual oleh nenek tua serakah itu. Setiap kali melihat foto keluarga yang terpampang di dinding, dada gadis itu terasa nyeri luar biasa, membuatnya sedikit merasa sesak.

Awalnya Ayana tinggal bersama kakek dan nenek---orang tua dari ibunya karena orang tua sang ayah telah meninggal. Namun, karena keadaannya yang juga harus satu rumah dengan adik dari sang ibu, membuat kasih sayang sang nenek terbagi tidak adil.

Sang nenek dan kakek yang memang kurang merestui hubungan kedua orang tua Ayana, saat-saat seperti ini, mereka semakin mengucilkannya. Saat sang sepupu makan di meja makan bersama, dia diminta makan sendirian di kamar. Lauk pauk pun dibedakan.

Merasa tidak nyaman tinggal bersama sang nenek, Ayana memilih tinggal bersama paman dan bibi---kakak dari sang ayah---yang ternyata sama saja.

Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak, setelah satu tahun merawat Ayana, mereka dikaruniai buah hati. Sejak saat itu pula, Ayana yang awalnya bagai ratu berubah profesi menjadi babu.

Diminta mencuci baju, piring, memasak, membersihkan rumah, kurang jam tidur, dan lain sebagainya. Puncaknya, di suatu hari mereka tiba-tiba berubah menjadi baik hati.

Ternyata, oh, ternyata ada capcipcup huha di balik bibir tebal.

Mereka sangat menyayangi Ayana hari itu. Ya, sangat menyayanginya. Saking sayangnya, mereka membawa Ayana ke panti asuhan ini.

Sejak saat itu, Ayana trauma terlalu percaya pada orang lain. Baik keluarga, teman, atau siapa pun itu. Bahkan, Ayana termasuk salah satu anak panti yang tidak akrab dengan pengasuhnya sendiri, begitu juga Gaen.

Ah, Ayana jadi lupa menjawab pertanyaan Gaen karena terlalu asyik bercerita.

Melihat Gaen yang sudah ndelik kaku, akhirnya Ayana menjawab datar, "Mm."

"Kau ini, selalu saja begitu. Ayo, masuk! Ganti bajumu dulu dan segera makan siang," ujar Gaen sebelum akhirnya berlalu pergi, sedikit menyingkirkan kipas kecil yang menghalangi jalan, berjalan menuju laci tempatnya biasa menghabiskan waktu sambil menulis di dekat akuarium mini.

PseuCom
Nizalesi

Ipen WikenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang