KAI
"Aaargh! Baba, ini sobek tau!"Dari jarak lebih dari lima meter, keluhan Chakra terdengar membahana.
"Lah?" Dengan mulut penuh roti, Baba mengecek kondisi bola futsal yang udah kempes terkena ujung kawat di salah satu sudut lapangan yang dipadati barang konstruksi akibat perlu perbaikan. "Salah siapa nendang ke tempat yang jelas-jelas lagi banyak kuli? Kenapa salahin gue?!"
"Gue udah bener oper ke lo, tapi lo ternyata sibuk ngunyah aja!"
"Ya kan lagi latihan doang, masa nggak boleh makan? Nanti gue pingsan pas tanding, lo yang sedih."
"Mau lo koma di tempat juga nggak ada yang peduli!"
Ghian merebut bola yang udah layu itu dari tangan Baba. "Ya terus ini gimana? Mana bener-bener bolong lagi."
"Suruh Chakra ganti, lima ratus ribu!"
"Ngaco, bola apaan semahal itu?!" Bantah Chakra.
"Bolanya mah yang murah aja, sisanya buat gue."
"Sialan. Bubar yuk, ah." Chakra menyeret Ghian menuju pinggir lapangan.
"Lah, Kai, lo ikut tanding juga?" Ghian membetulkan tali sepatunya di sebelah gue.
"Iya lah! Kalo nggak ada gue, abis lo semua."
Ghian tertawa merendahkan. "Udah pede sekarang?"
Gue terbahak. "Sok pede aja, sih."
"Kaki lo udah nggak cedera?" Tanya Baba sambil pura-pura menendang pergelangan kaki gue, yang gue respon dengan tabokan sebal.
"Yang kiri masih nggak enak kadang, tapi nggak apa-apa lah. Tinggal satu kali tanding lagi kan, sampe ke pertandingan terakhir tim kita?"
Ghian terlihat khawatir. "Yah, iya sih. Tapi nggak takut kenapa-kenapa? Lawan kita nanti juga lumayan, setau gue."
"Iya sumpah. Lagian juga kan ini belom yang terakhir." Chakra mengangguk, setuju dengan kekhawatiran Ghian.
"Ya terus kenapa? Sayang banget kalo gue kelewatan."
"Ya udah. Hati-hati aja nanti. Gue dikasih tau sama anak luar, lawan kita nanti ini kalo main suka tiba-tiba nge-body yang nggak tau diri. Makanya, gue rada aware juga sebenernya."
Mendengar perkataan Ghian, ada sedikit rasa gelisah. Pemikiran bahwa gue salah satu alasan utama kekalahan tim kami di pertandingan sebelum ini udah cukup membebani benak gue selama seminggu terakhir. Ada sebagian diri gue yang mengatakan untuk nggak usah ikut, ditambah peringatan dari Airi—yang terlampau khawatir, mengetahui fisik gue terkadang selayu buncis—bahwa nanti jadi pemain cadangan aja. Tapi sayang banget rasanya kalo gue nyerah gitu aja cuma karena secuil rasa sakit di kaki.
"Oh, ini yang baru balikan?" Celetuk Baba.
Andra berjalan menuju kami dengan ekspresi seperti baru berhasil melahirkan dua anak. Udah jelas tingkahnya itu disebabkan, semalam ia baru aja balikan sama Hara. Notifikasi LINE gue jebol sampai HP gue ngelag, saking banyaknya spam chat yang masuk darinya.
"Hah?! Andra balikan?" Mata Chakra membulat.
Yang ditanya mengangguk bangga.
"WAAAA SELAMAT YA, BABI!!"
"Kok bisa? Kata lo, waktu itu dia jalan sama cowok lain," tanya Ghian yang ketinggalan berita.
"Hah?" Keliatannya, yang mengalami sendiri pun lupa. "Ooh. Nggak, itu sepupunya ternyata. Terbukti kan, mana mungkin secakep gue gini nggak jadi pilihan nomer satu?" Dia berputar-putar nggak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
feel & fall ⨉ KAI
Teen Fictionat times when you feel something so real you get deep in the depths, you don't notice how far you've fallen. ( ) ⚠️ TW ⚠️ - Suicide attempts - Physical, mental, verbal abuse - Mental health issues ( ) #2 kaiyeol #4 chanyeollokal #20 kpopfanfict