KAI
Gue mengelap ingus yang nggak ada habisnya mengalir dari hidung dengan ujung lengan seragam yang masih wangi deterjen. Mama menatap gue dari sisi lain meja makan, gue tau di dalam hatinya dia menyesali susah-susah hamil sembilan bulan dan cuma menghasilkan anak jorok seperti gue.
Gue cuma melintaskan senyum setengah hati.
Setelah merapikan meja, gue berpamit singkat sama Mama yang mengeluhkan tentang kejorokan gue, dan betapa bodohnya gue minum soda dingin jam dua pagi.
"Iya, iya. Besok-besok nggak gitu lagi." Yah, jelas itu bohongan.
"Dah, Ma!"
"Ih, itu kursi sepeda kamu ada basah apa, Kai?!"
Baru aja mengayuh sekali, gue terhenti ketika menyadari pantat gue basah dan sedikit hangat; di mana hal tersebut terbilang aneh karena cuaca hari ini agak menusuk.
"The h-"
"Kamu mah pagi-pagi ada aja, mana udah telat! Cepet bersihin di kamar mandi, Mama ambilin celana yang lain."
Sambil sibuk bersumpah-serapah dengan wajah kusut, gue berjalan setengah mengangkang karena pipis kucing di antara kedua kaki gue ini jelas menjijikkan. Bau pesingnya menusuk hidung gue yang sensitif terhadap bau-bau aneh.
"Duh, sabar Ma! Lagi nggak pake celana!"
"Nggak usah banyak omong, udah biasa liat kamu nggak pake baju!" Mama melempar celana bersih dan nggak bau pesing ke kepala gue.
"Cepetan itu bersihin dulu, kamu ada technical meeting di sekolah lain kan hari ini? Kalo bau pipis kucing begitu belom apa-apa juga udah diusir."
Dengan buru-buru, gue membersihkan diri dan mengganti celana. Setelah mendapat gebukan sebal dari Mama, gue menggaet sepeda adek gue yang sebenarnya agak kekecilan, tapi lebih baik daripada sepeda dengan pipis kucing melekat di sadelnya.
///
"Ghian—bego! Kan gue bilang lo maju, bukan diem doang di situ!"
"Ampun, ampun!" Yang ditegur menyatukan kedua tangannya ke arah Andra yang terlihat kesal.
Di saat yang lainnya sibuk latihan, gue cuma duduk di pinggir lapangan karena cedera ringan di pergelangan kaki kiri yang kadang masih agak sakit. Sebenernya, Coach Aming sempat melarang gue ikut pertandingan hari ini. Walau cedera gue ringan, akan tetap berbahaya kalau gue memaksakan terlalu banyak lari. Untungnya, gue pinter pura-pura sehat dan baik-baik aja.
"Anjir!" Pekik gue saat pergelangan kaki kiri gue tiba-tiba ditendang.
"Tolol sih, kalo lo tetap maksain ikut." Perempuan berkulit secerah pualam itu membanting tubuhnya di kursi sebelah gue.
Ratu Kamala Airianetta, teman satu sekolah gue sejak kelas satu SD yang baru benar-benar menjadi sahabat saat kami duduk di bangku SMA. Gue baru menyadari dia teman yang baik setelah menghabiskan banyak—bahkan terlalu banyak—waktu sama dia.
Semua hal tentang gue udah gue tunjukkan ke Airi—di mana hal tersebut berarti cukup besar, sebab, nggak mudah untuk benar-benar menunjukkan semua sisi yang gue punya tanpa kecuali. Tersisa satu hal yang selalu gue sembunyikan; sebuah perasaan sepele yang terlalu canggung jika gue ucapkan.
Dia pendengar terbaik. Satu-satunya orang yang gue tahu akan selalu bisa gue yakini saat semuanya berpaling. Kalo kata Baba, gue kayaknya rela jual satu geng demi ngabisin waktu sama dia.
Tapi, tetap aja, perasaan kecil itu nggak mengalihkan gue dari keyakinan bahwa gue nggak mau, dan nggak akan mengalami hal yang lebih sebelum gue dewasa seutuhnya. Airi pun sahabat terbaik gue. Jangan sampe hal itu rusak cuma karena sebuah perasaan sepele.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel & fall ⨉ KAI
Teen Fictionat times when you feel something so real you get deep in the depths, you don't notice how far you've fallen. ( ) ⚠️ TW ⚠️ - Suicide attempts - Physical, mental, verbal abuse - Mental health issues ( ) #2 kaiyeol #4 chanyeollokal #20 kpopfanfict